Benarkah Busana Muslimah Harus Warna Hitam-dakwah.id

Benarkah Busana Muslimah Harus Warna Hitam?

Terakhir diperbarui pada · 3,014 views

Mungkin Anda pernah—atau bahkan sering—berpapasan dengan wanita Muslimah yang mengenakan busana Muslimah serba warna hitam. Gamisnya berwarna hitam, jilbabnya juga warna hitam.

Banyaknya wanita Muslimah yang mengenakan busana Muslimah lengkap dengan hijabnya dengan warna hitam, akhirnya memunculkan satu persepsi di masyarakat, “Apa iya, sih, busana Muslimah itu harus warna hitam?”

Nah, pada kesempatan kali ini, tulisan ini akan mengupas masalah busana Muslimah yang telah dipersepsikan secara luas harus warna hitam. Dengan meneliti beberapa pendapat ulama dalam kitab-kitab turats, insyaallah akan kita temukan titik terang dalam permasalahan ini.

 

Syarat Busana Muslimah Apa Saja, Sih?

Dalam kitab-kitab fikih disebutkan beberapa syarat yang harus terpenuhi pada busana muslimah. Di antaranya,

  1. Menutupi seluruh badan
  2. Tidak mengandung fungsi hiasan
  3. Pakaian muslimah harus tebal dan tidak membentuk bagian tubuh yang ditutupi
  4. Harus lebar dan tidak ketat
  5. Pakaian Muslimah tidak diberi parfum atau wewangian
  6. Pakaian Muslimah tidak boleh menyerupai pakaian kaum laki-laki
  7. Pakaian Muslimah tidak boleh menyerupai pakaian orang-orang kafir
  8. Pakaian Muslimah tidak boleh mengandung unsur pakaian syuhrah (ketenaran)

Penjelasan lebih rinci tentang syarat busana muslimah di atas dapat Anda baca di artikel postingan dakwah.id bagian ini:

Pakaian Muslimah Harus Memenuhi 8 Syarat Ini

Apakah Busana Muslimah Harus Warna Hitam?

Melihat beberapa syarat busana muslimah di atas, tidak ada ulama yang mensyaratkan busana muslimah harus menggunakan warna hitam.

Syariat Islam memberikan kelonggaran kepada wanita muslimah untuk mengenakan busana dengan warna apa pun selain warna yang memang identik dengan warna laki-laki. Juga selain mengenakan busana yang membawa fungsi perhiasan diri, seperti banyak terdapat hiasan atau semisalnya yang mengundang lirikan mata lawan jenis.

Dalilnya, firman Allah subhanahu wata’ala,

وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ

Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya).” (QS. An-Nuur: 31)

Secara umum, isyarat pada ayat di atas mencakup pakaian luar yang memiliki sifat atau membaawa fungsi perhiasan atau semisal itu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ، وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاتٌ

Janganlah kalian menghalangi kaum wanita itu pergi ke masjid masjid Allah, akan tetapi hendaklah mereka itu pergi tanpa memakai wangi-wangian.” (HR. Abu Daud no. 565. Hadits shahih)

Dalam kitab ‘Aunul Ma’bud (2/192) disebutkan,

Wa hunna tafilaat” maksudnya tanpa menggunakan parfum wewangian… Kami diperintahkan untuk melakukan itu dan kami dilarang menggunakan parfum wewangian agar tidak memancing pandangan laki-laki. Termasuk dalam makna ini adalah segala sesuatu yang memancing atau mengundang syahwat laki-laki. Seperti model pakaian yang sangat menawan, atau mengenakan perhiasan yang dapat mengundang lirikan, atau perhiasan yang membuat bangga diri.

Maka menjadi kewajiban bagi setiap muslimah ketika dirinya berada di hadapan seorang laki-laki selain mahram untuk tidak mengenakan busana muslimah yang penuh dengan hiasan dimana hal itu akan menarik perhatian laki-laki tersebut.

Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan,

يَجُوزُ لُبْسُ الثَّوْبِ الْأَبْيَضِ وَالْأَحْمَرِ وَالْأَصْفَرِ وَالْأَخْضَرِ وَالْمُخَطَّطِ وَغَيْرِهَا مِنْ أَلْوَانِ الثِّيَابِ وَلَا خِلَافَ في هذا ولا كراهة في شئ مِنْهُ

“Boleh mengenakan pakaian berwarna putih, merah, kuning, hijau, pakaian bergaris warna, dan semisalnya. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama, juga tidak ada yang menghukumi makruh dalam hal ini.” (Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Imam an-Nawawi, 4/452)

Dalam kitab yang lain beliau menjelaskan,

يَجُوزُ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ لُبْسُ الثَّوْبِ الْأَحْمَرِ وَالْأَخْضَرِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الْمَصْبُوغَاتِ بِلَا كَرَاهَةٍ، إِلَّا مَا ذَكَرْنَا فِي الْمُزَعْفَرِ وَالْمُعَصْفَرِ لِلرِّجَالِ

“Laki-laki dan perempuan boleh mengenakan pakaian berwarna merah, hijau, atau pakaian yang dicelup dengan warna lainnya, tanpa ada ulama yang menghukuminya makruh, kecuali sebagaimana yang telah kami sebutkan tentang pakaian muza’far (dicampur dengan warna kuning) dan mu’ashfar (dicampur dengan warna merah) bagi laki-laki.” (Raudhatuth Thalibin wa ‘umdatul Muftin, Imam an-Nawawi, 2/69)

Artikel Fikih: Cadar, Bukti Keimanan Hingga Fashion Kekinian

Ibnu Abdil Barr dari mazhab Maliki juga berpendapat,

أَمَّا النِّسَاءُ فَإِنَّ الْعُلَمَاءَ لَا يَخْتَلِفُونَ فِي جَوَازِ لِبَاسِهِنَّ الْمُعَصْفَرَ الْمُفَدَّمَ وَالْمُوَرَّدَ وَالْمُمَشَّقَ

“Adapun bagi wanita, para ulama tidak berbeda pendapat tentang bolehnya para wanita untuk mengenakan pakaian mu’ashfar (dicelup dengan warna kuning), mufaddam (merah tajam), muwarrad (merah muda), atau mumasysyaq (merah tipis seperti lumpur merah).” (At-Tamhid Lima fi al-Muwaththa’ wa al-Asanid, Ibnu Abdil Barr, 16/123)

Dalam kitab kumpulan Fatawa Lajnah Daimah (17/108) disebutkan,

“Busana muslimah tidak harus berwarna hitam. Seorang muslimah boleh mengenakan busana dengan warna apapun yang penting menutupi seluruh bagian auratnya, Ida mengandung unsur tasyabbuh dengan pakaian laki-laki, ukurannya tidak ketat sehingga menampakan lekuk tubuhnya, dan tidak terbuat dari bahan yang transparan sehingga tampak permukaan tubuhnya, dan tidak mengundang fitnah.”

Kemudian di halaman berikutnya (17/109) disebutkan,

Mengenakan busana berwarna hitam bukanlah satu kewajiban bagi wanita muslimah. Ia boleh mengenakan busana muslimah dengan warna apapun yang menjadi ciri khas perempuan, tidak mengundang lirikan lawan jenis, dan tidak menimbulkan fitnah.

Kebanyakan wanita muslimah memilih untuk mengenakan busana berwarna hitam bukan karena itu adalah sebuah kewajiban, akan tetapi karena pilihan warna tersebut lebih menyelamatkan mereka dari unsur pakaian perhiasan.

Ditambah lagi terdapat sebuah riwayat yang mengisyaratkan bahwa para istri sahabat nabi shallallahu alaihi wasallam mereka mengenakan busana muslimah warna hitam.

Artikel Fikih: Saat Shalat, Ketahuan Ada Darah Menempel Di Pakaian

Imam abu Daud meriwayatkan (4101),

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: لَمَّا نَزَلَتْ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ خَرَجَ نِسَاءُ الأَنْصَارِ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنْ الأَكْسِيَةِ.

Dari Ummu Salamah ia berkata,

“Ketika turun ayat يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ para wanita Anshar keluar seolah-olah dikepala mereka ada burung gagak (berwarna hitam) karena kain (warna hitam) yang mereka kenakan.”

Riwayat ini dihukumi Shahih oleh al-albani dalam kitab Shahih Abi Daud.

Dewan Lajnah Daimah (17/110) menyebutkan, riwayat tersebut mengisyaratkan bahwa para istri sahabat mengenakan busana muslimah warna hitam.

busana muslimah warna hitam-dakwah.id

Apakah Ada Shahabiyah yang Memakai Busana Muslimah Selain Warna Hitam?

Jawabannya, ada. Ada beberapa Riwayat yang menyebutkan bahwa wanita Muslimah di zaman nabi mengenakan busana Muslimah selain warna hitam.

Dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan,

Ikrimah mengisahkan, suatu ketika Rifa’ah menceraikan istrinya. Lalu mantan istrinya tersebut dinikahi oleh Abdurrahman bin az-Zubair al-Qurazhi.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

وَعَلَيْهَا خِمَارٌ أَخْضَرُ

Dia mengenakan khimar (kerudung kepala) berwarna hijau.”

Lalu ia mengadu kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha. Kulitnya tampak berwarna hijau. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang, saat itu para wanita sedang saling bantu membantu.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

مَا رَأَيْتُ مِثْلَ مَا يَلْقَى المُؤْمِنَاتُ؟ لَجِلْدُهَا أَشَدُّ خُضْرَةً مِنْ ثَوْبِهَا

Aku tidak pernah melihat (beban) seperti yang sedang dialami wanita mukminah. Sungguh, kulitnya lebih hijau dari pakaiannya.” (HR. Al-Bukhari No. 5825)

Artikel Fikih: Hukum Jual Pakaian Wanita Seksi dan yang Semisalnya

Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibrahim, ketika ia bersama al-Qamah dan al-Aswad menemui istri-istri nabi,

فَيَرَاهُنَّ فِي اللُّحُفِ الْحُمْرِ

Mereka berdua melihat istri-istri nabi mengenakan mantel berwarna merah.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Hadits No. 24739)

Ibnu Abi Syaibah sendiri juga meriwayatkan bahwa Atha’, Thawus, dan Mujahid berpendapat,

أَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرَوْنَ بَأْسًا بِالْحُمْرَةِ لِلنِّسَاءِ

Mereka (para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) tidak mempermasalahkan para wanita mengenakan pakaian berwarna merah.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Hadits No. 24740)

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan satu informasi tentang model busana muslimah ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Diriwayatkan dari Ismail, dari saudara perempuannya, Sakinah, ia berkata,

دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى عَائِشَةَ فَرَأَيْتُ عَلَيْهَا دِرْعًا أَحْمَرَ، وَخِمَارًا أَسْوَدَ

Aku dan ayahku pernah mengunjungi Aisyah radhiyallahu ‘anha. Aku melihat ia mengenakan pakaian pelindung berwarna merah dan khimar (kerudungnya) warna hitam.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Hadits No. 24748)

Pada kesimpulannya, seorang muslimah boleh mengenakan busana muslimah dengan warna apa pun yang mencerminkan sosok muslimah yang bertakwa. Dengan catatan, tetap memerhatikan syarat-syarat busana muslimah sebagaimana telah disebutkan di atas. Wallahu a’lam. (Sodiq Fajar/dakwah.id)

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *