Hukum Shalat Jumat Jika Telah Melaksanakan Shalat Id-dakwah.id

Hukum Shalat Jumat Jika Telah Melaksanakan Shalat Id

Terakhir diperbarui pada · 2,215 views

Pertanyaan tentang hukum shalat Jumat bagi muslim yang telah melaksanakan shalat Id selalu mengemuka ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat. Baik itu hari raya Idul Fitri atau pun hari raya Idul Adha.

Sebagian umat Islam meyakini bahwa shalat Jumat tidak wajib ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat. Cukup diganti dengan shalat Zuhur saja.

Sebagian lain meyakini bahwa shalat Jumat tetap wajib dilaksanakan meskipun hari raya bertepatan dengan hari Jumat.

Apakah kedua praktik di atas memiliki dasar hukum dalam fikih Islam?

Untuk memudahkan dalam memahami persoalan ini, dapat dimulai dengan mendudukkan hukum shalat Jumat dalam fikih Islam terlebih dahulu.

 

Hukum Shalat Jumat dalam Fikih Islam

Shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain.

Dalil wajibnya shalat Jumat terdapat dalam firman Allah subhanahu wata’ala,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Ayat di atas memuat perintah untuk berusaha (as-Sa’yu) mendatangi seruan (adzan shalat Jumat). Dalam kaidah fikih, perintah yang terdapat dalam al-Quran itu menunjukkan pada hukum wajib. Dan tidak ada kewajiban untuk berusaha mendatangi seruan pelaksanaan suatu ibadah kecuali ibadah itu hukumnya wajib.

Selain itu, terdapat pula perintah untuk meninggalkan aktivitas jual beli pada waktu tersebut. Tujuannya, agar jual beli tersebut tidak menyibukkan diri dari ibadah yang diserukan tadi.

Jika ibadah yang diserukan tersebut hukumnya tidak wajib, apa artinya ada larangan aktivitas jual beli? (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/218)

Materi Khutbah Idul Adha: Nabi Ibrahim, Teladan Keberanian dalam Dakwah

Dalil wajibnya shalat Jumat juga terdapat dalam beberapa hadits berikut ini.

Pertama, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

‌لَيَنْتَهِيَنَّ ‌أَقْوَامٌ ‌عَنْ ‌وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ

Sungguh, hendaknya kaum-kaum itu jera untuk meninggalkan salat Jumat, atau kalau tidak, Allah akan mengunci mati hati mereka, kemudian mereka akan menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim No. 865)

Kedua, dari Abu al-Ja’d adh-Dhamri, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ ‌جُمَعٍ ‌تَهَاوُنًا بِهَا، طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

Barang siapa meninggalkan shalat Jumat tiga kali karena meremehkannya, Allah tutup pintu hatinya.” (HR. Abu Daud No. 1052. Hadits hasan shahih)

Ketiga, dari Hafshah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رَوَاحُ ‌الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

Mendatangi shalat Jumat hukumnya wajib bagi setiap (muslim) yang sudah baligh (dewasa).” (HR. An-Nasa’i No. 1371. Hadits shahih)

Dalil wajibnya shalat Jumat juga telah dinyatakan oleh para ulama sebagai Ijmak.

Di antara ulama yang menukil ijmak wajibnya shalat Jumat antara lain,

Imam al-Kasani. Beliau menyatakan,

الجمعةُ فرضٌ لا يسعُ تركُها، ويكفر جاحدُها، والدليلُ على فرضيَّة الجمعة: الكتابُ، والسُّنَّة، وإجماعُ الأمَّة

Shalat Jumat hukumnya fardhu yang tidak boleh ditinggalkan, bagi yang menolak, ia dihukumi kafir. Dalil wajibnya shalat Jumat dinyatakan dalam al-Quran, as-Sunnah, dan Ijmak kaum muslimin.” (Imam al-Kasani, Bada-i’ ash-Shana-i’, 1/256)

Imam Ibnu Qudamah. Beliau menyatakan,

الأصلُ في فرْض الجمعة: الكتاب، والسُّنة، والإجماع… وأجمَع المسلمون على وجوبِ الجمعة

Dasar hukum wajibnya shalat Jumat dinyatakan dalam al-Quran, as-Sunnah, dan Ijmak… dan kaum muslimin telah berijmak atas wajibnya shalat Jumat.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/218)

Imam Ibnul Qayim. Beliau menyatakan,

أجمَعَ المسلمون على أنَّ الجمعة فرضُ عينٍ إلَّا قولًا يُحكَى عن الشافعي أنَّها فرض كفاية، وهذا غلطٌ عليه

Kaum muslimin telah berijmak bahwa shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain, kecuali sebuah pendapat yang dihikayatkan dari imam asy-Syafi’i bahwa shalat Jumat hukumnya fardhu kifayah. Dan pendapat ini keliru.” (Zadul Ma’ad, Ibnul Qayim, 1/385)

Materi Khutbah Idul Adha: Rela Berkorban Jiwa Raga untuk Kejayaan Islam

Kitab Safinah Safinatun Najah bukubagus.id

Beli Kitab Matan Safinah plus Terjemah penerbit Zaduna

BELI VIA WA

 

Hukum Shalat Jumat jika Telah Melaksanakan Shalat Id

Para Ulama fikih berbeda pendapat dalam persoalan hukum shalat Jumat jika telah melaksanakan shalat Id.

Ada dua pendapat dalam masalah ini. Masing-masing pendapat memiliki argumentasi yang diakui sebagai satu bentuk ikhtilaf ulama yang diperbolehkan.

Pendapat pertama menyatakan hukum shalat Jumat tidak wajib jika telah melaksanakan shalat Idul Adha atau pun Idul Fitri ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat.

Pendapat kedua menyatakan bahwa hukum shalat Jumat tetap wajib dilaksanakan meskipun telah melaksanakan shalat Idul Adha atau pun Idul Fitri ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat.

Berikut ini penjelasannya secara ringkas.

 

Pendapat Pertama: Jika hari raya Id Bertepatan dengan hari Jumat, Tidak Wajib Melaksanakan Shalat Jumat

Pendapat pertama menyatakan hukum shalat Jumat tidak wajib jika telah melaksanakan shalat Idul Adha atau pun Idul Fitri ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat.

Ini pendapat Umar bin Khattab, Utsman bin Affan (tidak wajib bagi penduduk Ahlul ‘Aliyah), ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Said, dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum.

Imam asy-Sya’bi, imam an-Nakha’i, dan Imam al-Auza’i juga berpendapat demikian. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/265)

Mazhab Hanbali dalam kita Kasyaful Qina’ karya imam al-Bahuti (2/40), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Ikhtiyarat al-Fiqhiyah (440), Syaikh Ibnu Baz dalam kitab Fatawa Nur ‘ala ad-Darbi (13/354), Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin (16/171), dan Abu Malik Kamal dalam kitab Shahih Fiqh as-Sunnah (1/595-596) juga berpendapat demikian.

Salah satu alasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih pendapat ini karena beliau melihat adanya kesamaan illat antara hari Jumat dan hari raya Id, yaitu sama-sama sebagai hari raya. Maka jika bertemu dua ibadah yang sejenis, salah satu dari keduanya bisa digabungkan ke dalam ibadah satunya. (Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, 24/210-211)

Materi Khutbah Idul Adha: Meneladani 4 Karakter Nabi Ibrahim

Lembaga fatwa Al-Lajnah ad-Daimah li al-Buhuts al-‘ilmiyah wa al-Ifta’ juga memilih pendapat ini.

Lembaga fatwa ini menyatakan bahwa barang siapa yang mengerjakan shalat Id maka ia mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak mengerjakan shalat Jumat dan mencukupkan dengan mengerjakan shalat Zuhur sesuai waktunya.

Pendapat ini berdasarkan beberapa riwayat yang mengisyaratkan bahwa peristiwa semacam ini telah terjadi pada masa Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam.

Sebagaimana riwayat Zaid bin Arqam:

أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَأَلَهُ: هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيْدَيْنِ اِجْتَمَعَا فِي يَوْمِ وَاحِدٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: كَيْفَ صَنَعَ؟ قَالَ: صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَصَ فِي الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّي فَلْيُصَلِّ.

“Bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid,

Apakah engkau bersama dengan Rasulullah ketika terjadinya dua hari raya dalam satu hari?’

Zaid menjawab, ‘Iya, benar.’

Muawiyah bertanya, “Apa yang beliau lakukan?’

Dia Menjawab, “Rasulullah mengerjakan shalat ‘Id kemudian memberi keringanan (untuk tidak mengerjakan) shalat Jumat, beliau berkata, ‘Barang siapa yang menginginkan mengerjakannya (shalat Jumat), maka kerjakanlah’.” (HR. Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i dan al-Hakim dalam Mustadrak-nya, dan Imam al-Hakim berkomentar bahwa hadist ini sanadnya shahih)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan hal senada perihal peristiwa ini.

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدانِ فِي يَوْمِكُمْ هَذا فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأْهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُوْنَ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam bersabda, ‘Telah terkumpul dua hari raya pada hari ini. Maka barangsiapa yang shalat Id, maka tidak mengapa tidak baginya untuk tidak shalat Jumat. Adapun kami tetap akan mengerjakan Shalat Jumat Insyaallah.” (HR. Ibnu Majah)

Materi Khutbah Idul Adha: Tarbiyah Ruhiyah Kehidupan Nabi Ibrahim

Dalam riwayat al-Bukhari juga terdapat riwayat dari Abu Ubaid Maula Ibnu Adzhar:

قَالَ أَبُو عُبَيْدِ: شَهِدْتُ الْعِيْدَيْنِ مَعَ عُثْمَانِ بْنِ عَفَّانَ، وَكَانَ ذَلِكَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النّاسُ إِنَّ هَذا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيْهِ عِيْدانِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعُةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوالِي فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذَنْتُ لَهُ

Berkata Abu Ubaid, Aku menyaksikan dua hari raya dalam satu waktu pada masa Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, dan hari itu adalah hari Jumat. Maka Utsman shalat (Id) kemudian berkhutbah, dia berkata, ‘Wahai Manusia, sesungguhnya hari ini telah berkumpul dua hari raya bagi kalian, maka bagi penduduk pedalaman yang mau menunggu (hingga) shalat Jumat, hendaknya ia menunggu, dan barangsiapa yang hendak pulang telah aku izinkan.” (HR. Al-Bukhari)

Tiga riwayat ini adalah beberapa di antara dalil yang dijadikan argumentasi mereka yang membolehkan untuk tidak mengerjakan shalat Jumat ketika hari raya jatuh pada hari Jumat dan mencukupkan untuk mengerjakan shalat Zuhur.

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid menambahkan, bagi kaum muslimin  yang tidak mengerjakan shalat ‘Id maka mereka tidak berhak mendapatkan rukhsah meninggalkan shalat Jumat. Dan juga perlu diperhatikan, meskipun ada keringanan untuk ini, masjid-masjid yang tetap ingin melaksanakan shalat Jumat juga diperkenankan, sekaligus memfasilitasi shalat Jumat bagi mereka yang tidak mengerjakan Shalat ‘Id. (www.islamqa.info)

 

Pendapat Kedua: Jika hari raya Id Bertepatan dengan hari Jumat, Tetap Wajib Melaksanakan Shalat Jumat

Pendapat kedua menyatakan bahwa hukum shalat Jumat tetap wajib dilaksanakan meskipun telah melaksanakan shalat Idul Adha atau pun Idul Fitri ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat.

Ini adalah pendapat jumhur mazhab fikih.

Pendapat dari kalangan mazhab Hanafi dapat dijumpai dalam kitab Ad-Dur al-Mukhtar wa Hasyiyah Ibnu Abidin (2/166), Mukhtashar Ikhtilaf al-Ulama’ karya Imam ath-Thahawi (1/346),

Pendapat dari kalangan mazhab Maliki dapat dijumpai dalam kitab Manhu al-Jalil (1/453), Syarh Mukhtashar Khalil karya Al-Kharasyi (2/92), dan kitab Adz-Dzakhirah karya Al-Qarafi (2/355).

Pendapat dari kalangan Mazhab Syafi’i dapat dijumpai dalam kitab Al-Majmu’ karya Imam an-Nawawi (4/491-492) dan kitab Mughni al-Muhtaj karya imam Asy-Syarbini (1/278).

***

Catatan:

Menurut mazhab Syafi’i, hukum shalat Jumat tetap wajib bagi muslim yang telah melaksanakan shalat Idul Adha atau shalat Idul Fitri jika ia tinggal di wilayah yang dekat dengan tempat penyelenggaraan shalat Jumat (Ahlul Balad).

Sementara bagi muslim yang tinggalnya jauh dari wilayah tempat penyelenggaraan shalat Jumat (Ahlul Qura: penduduk pelosok), ia tidak wajib melaksanakan shalat Jumat meskipun telah melaksanakan shalat Idul Adha atau Idul Fitri.

***

Materi Khutbah Idul Adha: Totalitas Berislam Selayak Keluarga Ibrahim

Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menyatakan bahwa mayoritas ulama fikih memilih pendapat ini. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, 2/265)

Imam Ibnu Mundzir, Imam Ibnu Hazm, dan Imam Ibnu Abdil Barr juga memilih pendapat ini. (Al-Ausath, 4/334; Al-Muhalla, 3/303; At-Tamhid, 10/277).

Dalilnya, firman Allah Ta’ala dalam surat al-Jumu’ah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Imam ath-Thahawi menjelaskan, Allah subhanahu wata’ala tidak mengkhususkan hari raya Id dengan hari lainnya dalam hal hukum ibadah di dalamnya. (Mukhtashar Ikhtilaf al-Ulama, 1/347)

Pendapat ini juga berdalil dengan hadits-hadits wajibnya hukum shalat Jumat secara umum, seperti riwayat Thariq bin Syihab, Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam bersabda:

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ

Shalat Jumat merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan; budak, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit.” (HR. Abu Daud)

Selain itu, pendapat ini juga berdalil dengan atsar dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Abu Ubaid berkata,

ثُمَّ ‌شَهِدْتُ الْعِيدَ ‌مَعَ ‌عُثْمَانَ ‌بْنِ ‌عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَلْيَرْجِعْ، فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

“Setelah itu aku juga pernah shalat id bersama Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, waktu itu bertepatan dengan hari Jumat, kemudian dia mengerjakan shalat ied sebelum berkhutbah lalu berkhutbah.

Utsman berkata, ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini telah berkumpul dua hari raya kalian, maka siapa di antara kalian dari (Ahlul ‘Aliyah) penduduk luar kota yang hendak menunggu di sini (hingga tiba waktu Jumat), silakan menunggu, dan barang siapa menginginkan pulang sekarang, maka aku telah mengizinkannya pulang.’” (HR. Al-Bukhari No. 6292)

Kewajiban shalat Jumat bagi muslim yang telah melaksanakan shalat Id dalam atsar Utsman bin Affan di atas selain menimpa penduduk sekitar tempat diselenggarakannya shalat Jumat, juga menimpa Ahlul ‘Aliyah.

Siapakah yang disebut dengan Ahlul ‘Aliyah?

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Imam an-Nawawi menjelaskan,  Ahlul ‘Aliyah adalah penduduk di sebuah desa yang terletak di sisi timur kota Madinah.

Doktor As-Sami ‘Audh dalam bukunya Ibnu Hisyam an-Nahwi (260) juga menjelaskan, al-‘Aliyah adalah wilayah di sisi timur kota Hijaz.

Materi Khutbah Idul Adha: Merenungi Hari Raya Idul Adha

Imam an-Nawawi menyatakan Ahlus Sawad memiliki ketetapan hukum yang sama dengan Ahlul ‘Aliyah dalam persoalan ini. Siapakah yang disebut dengan Ahlus Sawad?

Beliau menjelaskan, Ahlus Sawad adalah penduduk desa (ahlul Qura) yang masih dapat mendengar suara seruan adzan sehingga ia wajib mendatangi shalat Jumat di hari biasa. (Al-Majmu’ Syar hal-Muhadzab, Imam an-Nawawi, 4/492)

Pembahasan tentang maksud Ahlul ‘Aliyah dan Ahlus Sawad ini menjadi penting dalam rangka mencari kronologis mengapa mereka ini dibolehkan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat jika telah melaksanakan shalat Id.

Hasilnya, pada saat itu, shalat Id dan shalat Jumat dilaksanakan di satu tempat, yaitu di pusat kota Madinah yang saat itu masih bernama Hijaz.

Sementara penduduk Ahlul ‘Aliyah ini terletak cukup jauh dari tempat diselenggarakannya shalat Jumat dan shalat Id. Sedangkan alat transportasi pada saat itu hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, naik keledai, unta, atau kuda.

Oleh sebab itu, dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab (4/491) disebutkan, jika penduduk Ahlul ‘Aliyah ini keluar untuk melaksanakan shalat Id, kemudian pulang, lalu kembali lagi untuk melaksanakan shalat Jumat, mereka akan mendapati kesulitan pada jarak tempuh.

Akhirnya inilah yang menjadi masyaqqah (sesuatu yang menyulitkan) bagi mereka. Dan kewajiban shalat Jumat menjadi gugur dengan adanya masyaqqah seperti ini.

Syaikh Abdullah al-Jibrin dalam tulisannya yang berjudul Ar-Ra’yu as-Sadid fima Idza Wafaqa Yaumu al-Jumu’ati al-‘Id mengilustrasikan, jarak antara lokasi Ahlul ‘Aliyah dengan tempat shalat Jumat setara dengan perjalanan selama kurang lebih dua jam.

Sebagian mereka ada yang berangkat sekitar satu jam sebelum terbit fajar. Kemudian ketika kembali pulang dari shalat Id, mereka akan menempuh waktu sekitar dua jam perjalanan lagi.

Jika mereka harus berangkat untuk shalat Jumat, mereka akan menempuh jarak perjalanan kurang lebih dua jam lagi. Kemudian pulang ke rumah juga harus menempuh jarak perjalanan sekitar dua jam lagi.

Maka, persoalan jarak tempuh menuju tempat shalat Jumat ini sangat menyulitkan mereka.

Selain berdalil dengan al-Quran, as-Sunnah, dan Atsar Utsman bin Affan, kelompok ini juga berdalil dengan nalar hukum.

Shalat Jumat adalah ibadah yang sifatnya fardhu, sedangkan shalat Idul Adha atau Idul Fitri adalah ibadah yang sifatnya tathawwu’. Maka, secara kaidah fikih ibadah yang sifatnya tathawwu’ tidak dapat menggugurkan ibadah yang sifatnya fardhu. Dilaksanakannya shalat Idul Adha atau pun Idul Fitri tidak dapat menggugurkan wajibnya pelaksanaan shalat Jumat. (Al-Muhalla, Ibnu Hazm, 3/304)

 

Jadi, Mana yang Harus Dipilih: Pendapat yang Menyatakan Hukum Shalat Jumat Tetap Wajib, atau Sebaliknya?

Dalam perkara hukum yang masuk dalam lingkaran ikhtilaf ulama, setiap muslim memiliki hak untuk memilih pendapat.

Ukuran pilihannya adalah memilih pendapat yang diyakini paling mendekati kebenaran sesuai dengan kemampuan dan kadar keilmuan masing-masing.

Jika memandang pendapat yang menyatakan hukum shalat Jumat adalah tidak wajib jika telah melaksanakan shalat Id ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat itu sebagai pendapat lebih mendekati kebenaran, silakan mengamalkannya.

Artikel Doa: Ucapan Selamat dan Doa Atas Kelahiran Anak dalam Hadits Shahih

Jika memandang pendapat yang menyatakan hukum shalat Jumat adalah wajib meskipun telah melaksanakan shalat Id ketika hari raya Id bertepatan dengan hari Jumat itu sebagai pendapat lebih mendekati kebenaran, silakan mengamalkannya.

Dengan syarat, pilihannya adalah berdasarkan ilmu, bukan berdasarkan nafsu.

Syaikh ‘Ali Jum’ah dalam fatwanya berpesan,

“Masalah ini adalah merupakan masalah khilafiyah, maka ia bersifat lapang dan tidak sepatutnya seseorang membenturkan pendapat satu mazhab dengan pendapat mazhab lain. Dengan demikian, shalat Jumat tetap dilaksanakan di masjid-masjid, sebagai pengamalan terhadap hukum asalnya dan sebagai suatu kehati-hatian dalam pelaksanaan ibadah.”

“Dan barang siapa yang kesulitan untuk menghadiri shalat Jumat atau ingin mengambil rukhsah dengan mengikuti pendapat yang menggugurkan kewajiban dari shalat Jumat karena telah menunaikan shalat Id, maka dia boleh melakukannya dengan syarat dia tetap melakukan shalat Zuhur sebagai ganti dari shalat Jumat. Juga dengan tidak menyalahkan orang yang menghadiri shalat Jumat.” (Fatwa no. 366 tahun 2006 Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah, www.dar-alifta.org)

Wallahu a’lam. (Fajar Jaganegara/dakwah.id)

Artikel Fikih terbaru:

Topik Terkait

Fajar Jaganegara, S.pd

Pengagum sejarah, merawat ingatan masa lalu yang usang tertelan zaman. Mengajak manusia untuk tidak cepat amnesia. Pengagum perbedaan lewat khazanah fikih para ulama. Bahwa dengan berbeda, mengajarkan kita untuk saling belajar dan berlapang dada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *