Gambar Ramadhan dan Nilai Ketakwaan Sosial dakwah.id

Ramadhan dan Nilai Ketakwaan Sosial

Terakhir diperbarui pada · 220 views

Ketika menurunkan syariat-syariat-Nya, Allah tidak pernah mengabaikan maqashid dari apa yang Dia tetapkan di dalamnya. Selalu terdapat maksud di balik pelaksanaan segala bentuk tuntutan yang Allah turunkan, baik dalam bentuk perintah maupun larangan.

Hal ini juga berlaku pada syariat dalam bulan Ramadhan, termasuk syariat puasa dan segala ritus yang diwajibkan maupun dianjurkan di dalamnya.

Allah subhanahu wataala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Dalam ayat di atas, takwa merupakan tujuan dan harapan utama Allah kepada hamba-Nya ketika menjalankan puasa Ramadhan. Menjadi hamba saleh yang tunduk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Namun, jika kita memahami lebih dalam tujuan Allah ini, secara umum pada seluruh perintah dan larangan yang ada di bulan Ramadhan, baik itu puasa, sedekah, bahkan zakat fitri, maka kita akan mendapati bahwa ibadah tersebut mengandung nilai ketakwaan sosial yang bersifat ganda atau multidimensi.

Hal mana ibadah-ibadah tersebut tidak hanya berkaitan dengan nilai penghambaan seorang kepada Allah, tetapi juga nilai kesalehan seorang muslim saat berinteraksi dengan muslim yang lain.

Dengan demikian, tujuan dari adanya Ramadhan adalah mendidik para hamba untuk menjadi orang yang bertakwa dalam dimensi vertikal antara dirinya dengan Allah, dan horizontal antara dirinya dengan yang lain.

Lalu bagaimana bentuknya?

Puasa dan Kepedulian Sosial

Kesalehan atau ketakwaan sosial adalah jenis kesalehan yang tidak terpaku kepada ritual formal antara seorang hamba dengan Allah, melainkan aktualisasi nilai-nilai Islam yang ditujukan kepada sesama muslim, atau secara umum kepada seluruh manusia, seperti santun, ramah-tamah, kepedulian, gotong royong, dan bahu-membahu.

Adapun puasa, secara definisi fikih adalah menahannya seseorang dari tidak makan dan minum serta hal-hal lain yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

Pengertian di atas seolah menggambarkan bahwa puasa hanya bentuk hubungan personal antara hamba dengan Allah saja, karena tidak ada keterlibatan orang lain di dalamnya. Namun, sebenarnya puasa merupakan amal yang memiliki dimensi ganda.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam al-Kamal bin Hammam dalam Fathu al-Qadir (2/300—301),

Puasa adalah rukun Islam ketiga setelah syahadat (dan shalat) yang Allah subhanahu wataala syariatkan dengan membawa banyak faedah. … Di antaranya, untuk membangun rasa kasih sayang dan kepedulian kepada orang-orang miskin. Tak lain saat seorang hamba merasakan rasa lapar di sebagian waktu ketika berpuasa, ia turut merasakan kondisi lapar yang sering dirasakan oleh orang-orang miskin.”

Senada dengan penjelasan di atas, Ibnu Rajab al-Hambali berkata,

وَسُئِلَ ‌بَعْضُ ‌السَّلَفِ: لِمَ شُرِعَ الصِّيَامُ؟ قَالَ: لِيَذُوْقَ الْغَنِيُّ طَعْمَ الْجُوْعِ فَلَا يَنْسَى الْجَائِعَ

Ketika para salaf ditanya mengapa puasa disyariatkan? Maka mereka menjawab: Agar orang kaya merasakan rasanya lapar sehingga tidak melupakan orang yang lapar.” (Ibnu Rajab, Lathaiful Maarif, hlm. 300)

Hal ini diperkuat dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ

Tidak dikatakan beriman, orang yang perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad no. 112)

Dalam riwayat lain, Nabi bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَبِيتُ وَجَارُهُ إِلَى جَنْبِهِ جَائِعٌ

Tidak dikatakan beriman, orang yang bisa tidur (karena kenyang) sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Al-Hakim no. 7307. Al-Hakim berkata: sanad hadits ini sahih)

Ketakwaan Sosial dalam Syariat Sedekah dan Zakat Fitri

Kita semua mengetahui bahwa bersedekah dan membayar zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan nilai sosial. Kepedulian terhadap sesama adalah salah satu hal yang melandasi amal baik ini.

Menariknya, di antara amal yang sangat ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya saat bulan Ramadhan adalah bersedekah dan membayar zakat.

Baca juga: Definisi, Hukum, Macam, Dalil, dan Keutamaan Sedekah

Diriwayatkan bahwa Rasulullah, baik itu filan (perbuatan) maupun qaulan (perkataan)-nya, sangat menganjurkan dan menekankan keduanya.

Abdullah bin Abbas meriwayatkan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya. Dan beliau semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari no. 6 dan Muslim no. 2308)

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَا رَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ 

Anas bin Malik meriwayatkan, seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sedekah yang nilainya paling utama?” Rasul menjawab, “Sedekah pada bulan Ramadhan.” (HR. At-Tirmidzi no. 663. At-Tirmidzi berkata: hadits ini gharib)

Juga hadits tentang anjuran untuk memberikan makan kepada orang yang berpuasa serta fadhilah besar yang Allah janjikan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” (HR. At-Tirmidzi no. 807. At-Tirmidzi berkata: hadits ini hasan sahih)

Artikel Sejarah: 5 Langkah Rasulullah dalam Membangun Masyarakat Islam di Madinah

Terakhir adalah syariat zakat fitri yang semakin menandaskan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan untuk menarbiah kepedulian sosial. Bukan hanya disunahkan, tetapi diwajibkan kepada seluruh umat muslim, baik budak maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang tua.

Dalam sebuah hadits muttafaqun alaih, Ibnu Umar meriwayatkan,

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَ بِهَا اَنْ تُؤَدِّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ اِلَى الصَّلَاةِ

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah satu sha kurma atau gandum, baik bagi muslim sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang tua. Dan beliau memerintahkan agar zakat fitrah ditunaikan sebelum orang-orang selesai mengerjakan shalat Id.” (HR. Al-Bukhari no. 1432 dan Muslim no. 984)

Demikian artikel tantang Ramadhan dan kaitannya dengan ketakwaan sosial. Semoga Allah menerima segenap amal ibadah kita selama bulan Ramadhan dan menjadikan kita hamba yang bertakwa secara personal maupun sosial. Hablum minallah wa hablum minannas. (Rusydi Rasyid/dakwah.id)

Penulis: Rusydi Rasyid
Editor: Ahmad Robith

Artikel Ramadhan terbaru:

Topik Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *