Puasa Adalah Perisai Hadits Puasa 12-dakwah.id

Puasa Adalah Perisai — Hadits Puasa #12

Terakhir diperbarui pada · 15,759 views

Puasa Adalah Perisai — Hadits Puasa #12

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Puasa adalah perisai. Maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula ribut-ribut.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Dan jangan berbuat bodoh.” “Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).” (HR. Al-Bukhari No. 1894; HR. Muslim No. 1151)

 

Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang puasa dituntut untuk menjaga kesempurnaan puasanya dan menghindari dari segala hal yang membatalkannya. Di antara cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghiasi diri dengan akhlak karimah dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela.

Dengan begitu orang yang puasa dapat meraih pahala yang diinginkan dan mendapat ampunan Allah ‘azza wajalla sebagaimana yang dijanjikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zuur (perkataan dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.” (HR. Al-Bukhari No. 6057).

Baca juga: Keutamaan Membaca Al-Quran di Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #6

Sabda beliau, ash-Shiyamu junnatun artinya puasa adalah perisai. Perisai yang menangkalmu. Maksudnya, melindungi dan menjauhkan dari sesuatu yang menakutkanmu.

Makna yang diinginkan dari kalimat ash-Shiyamu junnatun dalam teks hadits di atas adalah bahwa puasa itu akan menjadi perisai yang melindungi pelakunya dari berbagai bentuk kemaksiatan di dunia.

Jika di dunia saja orang yang puasa memiliki perisai pelindung dari kemaksiatan, maka di akhirat kelak ia akan memiliki perisai pelindung dari neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ

Puasa adalah perisai seperti perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.” (HR. An-Nasa’i No. 2230; HR. Ibnu Majah No. 1639; HR. Ahmad, 26/205; dan lainnya. Hadits ini sanadnya shahih)

Ini adalah dalil yang sangat jelas atas keutamaan puasa sebagai perisai.

Baca juga: 12 Keutamaan Shalat Malam dalam Al-Quran dan Hadits Shahih

Kalimat Fa la yarfuts artinya maka jangan berbuat kotor. Ar-Rafats adalah perkataan atau perbuatan keji. Makna yang dituju dalam konteks ini adalah berduaan dengan lawan jenis (suami istri) untuk melakukan jimak atau bercumbu untuk membangkitkan syahwat.

Makna ini sebagaimana yang dimaksud dalam firman Allah ‘azza wajalla,

 اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Selain makna tersebut, banyak pula ulama yang menafsirkan istilah ar-Rafats pada hadits di atas dengan al-Fuhsyu (perbuatan keji) dan radi’ al-Kalam (perkataan kotor/buruk).

Kalimat wa la yashkhab artinya dan jangan ribut. Ash-Shakhbu artinya keributan; teriakan; suara yang bercampur tidak keruan.

Kalimat wa la yajhal artinya dan jangan bodoh. Maksud dari istilah al-Jahlu dalam konteks hadits di atas adalah jangan melakukan tindakan orang-orang bodoh seperti berteriak-teriak tidak jelas, menjerit-jerit, dan semisalnya.

Baca juga: Makan atau Minum Karena Lupa Saat Puasa — Hadits Puasa #9

Kalimat  fal yaqul inni shaim maksudnya jika ada seseorang yang mengajak berkelahi atau bertengkar atau menghina maka hendaknya orang yang puasa tidak perlu menanggapinya dengan sikap serupa. Namun cukup ditanggapi dengan kalimat, inni shaim; saya sedang puasa.

Harapannya, sikap tersebut dapat meredam permusuhan dan hinaan yang lebih parah, yakni dengan menyadarkan dirinya bahwa orang yang ia musuhi sedang melaksanakan ibadah puasa.

Sesungguhnya puasa yang benar-benar diterima adalah puasanya anggota badan dari berbagai bentuk dosa, puasanya lisan dari dusta dan perkataan keji, puasanya perut dari makanan dan minuman, dan puasanya kemaluan dari jimak dan percumbuan.

Puasa adalah madrasah edukasi yang mengajarkan sikap kelembutan, kesabaran, kejujuran, dan dorongan untuk membiasakan diri dengan akhlak yang mulia dalam perkataan dan perbuatan.

Baca juga: Adab Makan Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Orang yang puasa semestinya ia tidak suka bertengkar dengan berteriak-teriak, tidak melakukan tindakan bodoh, tidak berlebihan dalam hal apa pun, tidak pemarah, tidak berdusta, dan tidak berkata kotor.

Orang yang puasa semestinya selalu menghiasi lisannya dengan zikir, lebih banyak diam untuk bertafakur. Karena waktu yang dimiliki orang yang puasa lebih berharga dan lebih mahal dari pada melakukan semua sikap keburuan yang trelah disebutkan tadi. Di mana perbuatan buruk itu justru akan menggerus habis pahala puasanya dan menghapus tujuan mulia ibadah puasa. Wallau a’lam [Sodiq fajar/dakwah.id]

 

 

اَللَّهُمَّ اهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّاتِنَا، وَأَزْوَاجِنَا وَأَوْلَادِنَا، وَاغْفِرْ اَللَّهُمَّ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ.

Ya Allah, tunjukkanlah kami jalan keselamatan, selamatkan kami dari kegelapan menuju cahaya-Mu, jauhkan kami dari perbuatan keji yang tampak atau pun yang tersembunyi, limpahkanlah keberkahan pada pendengaran kami, pada penglihatan kami, pada kekuatan kami, pada istri-istri kami, pada anak-anak kami, dan ampunilah dosa kami, dosa kedua orang tua kami, dan dosa seluruh kaum muslimin.

 

Diadaptasi dari kitab: Mukhtashar Ahadits ash-Shiyam
Penulis: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Penerjemah: Sodiq Fajar

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *