Batasan Wajah Perempuan yang Dibasuh Sampai Mana

Batasan Wajah Perempuan yang Dibasuh Sampai Mana?

Terakhir diperbarui pada · 4,180 views

Pertanyaan
Ustadz, bagian manakah yang termasuk batasan wajah perempuan dimana bagian tersebut wajib dibasuh saat berwudhu dan boleh tidak tertutup dalam shalat? Bagaimana bila ada bagian di sekitar wajah yang terbuka ketika shalat, padahal itu tidak termasuk wajah? (Trisno—Ngawi)

Jawaban
Tidak ada nash dari al-Quran ataupun as-Sunnah yang menerangkan batasan wajah perempuan. Oleh karena itulah para ahli fikih sejak zaman Salaf berijtihad dalam mendefinisikannya.

Dalam al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, Imam al-Qurthubi menjelaskan, batasan wajah perempuan adalah antara ujung kening sampai ujung dagu dan antara telinga kanan sampai telinga kiri. Pendapat ini diamini oleh Ibnu Katsir dengan ungkapan yang sedikit berbeda. “Antara tempat tumbuhnya rambut—kepala botak tidak dianggap—hingga ujung dagu dan antara kedua telinga,” kata beliau.

Pendapat ini pula yang dipegang oleh Imam an-Nawawi, asy-Syairazi, dan Imam Syafi’i. Prof. DR. Wahbah az-Zuhaili pun sependapat dengan para ulama Salaf.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa batasan wajah perempuan adalah dari daerah dahi yang mulai ditumbuhi rambut sampai ujung dagu, dan dari telinga kanan sampai telinga kiri. Bagian kepala itulah yang wajib dibasuh saat berwudhu dan—khusus untuk perempuan—boleh terbuka ketika shalat.

Oleh karena itulah kaum perempuan mesti menjaga bagian kepalanya yang harus tertutup dalam shalat, jangan sampai terbuka. Bagian yang sering tidak tertutup itu salah satunya adalah bagian antara bawah kedua rahang dan leher. Menurut para ahli fikih madzhab Syafi’i, jika bagian itu terbuka, maka batallah shalat seorang perempuan. Sedangkan menurut para ahli fikih madzhab Hanafi, Hambali dan Maliki, shalatnya tidak batal. Menurut mereka, demikian jika yang terbuka hanya sedikit.

Menyikapi adanya perbedaan pendapat di atas, berhati-hati dengan menjaga agar bagian yang tidak boleh terlihat tetap tertutup tentu lebih baik. Wallahu a’lam. [dakwah.id]

Dijawab oleh KH. Imtihan asy-Syafi’i


Artikel Konsultasi Sebelumnya:

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *