Virus Corona Hikmah di Balik Musibah-dakwah.id

Virus Corona: Hikmah di Balik Musibah

Terakhir diperbarui pada · 2,671 views

Kuman, bakteri dan virus sangat erat hubungannya dengan manusia. Dengan ukurannya yang mikroskopis ia bisa menempel di mana saja pada bagian tubuh manusia. Sebuah penelitian dari Universitas of Colorado menyebutkan bahwa pada tangan manusia terdapat 3.200 bakteri dari 150 species dengan ragam dan tingkat bahaya yang berbeda-beda.

Sangat wajar tangan menjadi tempat ternyaman bersarangnya ribuan bakteri dan kuman. Jika dilihat dari fungsinya, tangan manusia hampir tidak pernah absen bersentuhan dengan benda sepanjang waktu. Membuka pintu, bersalaman, memegang uang, dan aktivitas yang membutuhkan sentuhan lainnya.

Prof. Chris Sam dari National University of Singapore, mengawasi penelitian yang dilakukan oleh Channel News Asia, adapun objek penelitian adalah tangan manusia yang menyentuh berbagai benda dan respon bakteri di dalamnya.

Penelitian tersebut menyebutkan bahwa saat tangan mendorong sebuah troli belanja di swalayan, terdapat bakteri Staphylococcus aureus yang dapat menyebabkan infeksi serius. Dalam sampel kasus lain adalah saat seseorang menyentuh menu makanan di kedai kopi, dan saat interaksi dengan hewan. Disebutkan bahwa pergerakan bakteri meningkat sekaligus bertambah secara kuantitas. (www.cnn.com)

Baca juga: Istifta’: Covid-19, Lockdown, dan Eksistensi Fatwa Ulama

Selain bakteri, hal lain yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia adalah virus. Seperti virus corona (Covid-19) yang hari ini tengah menjadi pandemi dengan penyebaran lebih dari seratus negara dengan korban ribuan jiwa.

Virus corona adalah jenis virus yang membutuhkan medium (perantara) untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu yang paling sering terjadi adalah melalui tangan, maka para ahli kesehatan menganjurkan untuk sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer sebagai upaya pencegahan.

 

Air Sebagai alat Bersuci

Air adalah alat utama untuk membersihkan kotoran, sekaligus air juga memiliki kemampuan untuk menghilangkan bakteri dan kuman. Karena menurut ahli kesehatan mencuci tangan dengan air mengalir dapat menurunkan jumlah kuman di tangan hingga 58%.(Gerou dkk, Efficacy of Handrubbing with an Alcohol Based Solution versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap: randomised clinical trial. BMJ 325 : 362-5)

Dalam kajian fikih Islam, kedudukan air dalam proses istinja’ (membersihkan kotoran) adalah lebih utama dibandingkan alat bersuci lainnya. Karena air memiliki sifat membersihkan.

Sebagaimana yang Allah telah firmankan:

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ

“Dan Allah menurunkan kepadamu dari air dari langit yang menyucikanmu dengannya..” (QS. Al-Anfal: 11)

Maka kebiasaan bersuci dan mencuci tangan telah diajarkan oleh Islam jauh sebelum adanya pengetahuan tentang sanitasi kesehatan, di mana para ahli medis mengajurkan untuk mencuci tangan selepas beraktifitas.

Konsep kebersihan seperti inilah yang membentuk pribadi seorang muslim untuk selalu mencintai kebersihan. Karena kebersihan menjadi bagian dari keimanan. Dan budaya cuci tangan ini bahkan menjadi rangkaian wajib dalam wudhu yang harus dilakukan sebelum mengerjakan ritual ibadah shalat. Maka ia tidak hanya sebuah budaya saja, tapi juga ibadah.

 

Konsep kebersihan dalam Islam

Islam sebagai agama dengan misi menyebarkan rahmat ke seluruh semesta memiliki konsep kebersihan yang sangat komprehensif.

Konsep kebersihan dalam Islam bisa dilacak dari al-Quran sebagai sumber utama yang menjelaskan hal tersebut. Bahkan ayat tentang kebersihan (bersuci) termasuk ayat yang mula-mula Allah turunkan kepada Nabi-Nya.

Baca juga: Virus Corona Menyebar, Adakah Hadits Doa Terhindar dari Wabah Penyakit?

Allah berfirman:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّر

“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al-Muddatstsir: 4)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah kebersihan yang meliputi jiwa dan raga.

Dari segi jiwa, perintah untuk membersihkan disini berarti membersihkan kotoran-kotoran hati seperti riya’, ujub, sombong, dan lalai. Kotoran- kotoran tersebut harus dihilangkan dari hati seorang muslim sebelum beribadah kepada Allah.

Setelah kebersihan hati, ayat ini juga bermakna kebersihan zhahiri, atau jasmani. Perintah membersihkan pakaian pada ayat ini bermakna membersihkan pakaian dari segala bentuk najis yang mengotorinya di setiap waktu, terkhusus waktu-waktu shalat. Karena shalat tidak akan sah kecuali dengan terbebas dari najis yang melekat pada diri seseorang.

Maka perintah untuk menyucikan jasmani adalah bagian dari menyempurnakan kesucian jiwa seseorang. (Lihat: Abdurrahman as-Sa’di, Taisir Kalim ar-Rahman fii Tafsir Kalam al-Mannan, 1/895)

Semangat kebersihan yang Islam ajarkan adalah semangat yang dibangun berasaskan keimanan. Karena menjadi bersih dan mencintai kebersihan tersebut adalah perintah Allah, sehingga praktek kebersihan yang dilakukan seorang muslim tidak hanya sebuah upaya melakukan kebersihan, namun lebih dari itu merupakan ibadah yang bernilai pahala.

Seperti yang termaktub pada surat al-Maidah ayat 6, di mana ayat ini berisi perintah kepada setiap muslim yang akan mengerjakan shalat untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan membasuh wajah, tangan hingga siku, kepala dan kaki hingga mata kaki. Dan aktivitas bersuci ini dilakukan minimal 5 kali dalam sehari mengikuti kewajiban shalat lima waktu bagi setiap muslim.

Selain tentang wudhu, ayat ini juga mewajibkan mandi bagi setiap muslim yang junub (hadats besar). Yaitu mandi yang diwajibkan paska hubungan suami-istri ataupun mimpi basah.

Islam dan kebersihan adalah dua hal yang tidak akan pernah terpisahkan. Maka tidak heran dalam literatur kitab-kitab fikih dari klasik hingga modern, bab thaharah (bersuci) adalah pembahasan pertama yang dibahas sebelum pembahasan hukum-hukum terkait ibadah dan muamalah lainnya.

Dalam hadist-hadist nabi, pesan-pesan kebersihan tergambar jelas; baik dari apa yang beliau sabdakan maupun yang beliau lakukan.

Dimulai dari tidak sahnya shalat seseorang tanpa berwudhu terlebih dahulu, sunnah-sunnah wudhu yang begitu detail membersihkan anggota tubuh, larangan buang air pada air tergenang, tidak memegang kemaluan dengan tangan kanan, anjuran untuk sikat gigi, disunahkan untuk mencukur kumis dan bulu kemaluan, memotong kuku, bersunat, membersihkan tempat-tempat yang terkena najis dan sunnah-sunnah lainnya.

Selain bicara tentang kebersihan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga sudah mengajarkan soal kerapian dan keindahan sebagai bagian dari nilai estetika yang juga masuk dalam perhatian.

Seperti pesan-pesan untuk menggunakan pakaian terbaik saat akan shalat, anjuran menyisir rambut dan meminyakinya, anjuran menggunakan wangi-wangian, dan lain sebagainya.

Dari seluruh ajaran Islam tersebut, maka bisa dipastikan Islam adalah agama satu-satunya di dunia yang punya konsep kebersihan yang sempurna. Mulai dari perkara mendasar dari asas kebersihan hingga nilai estetika dalam keindahan dan kerapian.

Padahal Islam ini Allah turunkan di tengah-tengah padang pasir sejak 14 abad yang lalu, di sebuah tempat yang sulit untuk mendapatkan air, di tengah bangsa Arab yang dikenal sebagai bangsa yang tertinggal dan jauh dari sumber peradaban.

Baca juga: Goresan Api Fitnah dalam Lembaran Sejarah Islam

Tapi justru saat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus dengan membawa Islam dengan segala kesempurnaannya, bangsa Arab bertransformasi menjadi manusia yang memiliki kesempurnaan ilmu tentang bersuci dan menjaga kebersihan, sekaligus paham nilai-nilai keindahan dan kerapian.

Maka jika Islam bukan datang dari Allah, tidak akan mungkin ada konsep kebersihan selengkap ajaran Islam. Dan semua ilmu tersebut telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berbilang abad yang lalu, jauh sebelum para ahli medis menemukan fakta-fakta tentang kesehatan seperti di abad modern hari ini.

 

Hikmah di Balik Musibah

Virus Corona yang hari ini mewabah di seluruh dunia benar-benar musibah besar bagi manusia. Ribuan nyawa menemui ajalnya. Ratusan ribu lainnya dikarantina. Para tenaga medis; para dokter dan perawat kelelahan menghadapi hari-hari penuh kematian. Karena dalam beberapa kasus hanya soal waktu mereka menjadi korban.

Namun apapun yang terjadi di dunia ini tidak akan pernah tanpa arti. Di balik musibah pasti ada hikmah.

Teringat sebait syair yang pernah dikatakan al-Mutanabi, seorang penyair Arab tersohor, ia berkata:

مَصَائِبُ قَوْمٍ عِنْدَ قَوْمٍ فَوَائِدُ

“Musibah bagi suatu kaum, adalah kebaikan bagi kaum lainnya.”(Adab ad-Dunya wa ad-Din, Abu Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi, 474)

Virus Corona memang menyebabkan musibah besar bagi kemanusian, tapi hikmah yang ditimbulkan juga tidak boleh disepelekan.

Baca juga: Keong Boleh Dimakan? Begini Penjelasan Syaikh Al-Munajjid

Coba lihat broadcast-broadcast di media sosial, mulai dari whatsapp, facebook, instagram, twitter, hingga youtube, tersebar narasi yang menggambarkan bahwa Islam telah mengajarkan umatnya cuci tangan. Dengan beragam bentuk dan kreasi pesan tersebut berusaha untuk dikampanyekan.

Apa hikmahnya?

Orang-orang mulai melirik lagi bagaimana Islam bicara tentang kebersihan, ayat-ayat dan hadist-hadist yang berisi tentang hal tersebut diangkat lagi untuk menunjukkan kepada dunia; Islam sudah bicara tentang cuci tangan, bahkan sejak ribuan tahun lalu.

Jika dipikir-pikir, kejadian ini menggelitik. Unik. Manusia itu seringnya harus disadarkan dengan cara yang tidak biasa.

Virus Corona, dalam waktu kurang lebih tiga bulan mampu membuat hampir seluruh dunia menyadari arti penting sebuah cuci tangan, arti penting menjaga kebersihan, cara adab bersin dan meludah, dan solusi karantina untuk menghadapi wabah.

Hanya tiga bulan! Semua berubah. Inilah hikmah.

Meski bagi seorang muslim hal tersebut cukup menyedihkan, karena ia harus belajar nilai-nilai kebersihan justru setelah musibah, padahal Allah dan rasul-Nya sudah memberikan konsep kebersihan terbaik; tentang bagaimana menjadi seorang muslim yang selalu menjaga dirinya selalu bersih dan suci, indah dan rapi dalam setiap kesempatan.

Semoga wabah ini segera pergi agar dunia ini lekas pulih kembali. Semoga manusia mau belajar melihat kebenaran tanpa perlu diuji terlebih dahulu dengan ancaman. Nasalullahal ‘Afiyah. (Fajar Jaganegara/dakwah.id)

Topik Terkait

Fajar Jaganegara, S.pd

Pengagum sejarah, merawat ingatan masa lalu yang usang tertelan zaman. Mengajak manusia untuk tidak cepat amnesia. Pengagum perbedaan lewat khazanah fikih para ulama. Bahwa dengan berbeda, mengajarkan kita untuk saling belajar dan berlapang dada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *