Ngaji Fikih 43 Menjauh dari Keramaian Saat Buang Hajat dakwah.id

Ngaji Fikih #43: Menjauh dari Keramaian Saat Buang Hajat

Terakhir diperbarui pada · 246 views

Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Menutup Aurat ketika Buang Hajat. Kali ini, pembahasan serial Ngaji Fikih selanjutnya adalah Menjauh dari Keramaian Saat Buang hajat.

Seri adab buang hajat disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, karya Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, dengan perubahan dan tambahan.

Untuk membaca serial Ngaji Fikih secara lengkap, silakan klik tautan berikut:

BACA

Salah satu adab buang hajat adalah menjauh dari keramaian manusia, agar tidak menyakiti mereka dengan aroma yang dibenci atau hal-hal kotor yang tidak disukai.

Kenapa Harus Menjauhi Keramaian?

Pada umumnya, orang akan merasa jijik dengan kotoran manusia, kecuali bagi sebagian orang yang sudah menjadi pekerjaan dan penghidupannya. Bahkan dengan kotoran sendiri pun orang merasa jijik.

Sebab itulah Islam mengajarkan tentang kebersihan dan fitrah kepada umat manusia. Di antaranya, saat buang hajat hendaknya menjauhi keramaian dari manusia yang lain.

Disunahkan bagi siapa pun untuk menjauh dari keramaian saat buang hajat. Ukuran jaraknya sejauh tidak tercium aroma kotorannya dan sejauh tidak terdengar suara buang hajatnya.

Dalilnya adalah hadits Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata:

كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجَتَهُ فَأَبْعَدَ فِي الْمَذْهَبِ

“Suatu ketika aku pergi bersafar dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam buang hajat, beliau menjauhkan jaraknya (dari keramaian).” (HR. At-Tirmidzi No. 20)

Bagi orang yang sedang terkena diare sehingga tidak dapat menahan kotorannya, kemudian dia tidak sengaja buang hajat di tengah keramaian, maka hendaknya dia segera menjauh dari orang-orang.

Jika tidak bisa melakukannya maka orang-oranglah yang akan menjauhinya. Itu pun jika dia yang bersangkutan tidak merasa malu.

Memperhatikan Letak Posisi Kamar Mandi Rumah

Berkaitan dengan adab ini, letak dan posisi kamar mandi rumah juga harus diperhatikan. Sebagian orang membangun kamar mandi di luar rumah, terpisah antara rumah utama dan kamar mandi. Cara ini sudah cocok dengan adab yang diajarkan sunah.

Dan sebagian orang membangun kamar mandi di dalam rumah, atau bahkan di dalam kamar. Jika demikian adanya, kamar mandi harus dibangun dengan sebaik mungkin; baik dari sisi letak maupun dindingnya. Sehingga, jangan sampai menjadi sebab orang lain merasa terganggu dengan kamar mandi tersebut. Wallahu a’lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)

(Disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 84, cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar Adh-Dhiya’, dengan perubahan dan tambahan)

Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.

Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith

Artikel Ngaji Fikih Terbaru:

Topik Terkait

Arif Hidayat

Pemerhati fikih mazhab Syafi'i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *