Isyarat Ilmiah dalam Kisah Ashabul Kahfi-dakwah.id

4 Isyarat Ilmiah dalam Kisah Ashabul Kahfi

Terakhir diperbarui pada · 3,055 views

Kisah Ashabul Kahfi adalah kisah yang selalu viral sepanjang masa. Bahkan, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, seorang ‘Rabi’ Yahudi pun ikut memviralkan kembali kisah fenomenal yang terus dijadikan bahan riset oleh para Ilmuwan di berbagai bidang ini.

Saat itu kaum kafir Quraisy mencoba berbagai macam cara untuk menghentikan laju dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mulai dari ejekan, ancaman, penyiksaan, pemboikotan, bahkan cara halus seperti negosiasi, semua sudah mereka tempuh.

Namun, tidak ada satupun yang berhasil. Justru semakin hari semakin banyak jumlah pengikut Nabi.

Maka kemudian mereka mengutus dua orang ke Yatsrib (sekarang Madinah). Tujuannya adalah untuk berkonsultasi kepada para ‘Rabi’ Yahudi di sana tentang Nabi Muhammad yang mereka anggap sebagai sumber masalah.

Tanyakan tiga hal kepadanya,” kata Yahudi itu.

Jika memang benar dia seorang Nabi, maka dia pasti bisa menjawabnya. Namun jika tidak bisa, maka ia pasti pendusta. Tanyakan kepadanya tentang kisah sekelompok pemuda yang meninggalkan kaum mereka pada zaman dahulu dan bagaimana kejadian yang menimpa mereka. Sebab, kisah mereka adalah kisah yang mengagumkan. Tanyakan pula berita-berita mengenai petualang yang sampai pada ujung bumi di timur dan barat. Lalu tanyakanlah tentang roh, apa itu roh? Jika kalian mendapatkan jawaban darinya tentang tiga hal tersebut, berarti ia seorang Nabi. Ikutilah ia.”

 

Artikel Fikih: Baca Al-Quran Tanpa Tahu Artinya, Apakah Tetap Dapat Pahala?

 

Ketika dua utusan kembali ke Makkah dengan membawa kabar itu, para pemimpin Quraisy mendatangi Nabi dengan mengajukan tiga pertanyaan tersebut.

Esok akan kujelaskan kepada kalian,” Jawab Nabi singkat.

Namun, ketika mereka menuntut jawaban, wahyu belum turun kepada Nabi. Hingga lima belas hari telah berlalu sejak kafir Quraisy menguji kenabiannya dengan pertanya-pertanyaan itu, Nabi belum bisa memberi jawaban yang diinginkan. Mereka pun kemudian mengolok-olok dan menantang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jibril kemudian datang menghapus kegelisahan dan kesedihan Nabi.

Malaikat wahyu ini juga menyampaikan ayat yang berisi teguran penting untuk Nabi agar jangan sekali-kali mengatakan terhadap sesuatu, “Aku akan mengerjakan itu besok pagi,” kecuali mengucapkan insyaallah (QS. 18: 23-24).

Sebab, ketika menjajikan jawaban kepada kafir Quraisy, Nabi tidak mengucapkan kalimat itu. Meski demikian, yang terpenting adalah; penantian panjang Rasulullah akan datangnya jawaban, berakhir dengan turunnya surat Al-Kahfi.

Kisah tentang tujuh pemuda yang termaktub dalam surat ini, menjawab pertanyaan pertama.

Sedangkan untuk pertanyaan kedua, petualang besar yang dimaksud para rabi Yahudi, bernama Dzulqarnain; pemilik dua tanduk.

Bahkan surat Al-Kahfi memberi jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.

Surat al-Kahfi ayat 93-99, menjelaskan bahwa setelah perjalanan Dzulqarnain ke Barat dan Timur jauh, ia mendatangi sebuah tempat misterius yang masyarakat setempat memintanya agar membuat sebuah benteng yang dapat melindungi mereka dari Ya’juj dan Ma’juj.

Adapun pertanyaan ketiga, tentang roh, jawabannya termaktub dalam surat Al-Isra ayat 85.

Tetapi di antara tiga hal tersebut, yang sangat berkesan dan memberi pengaruh ke dalam jiwa para sahabat ketika itu adalah kisah Ashabul Kahfi.

 

Materi Khutbah Jumat: Membaca al-Quran saja Belum Cukup, Pahami Juga Artinya!

Selain karena sebelumnya mereka tidak pernah mendengar kisah menakjubkan itu, mereka juga tidak pernah menduga ternyata kisah Ashabul Kahfi menunjuk pada situasi yang sedang mereka hadapi: bahwa orang-orang yang berada di atas kebenaran, pasti akan mendapat ujian.

Pertanyaannya sekarang, setelah sekian Jumat kita lalui bersama surat Al-Kahfi, semakin bertambahkah stamina iman kita setiap pekannya?

Bukankah pembahasan tentang iman merupakan salah satu tema besar yang diangkat dalam surat penangkal fitnah Dajjal ini?

Jika kualitas iman kita masih biasa-biasa saja, tidak meningkat meski berulang kali membacanya, mungkin hal itu dikarenakan intensitas yang rendah dalam mentadaburi kisah tujuh pemuda yang Allah tidurkan selama 309 tahun.

Karena sesungguhnya, ada tanda-tanda kebesaran Allah, kemukjizatan Al-Quran, dan isyarat-isyarat ilmiah yang bertaburan, mengiringi kisah Ashabul Kahfi.

Dengan menghayatinya, insyaallah, keimanan kita terhadap kebenaran agama ini, semakin bertambah.

 

Isyarat Ilmiah Pertama: Allah Tutup Telinga Ashabul Kahfi

penampakan Goa Ashabul Kahfi-dakwah.id
Penampakan luar Gua tempat tertidurnya Ashabul Kahfi. Foto: islamiclandmarks

Isyarat ilmiah pertama dalam kisah Ashabul Kahfi adalah, Allah menonaktifkan pendengaran Ashabul Kahfi selama mereka tertidur. Hal ini sebagaimana termaktub pada ayat 11,

فَضَرَبْنَا عَلٰٓى اٰذَانِهِمْ فِى الْكَهْفِ سِنِيْنَ عَدَدًاۙ

Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.”

Penonaktifan ini hampir sama dengan pembiusan. Ketika indera pendengaran diberhentikan fungsinya, maka para penghuni gua ini bisa tidur dengan pulas.

Lain halnya kalau pendengaran mereka masih berfungsi normal. Pasti akan memengaruhi kualitas tidur mereka.

Bukankah ketika sedang tidur, kita merasa terganggu dengan suara bising atau bunyi yang mengejutkan?

Demikianlah cara Allah menjadikan tidur sebagai peristirahatan bagi mereka.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa organ terpenting dalam proses pendengaran bukanlah telinga, melainkan otak. Alasannya, otaklah yang pada hakikatnya merespon bunyi.

Statement ini tidak keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Karena jika dirunut kronologi bagaimana bunyi itu bisa sampai ke otak, sudah pasti jawabannya adalah, terlebih dahulu diawali dengan masuknya bunyi melalui telinga. Artinya, jika telinga tertutup, otak tidak menerima sinyal apa-apa.

 

Fikih Siyasah: Formulasi Penyatuan Islam dan Negara

 

Point inilah yang hendak diutarakan ayat di atas. Bahwa sel-sel dan saraf pertumbuhan di dalam sistem tubuh manusia, yang semuanya itu berpusat di otak, ikut berhenti dengan tertutupnya telinga.

Maka, dari sini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa penjelasan di atas, selain mengungkap rahasia tidurnya Ashabul Kahfi yang begitu nyenyak, juga menerangkan kenapa tubuh mereka tidak hancur selama tiga abad.

Bagaimana bisa hancur, pertumbuhan tubuh mereka saja terhenti. Logika sederhananya begini: jika tidak bertumbuh-kembang, maka tubuh mereka tidak mengalami penuaan. Dengan demikian, mereka tetap awet muda. Tidak menjadi keriput, apalagi membusuk.

Prof. Zaghloul An-Najjar, pakar I’jaz Ilmi dari Mesir, berkata,

“Apabila kita beranda-andai bahwa tidurnya para penghuni gua itu merupakan tidur yang alami, tentu mereka tetap akan membutuhkan makan, minum, dan buang hajat serta aktivitas lainnya. Namun, hakikatnya adalah Allah telah menghentikan segenap fungsi kehidupan dalam tubuh mereka, melalui perintah dari-Nya. Dia yang memelihara tubuh mereka dari proses pembusukan sepanjang tiga ratus tahun.”

Perkataan beliau ini diambil dari kitab Mukhtarat min Tafsri Al-Ayat Al-Kauniyah fil Qur’anil Karim.

 

Isyarat Ilmiah Kedua: Tentang Awetnya Tubuh Ashabul Kahfi

Isyarat ilmiah kedua dalam kisah Ashabul Kahfi adalah, Allah menjaga tubuh para pemuda Ashabul Kahfi dengan memberikan sinar matahari.

Gua yang mereka tempati, menghadap sinar mentari dengan kadar yang seimbang dan memadai.

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat al-Kahfi ayat 17,

وَتَرَى الشَّمْسَ اِذَا طَلَعَتْ تَّزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَاِذَا غَرَبَتْ تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِيْ فَجْوَةٍ مِّنْهُۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ ۗمَنْ يَّهْدِ اللّٰهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهٗ وَلِيًّا مُّرْشِدًا

Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada di tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.(QS. Al-Kahfi: 17)

 

Artikel Ilmu dan Dakwah: Kumpulan Kitab Tafsir Terpopuler Klasik dan Kontemporer

 

Tentang ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan beberapa faidah yang bisa diambil darinya.

Pertama, sinar matahari tidak menyinari mereka secara langsung. Pada saat terbit, matahari berada di arah kanan. Pada saat tenggelam, matahari berada di sebelah kiri.

Hal ini menunjukkan pintu gua tersebut berada di arah utara sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas, Said bin Jubair, dan Qatadah.

Kedua, mereka berada di tempat yang luas di dalam gua (wa hum fii fajwatin minhu). Sehingga sirkulasi udara di dalam gua, berjalan dengan baik dan nyaman.

Para mufasir menjelaskan lebih lanjut bahwa bagian kiri tubuh Ashabul Kahfi, terkena siraman lembut sinar mentari pagi yang bias cahayanya condong ke arah mereka. Dengan demikian, tubuh mereka terlindungi dari kadar basah dan suasana pengap di dalam gua.

Inilah bukti kekuasaan Allah.

Detil kisah tujuh pemuda yang bersembunyi di dalam gua, sungguh sangat ilmiah dan masuk akal.

Sebagaimana telah jamak diketahui, secara medis, kita dianjurkan berjemur beberapa saat untuk merasakan hangatnya matahari pagi. Tujuannya, agar sinar ultra violet mengenai tubuh kita.

Sinar ini sangat penting sebagai sumber pembentukan vitamin D yang berfungsi sebagai metabolisme kalsium, imunitas tubuh, serta mentransmisi kerja otot dengan saraf.

Namun jika berlebihan, sinar matahari dapat merusak kulit dan membakar tubuh. Maka dari itu, dalam ayat ini disebutkan, ketika panasnya semakin terik sebelum tenggelam, matahari melewati mereka dari arah kiri.

Artinya, saat sedang mendidih, sinar matahari tidak akan masuk ke dalam gua. Jadi, tubuh mereka tidak tersengat. Sebaliknya, mereka merasakan kesejukan angin yang menyelinap masuk melalui celah di gua itu.

 

Isyarat Ilmiah Ketiga: Tentang Cara Tidur Ashabul Kahfi

Isyarat ilmiah ketiga dalam kisah Ashabul Kahfi adalah, Allah mengatakan bahwa kondisi tidur Ashabul Kahfi seperti orang yang sedang terjaga. Hal ini tercantum dalam surat al-Kahfi ayat 18. Allah berfirman,

وَتَحْسَبُهُمْ اَيْقَاظًا وَّهُمْ رُقُوْدٌ

Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur.”  (QS. Al-Kahfi: 18)

Ada makna tersirat dalam ayat ini, bahwa mata mereka sesekali terbuka (berkedip) untuk menjaga mata mereka dari kebutaan.

Seperti diketahui dalam ilmu medis, mata yang tertidur akan lebih terjaga kerusakannya dibandingkan jika mata selalu dalam kondisi terjaga. Karena jika kondisi mata terbuka di dalam gua yang gelap gulita pada waktu yang lama, akan mengalami kerusakan mata yang berakibat kebutaan. Sehingga kondisi tidurlah yang paling tepat untuk menjaga tubuh dan terutama mata.

Namun demikian, ada juga yang mengatakan bahwa tidurnya mereka memang seperti orang melek, “mufattihil a’yun” mata mereka terbuka. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wajiz fi Tafsiri Kitabil Aziz, dan Al-Baghawi dalam kitab Ma’alimut Tanzil.

Jadi yang benar mana?

Mata mereka merem dan sesekali berkedip, atau terbuka seperti orang sadar?

Untuk mengambil jalan tengahnya, cobalah perhatikan di sekitar kita. Barangkali ada saudara, teman atau kenalan yang ketika tidur matanya tidak sepenuhnya tertutup, merem tapi agak sedikit terbuka.

 

Artikel Sejarah: Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha, Tertuduh Tapi Tak Bersalah

 

Kurang lebih, begitulah kondisi Ashabul Kahfi ketika Allah tidurkan mereka di persembunyian. Allahu a’lam bish shawab.

Ibnu Katsir mengutip pendapat Adz-Dza’bi, maksud dari ayat ini adalah apabila satu matanya tertutup, maka mata yang satunya lagi terbuka. Inilah bangunnya orang yang tidur.

Sebagaimana perkataan seorang penyair: “Yanaamu ihda miqlatayhi wa yattaqi bi ukhraa ar-razaaya fa huwa yaqdzhanun na’imun.”

Artinya, “Tidur dengan satu dari dua matanya dan menjaga dengan yang satunya dari apa yang dapat menimpanya. Maka, itulah orang terjaga yang tidur.”

 

Isyarat Ilmiah Keempat: Tentang Posisi Badan Ashabul Kahfi

Isyarat ilmiah keempat dalam kisah Ashabul Kahfi adalah, Allah membolak-balikkan badan Ashabul Kahfi.

Hal ini juga tercantum dalam surat al-Kahfi ayat 18,

وَّنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الشِّمَالِ

“Wa nuqollibuhum dzaatal yamiini wa dzaatasy syimaal. Dan kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (QS. Al-Kahfi: 18)

Masih mengutip pendapat Prof. Zaghloul. Menurut beliau, secara ilmiah, seseorang yang sedang tertidur atau sekedar duduk, jika tidak menggeser posisi badannya dalam hitungan waktu tertentu, maka berat badannya akan menekan saraf-saraf kecil yang berakibat pada tertutupnya aliran darah. Bayangkan, apa jadinya jika kondisi seperti ini berlangsung lama?

Darah berhenti mengalir. Otot-otot akan kaku. Jaringan kulit akan mati setelah mengalami kerusakan. Sebuah kondisi yang tentunya sangat rentan terserang berbagai jenis penyakit.

 

Artikel Tadabur: Makna Ayat Nur ‘ala Nur, Cahaya di Atas Cahaya

 

Maka dari itu, tujuan Allah membolak-balikkan badan Ashabul Kahfi ketika mereka dalam kondisi tertidur tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memelihara mereka dari kehancuran.

Dengan cara inilah Allah menjaga tubuh Ashabul Kahfi agar tidak dimakan tanah serta terlindungi dari penyakit yang dapat menyerang kulit. Dan ini menjadi pertanda bahwa mereka tetap dalam keadaan hidup.

Demikianlah di antara tanda-tanda keagungan Allah.

Allah tidak membiarkan satu ayat pun terlihat rancu dan meragukan. Beragam isyarat ilmiah terkadang tersembunyi di dalam kitab suci. Tugas kita untuk terus mengkaji, mencari dan menemukannya.

Sampai ketika kita berucap, “Shadaqallahul ‘Adzhiim. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya,” kalimat itu bukan sekedar pemanis bibir. Tapi hati dan pikiran kita, betul-betul merasakan kebenarannya. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq. (Muhammad Faishal Fadhli/dakwah.id)

 

Referensi:

Al-Hafidzh Imaduddin Abu Ismail Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil ‘Adzhiim, Darul Aqiidah, jilid Ke-3, tahun 2008.
Abu Hasan Ali bin Ahmad Al-Wahidi, Al-Wajiz fii Tafsiri Kitabil Aziz, Darul Qalam, jilid 1, tahun 1995.
Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil, Darut Thaybah, jilid 5, tahun 1989.
Prof. Zaghloul An-Najjar, Mukhtarat min Tafsri Al-Ayat Al-Kauniyah fil Qur’anil Karim.

Topik Terkait

Muhammad Faishal Fadhli

Pengkaji Literatur Islami. Almnus Program Kaderisasi Ulama (PKU) Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor angkatan 14.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *