Gambar Warisan Untuk Istri dan Empat Saudara Kandung dakwah.id.jpg

Warisan Untuk Istri dan Empat Saudara Kandung

Terakhir diperbarui pada · 229 views

Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul “Warisan Untuk Istri dan Empat Saudara Kandung” ini diasuh oleh Ustadz Mohammad Nurhadi, M.H alumnus magister Hukum Ekonomi Syariah (HES) Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor.

Pertanyaan:

Suami meninggal. Meninggalkan 1 orang istri tanpa anak dan suami mempunyai 2 orang adik kandung laki-laki dan 2 orang kakak kandung laki-laki. Ada juga 1 saudari kandung yang telah wafat. Juga meninggalkan sebidang tanah warisan orang tuanya. Setelah menikah antara almarhum dan istrinya baru bisa mendirikan rumah. Bagaimana cara pembagian warisan tersebut?

Sartono—Purbalingga

Jawaban:

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ الْأَمِيْنِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu menjadi perhatian bahwa sebelum membagikan harta warisan kepada para ahli waris, harus dipastikan bahwa harta yang ditinggalkan adalah harta murni milik mayit. Bukan harta yang belum jelas kepemilikannya atau harta yang masih bercampur dengan kepemilikan orang lain.

Jika belum jelas kepemilikan hartanya harus diperjelas terlebih dahulu dan jika masih bercampur dengan harta orang lain harus dipisahkan terlebih dahulu, termasuk jika harta itu bercampur dengan harta istrinya.

Siapa Saja yang Berhak Mendapat Warisan?

Selanjutnya, dari kasus di atas dapat dipahami bahwa seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri, empat saudara kandung laki-laki (baik kakak maupun adik tidak membedakan bagian warisan).

Kita asumsikan mayit sudah tidak memiliki orang tua. Maka, yang menjadi ahli waris adalah istri dan keempat saudara laki-laki kandungnya. Adapun saudari kandung yang telah wafat tidak mendapat warisan, sebab syarat mendapatkan warisan ahli waris harus dalam keadaan hidup.

Pembagian Harta Waris Untuk Istri Dan Empat Saudara Kandung

Bagian warisan istri adalah ¼ dari harta peninggalan mayit. Hal ini berdasar dengan firman Allah Ta’ala,

وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ

Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.” (QS. An-Nisa’ : 12)

Adapun keempat saudara laki-lakinya mendapatkan ashabah (sisa), yaitu ¾ harta peninggalan dibagikan secara merata kepada empat saudara laki-lakinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

 أَلْحِقُوا اَلْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

“Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat.” (HR. Al-Bukhari no. 6351, 6354; HR. Muslim no. 1615)

Sebagaimana pertanyaan di atas, harta peninggalan suami adalah sebidang tanah hasil dari warisan orangtuanya dan rumah yang ia bangun bersama istrinya.

Pertama harus dipastikan terlebih dahulu, apakah tanah hasil warisan dari orangtuanya tersebut murni miliki mayit ataukah masih bercampur dengan bagian saudara-saudaranya. Jikalau ternyata masih bercampur dengan milik saudaranya harus dipisahkan terlebih dahulu dan bagian yang murni milik mayitlah yang boleh dibagikan berdasarkan warisan.

Artikel Fikih: Begini Hukum Shalat Orang Mukim di Belakang Musafir

Begitu pula rumah yang dibangun di atas tanah tersebut, harus dipastikan prosentase kepemilikan mayit (suami). Jikalau 100% rumah tersebut milik suami, maka seluruhnya dibagikan berdasarkan warisan. Namun, jika bercampur dengan kepemilikan istrinya, harus dipisahkan terlebih dahulu yang menjadi milik istrinya.

Seteleh dipisahkan, maka bagian mayitlah yang dibagikan berdasarkan warisan, bukan bagian istrinya.

Jikalau terjadi kesulitan memisahkan kepemilikan antara suami dan istrinya, dapat diselesaikan dengan melakukan akad shulh (perdamaian) dengan cara mengumpulkan para ahli waris dan istri mayit untuk mencari jalan tengah dalam memisahkan antara harta mayit (suami) dan harta istri dengan bukti-bukti yang ada.

Apabila sudah terjadi kesepakatan seluruh ahli waris dan sudah dipastikan harta yang menjadi milik mayit, maka barulah dibagikan berdasarkan pembagian warisan di atas.

Misalnya sepakat untuk dijual tanah dan rumah tersebut, dan yang menjadi milik mayit senilai 300 juta, maka bagian istri adalah seperempatnya (300 juta x ¼) = 75.000.000,-. Sisanya (225.000.000,-) dibagikan kepada empat saudara kandung laki-lakinya secara merata. Sehingga masing-masing mereka mendapatkan (225.000.000,- : 4) = 56.250.000,-.

Jika tanah dan rumah tidak ingin dijual dan ingin dimiliki oleh sang istri, maka istri harus membeli bagian ahli waris lainnya (empat saudara laki-laki mayit) dengan memberikan harta senilai bagian masing-masing mereka.

Namun, jikalau ahli waris lainnya barbaik hati ingin menghibahkan hartanya kepada istri mayit juga tidak mengapa, apabila hal itu berdasarkan keridhaannya tanpa ada paksaan. Terlebih lagi jikalau istri mayit adalah orang yang lebih membutuhkan, tentu hal itu lebih memberikan dampak positif bagi hubungan kekeluargaan antara mereka.

Demikian jawaban untuk pertanyaan kasus di atas, mudah-mudahan bisa dipahami dan dipraktekkan denga baik. Semoga Allah Ta’ala senatiasa membimbing dan menuntun kita dalam menjalankan setiap perintah-Nya. Wallahu a’lam bish Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)

Baca juga artikel tentang Konsultasi Hukum Islam atau artikel menarik lainnya karya Mohammad Nurhadi.

Artikel Konsultasi Hukum Islam terbaru:

Topik Terkait

Mohammad Nurhadi

Pascasarjana (S2) Hukum Ekonomi Syariah Universitas Darussalam Gontor (UNIDA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *