Shalat Alfiyah Nishfu Sya'ban itu Bagaimana sih Asal Usulnya

Shalat Alfiyah Nishfu Sya’ban itu Bagaimana sih Asal Usulnya?

Terakhir diperbarui pada · 3,157 views

Pernah dengar istilah Shalat Alfiyah yang dilaksanakan pada malam pertengahan bulan Sya’ban atau malam Nishfu Sya’ban? Berdasarkan penelusuran dari beberapa kitab, disimpulkan bahwa Shalat Alfiyah adalah shalat yang dilakukan pada malam Nishfu Sya’ban. Konon, disebut dengan ‘Alfiyah’ sebab dalam shalat tersebut ayat yang dibaca hanyalah surat al-Ikhlash saja. Surat tersebut dibaca sebanyak seribu kali. Seribu dalam bahasa arab disebut dengan istilah Alfun.

Ada pula yang menyebutkan, shalat yang dilaksanakan pada malam Nishfu Sya’ban itu disebut dengan Shalat Alfiyah karena shalat tersebut dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Pada tiap rakaat membaca al-fatihah sekali dan surat al-Ikhlash sepuluh kali. Sehingga, shalat ini terasa cukup memberatkan. (Al-Ba’its Ala Inkaril Bida’ wal Hawadits, 50)

Bagaimana Asal Usul Shalat Alfiyah Ini?

Jika ditelusuri dengan urutan dalil syariat, tidak ada ayat al-Quran yang menunjukkan adanya perintah untuk melaksanakan Shalat Alfiyah ini. Kemudian ketika ditelusuri dalam hadits-hadits Nabi, tidak ditemukan pula hadits yang shahih yang menunjukkan adanya syariat Shalat Alfiyah ini.

Baca juga: Hadits Puasa Rajab Apakah Ada yang Shahih Sebagai Dalil Pembolehannya?

Hanya saja, ditemukan sebuah riwayat yang memuat asal muasal Shalat Alfiyah ini. Jika didasarkan pada riwayat ini, akan tampak bahwa Shalat Alfiyah memang bukan berasal dari perbuatan, perintah, atau anjuran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Disebutkan oleh Abu Bakar al-Thurthusyi, dari Muhammad al-Maqdisi, ia berkata, “Kami di Baitul Maqdis tidak memiliki amalan shalat Ragha-ib seperti ini yang dilaksanakan pada bulan Rajab dan Sya’ban.”

Kemudian ia melanjutkan, “Kemudian, yang terjadi pertama kali pada kami pada tahun 448, seorang-laki-laki dari Nablus datang kepada kami di baitul Maqdis. Ia dikenal sebagai Ibnu Abi al-Hamra’. Dia memiliki kemampuan tilawah yang bagus. Kemudian ia berdiri untuk shalat di Masjid al-Aqsha pada malam Nishfu Sya’ban.”

“Kemudian ada satu orang yang ikut shalat di belakangnya. Lalu terus diikuti oleh tiga, empat, dan menjadi jamaah yang banyak hingga shalat itu berakhir. Kemudian orang itu datang lagi di tahun berikutnya. Ada banyak orang yang ikut shalat bersamanya hingga memenuhi masjid. Akhirnya shalat ini menyebar luas di masjid-masjid dan di rumah-rumah. Dan akhirnya seolah-olah shalat itu telah ditetapkan sebagai amalan sunnah hingga saat ini.”

Kemudian Abu Bakar al-Thurthusyi bertanya kepada Abu Muhammad al-Maqdisi, “Aku pernah melihatmu melaksanakan shalat itu dalam sebuah jamaah shalat.” Ia pun menjawab, “Ya, Aku memohon ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari perbuatan itu.” (Al-Hawadits wal Bida’, 121)

Baca juga: Ngantuk Ketika Shalat Menimpa Anda, Apa yang Semestinya Dilakukan?

Sementara itu, ada sumber lain yang menyebutkan shalat ini munculnya di Mekah. Sudah menjadi kebiasaan para penduduk Mekah ketika tiba malam Nishfu Sya’ban, mereka menghidupkan malam tersebut dengan Shalat Alfiyah di masjid, kemudian thawaf, dan membaca al-Quran hingga khatam. Mereka meyakini orang yang shalat pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak seratus rekaat yang pada tiap rekaatnya membaca al-Ikhlash sepuluh kali, kemudian meminum air zam-zam, maka mereka akan mendapat limpahan barakah dari Allah. (Akhbar Makkah, Al-Fakihi, 3/48)

Apakah Shalat Alfiyah ini Boleh Diamalkan?

Dalam kaidah syar’i disebutkan,

اَلْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ التَّحْرِيْمُ

Hukum asal amal Ibadah adalah haram.

Maksud dari kaidah ini, seluruh bentuk ibadah itu harus memiliki dasar hukum atau dalil yang jelas dari syariat. Jika tidak, maka bentuk ibadah tersebut tidak boleh dilaksanakan.

Baca juga: Sakaratul Maut Pasti Menghampirimu!

Sama halnya dengan Shalat Alfiyah, meskipun amalan itu bentuknya adalah shalat dengan jumlah rekaatnya yang seratus, dan bacaan surat al-Ikhlash sebanyak seribu kali, serta dilaksanakan di malam Nishfu sya’ban, namun karena tidak memiliki dasar hukum atau dalil yang kuat, baik dari al-Quran atau dari Nabi; dalam bentuk perintah, anjuran, atau contoh perbuatan, maka tidak boleh melaksanakan shalat ini. Apalagi setelah diketahui ternyata yang pertama kali melakukannya bukan Nabi. Tentu ini menjadi data penguat bahwa shalat ini bukanlah shalat yang disunnahkan.

Ditambah lagi, banyak pernyataan dari para ulama yang berisi larangan untuk melaksanakan shalat ini. Imam an-Nawawi rahimahullah saat membahas shalat ragha-ib dan Shalat Alfiyah di malam Nishfu Sya’ban beliau mengatakan dengan lebi tegas, “Dua shalat ini adalah bentuk bid’ah munkar yang buruk.” (Al-Majmu’, 4/61) Wallahu a’lam. [M. Shodiq/dakwah.id]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *