Ngaji Fikih 35 Cuka dari Khamr, Najis atau Suci dakwah.id

Ngaji Fikih #35 Cuka dari Khamr, Najis atau Suci?

Terakhir diperbarui pada · 1,255 views

Zaman dahulu, terdapat cuka dari khamr. Sementara khamr itu najis. Apabila khamr menempel pada pakaian maka dapat menyebabkan pakaian tersebut menjadi najis.

Ilat (sebab) najisnya khamr adalah karena memabukkan. Ini bersifat taabudi (ibadah), tujuannya untuk melihat siapa hamba yang taat dan siapa yang tidak taat.

Bilamana ‘ilat itu hilang, yaitu berubah menjadi cuka yang tidak lagi memabukkan, maka kenajisannya pun hilang.

Akan tetapi tidak semudah itu cuka dari khamr dapat dihukumi suci. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan terutama dalam proses perubahan khamr menjadi cuka.

Kaidah umumnya: jika khamr berubah menjadi cuka dengan sendirinya, tidak dicampur dengan bahan asing apa pun, maka saat itu khamr berubah menjadi cuka. Hukumnya pun berubah menjadi suci.

Artinya, khamr yang berubah menjadi cuka akan suci jika perubahan itu terjadi dengan sendirinya tanpa dicampur dengan zat asing apa pun.

 

Macam-macam Khamr

Perlu diketahui, ada dua jenis khamr. Pertama muhtaramah. Kedua ghairu muhtaramah.

Khamr Muhtaramah

Seseorang sengaja membuat perasan buah-buahan untuk diolah menjadi cuka, sebelum menjadi cuka perasan tersebut akan menjadi khamr terlebih dahulu, inilah yang disebut dengan khamr muhtaramah.

Muhtaramah artinya dihormati. Kenapa khamr jenis ini dihormati? Karena tujuan awalnya adalah mengolah cuka, bukan mengolah khamr, sekalipun dalam prosesnya olahan cuka ini melalui tahap menjadi khamr terlebih dahulu. Selain itu, ijma’ ulama membolehkan seseorang mengolah perasan untuk dijadikan cuka.

Khamr Ghairu Muhtaramah

Sedangkan khamr ghairu muhtaramah adalah perasan yang tujuan pengolahannya memang untuk khamr, bukan yang lain. Tentu saja pengolahan seperti ini tidak dihormati karena mengolah apa yang diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Cuka yang Najis, Cuka yang Suci

Zaman dahulu sebagian masyarakat membuat cuka seperti membuat khamr. Atau, mereka paham bahwa khamr dapat diolah menjadi cuka. Khamr adalah najis, sedangkan cuka suci.

Orang-orang ingin membuat cuka dari khamr dengan cara memasukkan benda atau zat asing ke dalam khamr. Hal ini dilakukan agar mereka dapat memanfaatkan khamr yang semulanya najis.

Ngaji Fikih #25: Seperti Apa Darah yang Termasuk Najis Itu?

Biasanya mereka memasukkan perasan baru pada khamr, atau memasukkan beberapa takaran cuka, atau memasukkan zat tertentu lainnya ke dalam khamr. Tujuannya satu, agar khamr tersebut berubah menjadi cuka dan suci.

Upaya ini memang berhasil mengubah khamr menjadi cuka. Tetapi sekalipun telah menjadi cuka, cuka dari khamr tersebut tetap dianggap cuka yang najis. Sehingga haram untuk dikonsumsi.

 

Kenapa Cuka dari Khamr Tetap Ada yang Dihukumi Najis?

Ada dua sebab kenapa cuka dari khamr tetap dianggap cuka yang najis, sehingga haram untuk dikonsumsi.

Pertama: karena mengolah khamr dengan bahan asing untuk menjadi cuka itu tidak boleh.

Kedua: karena pada dasarnya benda yang dimasukkan ke dalam khamr ikut berubah menjadi najis saat bercampur dengan khamr itu sendiri. Sehingga akan terus menjadi najis dan tidak dapat berubah menjadi suci sekalipun telah menjadi cuka.

Kendati demikian, Syaikh Yusuf Ahmad An-Nishf menjelaskan dalam Syarah al-Mukhtashar al-Lathif, bahwa khamr yang dicampur dengan benda asing yang najis, sehingga nantinya menjadi cuka maka hukumnya tetap najis.

Ngaji Fikih #30: Benarkah Khamr Itu Najis?

Sekalipun benda asing itu padat–tidak  dapat larut dan tercampur dengan khamr, dan sekalipun benda tersebut diambil sebelum proses fermentasi cuka selesai.

Apabila khamr dicampur dengan benda asing yang suci, jika benda tersebut diambil sebelum menjadi cuka, serta tidak terjadi percampuran antara khamr dan benda tersebut maka hukumnya suci.

Akan tetapi, jika benda asing itu diambil setelah proses fermentasi cuka selesai, atau terjadi percampuran antara keduanya, maka hukumnya tetap najis.

Seseorang boleh saja menyimpan perasan bahan untuk dijadikan cuka. Yang tidak boleh adalah jika perasan itu disimpan untuk dijadikan khamr. Perasan untuk khamr tersebut harus ditumpahkan atau dibuang.

Kesimpulan

Kesimpulannya: cuka dari khamr yang suci adalah yang mengalami perubahan sendiri, tanpa dicampur dengan benda asing apa pun menurut pendapat yang ashah.

Sebagai tambahan keterangan, sebagian fukaha Syafii membolehkan adanya bantuan dalam proses pengolahan dengan benda suci padat yang tidak bercampur dan diambil sebelum proses fermentasi cuka selesai.  Wallahu alam.  (dakwah.id/Arif Hidayat)

 

Daftar Pustaka:

Al-Bayan wa at-Tarif bi Maani wa Masaili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 128–129 , cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar Adh-Dhiya’.
Raudhatu ath-Thalibin wa Umdatu al-Muftin, Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, 4/72–73, cet. 3/1991 M, Beirut: Maktabah Al-Islami.

 

Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.

Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith

 

 

Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #34 Cara Menyamak Kulit Bangkai Binatang

Topik Terkait

Arif Hidayat

Pemerhati fikih mazhab Syafi'i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *