Gambar Amtsal al-Quran dan Faedah Memahaminya dakwah.id.jpg

Amtsal al-Quran dan Faedah Memahaminya

Terakhir diperbarui pada · 952 views

Artikel berjudul Amtsal al-Quran dan Faedah Memahaminya“ adalah artikel #03 dari serial artikel spesial Ramadhan 1444 H.

Al-Quran dengan segala keindahan dan keajaibannya tidak pernah habis untuk dikaji dan dinikmati kandungannya. Ibarat samudera luas dan dalam, masih banyak hal yang belum diungkap dan diselami, laksana mentari sinarnya selalu dibutuhkan manusia setiap hari, seperti bintang-bintang ia memberi petunjuk bagi para pejalan di padang nan luas dan para pelaut di lautan.

Keagungan al-Quran dideskripsikan oleh Allah dengan kalimat yang mewakili segala keindahannya, Allah berfirman,

وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنا لِّكُلِّ شَيۡء وَهُدى وَرَحۡمَة وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ

“… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu, (sebagai) petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89).

Imam Ibnu ‘Asyur rahimahullah menjelaskan bahwa al-Quran punya muatan yang sangat menakjubkan. Keseluruhan kandungannya berisi semua hal yang dibutuhkan manusia. Mulai dari tentang pembersihan jiwa, perbaikan akhlak, penataan masyarakat, menjelaskan tentang hak-hak kehidupan.

Lanjut beliau, juga tentang ayat-ayat kauniyah yang memberikan petunjuk tentang keesaan Allah dan kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi-Nya, dan seluruh pengetahuan yang berguna menjadi petunjuk dalam kehidupan. (At-Tahrir wa at-Tanwir, Muhammad ath-Thahir bin ‘Asyur, 14/253)

Salah satu bagian keindahan al-Quran tersebut adalah tentang amtsal al-Quran (metafora). Allah Ta’ala banyak menggunakan ungkapan metafora atau perumpamaan dalam menjelaskan banyak hal dalam kitab-Nya. Penggunaan amtsal dalam ungkapan-ungkapan al-Quran menunjukkan keindahan dan ketinggian bahasa al-Quran itu sendiri.

Amtsal al-Quran atau metafora dalam al-Quran dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai rangsangan intelektual bagi para pembacanya, karena tujuan adanya metafora adalah mendekatkan sebuah gambaran abstrak menjadi lebih konkret.

Dalam banyak ayat, Allah menyebutkan tentang hal tersebut, salah satunya dalam surat al-Hasyr ayat 21,

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَل لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعا مُّتَصَدِّعا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

“Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.”

Ayat ini, memberikan penjelasan tentang betapa beratnya menerima amanah al-Quran, maka Allah memberikan sebuah metafora untuk mendekatkan pemahaman tentang seperti apa gambaran beratnya amanah tersebut.

Gunung dijadikan sebagai objek pemisalan dalam ayat ini, sebagai gambaran tentang sesuatu yang kuat, keras, kokoh, tinggi, dan besar.

Kemudian Allah menyebutkan sesuatu semisal gunung dengan segala sifat dan karakternya yang kokoh perkasa, akan lebur ketika harus menerima al-Quran karena takut kepada Allah.

Pemisalan ini memberi isyarat yang sangat kuat bahwa al-Quran adalah sesuatu yang sangat besar, sangat mulia, dan sangat agung. Benda mati seperti gunung saja takut kepada Allah sebab al-Quran, maka manusia sebagai makhluk sempurna yang Allah berikan akal untuk berpikir lebih layak dan pantas untuk takut kepada Allah. (Tafsir al-Quran al-‘Adzim, Ibnu Kasir, Riyadh: Dar Thayyibah, 1999, 8/79)

Metafora seperti ayat di atas terdapat di bayak tempat dalam al-Quran, tulisan ini tidak akan membahas seluruhnya, akan tetapi memberikan deskripsi secara ringkas tentang faedah yang bisa didapat dari memahami Amtsal al-Quran; metafora dalam al-Quran.

Pengertian Amtsal al-Quran

Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal, mitsil dan matsil, yang secara bahasa berarti pemisalan.

Adapun secara terminologi ilmu sastra, memiliki pengertian sebagai sebuah perkataan yang dituturkan dengan maksud menyerupakan kondisi seseorang dengan objek lain yang memiliki kemiripan (serupa). (Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Manna’ Qathan, 291).

Jika melihat dalam tradisi bahasa Indonesia, pengertian pemisalan ini seperti yang ada pada peribahasa, yang juga disebut metafora, seperti ungkapan: Bagai pungguk merindukan Bulan, yang bermakna seseorang yang mengharapkan sesuatu yang mustahil. Diucapkan ketika ada seseorang yang mengkhayal sesuatu yang mustahil didapatkan.

Metafora dalam KBBI bermakna pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya tulang punggung dalam kalimat pemuda adalah tulang punggung negara. (KBBI Online).

Adapun metafora al-Quran, maksudnya adalah perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalam al-Quran yang Allah gunakan dalam ayat-ayat untuk menyerupakan sebuah kondisi atau suatu persoalan dengan kondisi dan persoalan lain, baik dalam bentuk metaforis (isti’arah), maupun penyerupaan (tasybih) atau ungkapan lainnya, dan biasanya pemisalan dalam al-Quran mengambil bentuk dari bentuk konkret (indrawi) untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak.

Hal tersebut ditegaskan oleh Allah dalam kalam-Nya,

وَلَقَدۡ ضَرَبۡنَا لِلنَّاسِ فِي هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ مِن كُلِّ مَثَل لَّعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ.

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 27).

Syaikh As-Sa’di menjelaskan, bahwa Allah memberikan seluruh pemisalan di dalam al-Quran, baik pemisalan orang-orang baik, pemisalan orang-orang buruk, pemisalan tauhid dan syirik, dan setiap pemisalan yang dapat mendekatkan pemahaman terhadap sesuatu, hikmah dan sebagainya, agar manusia dapat mengerti dan dapat mengamalkannya. (Taisir Karim ar-Rahman, Abdurrahman as-Sa’di, 854).

Dapat dipahami bahwa metafora dalam al-Quran adalah pemisalan-pemisalan dalam bahasa yang digunakan untuk menjelaskan atau mendekatkan pemahaman tentang sesuatu yang bersifat abstrak kepada sesuatu yang lebih konkret.

Faedah adanya Amtsal dalam al-Quran

Untuk memahami lebih baik tentang amtsal dalam al-Quran ketika membawanya, maka perlu dipahami apa saja faedah yang bisa diambil, kami ringkas sebagai berikut:

Pertama, Sebagai jembatan deskripsi yang mempermudah akal untuk memahami objek dari sebuah ayat dalam bentuk perumpamaan atau pemisalan.

Dalam al-Quran banyak perkara yang sulit untuk diindra, dalam artinya sulit mendapatkan gambaran yang jelas dan konkret, karena banyak perkara yang masuk kategori gaib atau metafisika.

Maka dengan adanya perumpamaan, memudahkan mendapatkan gambaran yang mendekati dari hal-hal yang tidak dijangkau oleh indra manusia. Seperti gambaran bidadari yang dimisalkan dengan mutiara yang tersimpan.

Firman Allah Ta’ala,

وَحُورٌ عِين كَأَمۡثَٰلِ ٱللُّؤۡلُوِٕ ٱلۡمَكۡنُونِ

“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al-Waqi’ah: 22-23)

Meskipun pemisalan bidadari dengan mutiara terpendam tidak mewakili wujud dari bidadari Surga, akan tetapi dengan adanya pemisalan tersebut mendekatkan makna keindahan tentang gambaran bidadari yang dapat dijangkau oleh akal manusia manusia.

Kedua, sebagai ungkapan dan pujian dan celaan Allah kepada makhluk-Nya. Seperti Allah memberikan metafora tentang para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah berfirman,

ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ

“… Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)…” (QS. Al-Fath: 29).

Dalam ayat ini Allah memberikan pujian terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membersamai beliau dalam memperjuangkan Islam.

Pemisalan mereka seperti tunas tanaman yang tumbuh menjadi pohon yang kuat dan kokoh. Memberikan pertolongan dan bantuan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban dakwah dan melawan musuh-musuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/360)

Adapun metafora celaan seperti firman Allah Ta’ala mencela orang-orang Yahudi yang tidak mengamalkan Taurat.

Allah berfirman,

مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرٰىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًاۗ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al-Jumu’ah: 5).

Dalam ayat ini Allah memberi pemisalan orang-orang Yahudi seperti keledai yang membawa buku dalam muatan punggungnya. Sebuah celaan atas ilmu yang banyak tapi tidak diamalkan.

Keledai adalah lambang kebodohan dan kedunguan, dan hal ini juga berlaku bagi siapa saja yang mempelajari al-Quran hanya dapat menghafalkannya secara harfiah tanpa memahami dan mengamalkan isinya. (Tafsir Ibnu Katsir, 8/117).

Metafora dalam pujian dan celaan menunjukkan ketinggian sastra al-Quran, Allah menginginkan metafora-metafora tersebut menundukkan mereka yang ragu dan membungkam mereka yang ingkar.

Imam al-Ashfahani memberikan alasan, karena bagi bangsa Arab ketinggian sastra memberi pengaruh yang dalam dan berkesan pada jiwa manusia. (Al-Itqan fi Ulumi al-Quran, Jalaluddin as-Suyuti, 4/45).

Materi Khutbah Jumat: Al-Quran dan as-Sunnah: Pedoman dan Ruh Kehidupan

Ketiga, metafora lebih menyentuh dan memiliki pengaruh yang kuat pada jiwa dan akal manusia.

“Sesungguhnya pada penjelasan itu terdapat sihir yang memukau”

Ungkapan ini rasanya tidak berlebihan, karena manusia sebagai makhluk logika selalu tunduk pada sesuatu yang mampu memuaskan akalnya. Ini termasuk faedah paling berharga dari adanya amtsal Al-Quran.

Allah menyentuh jiwa dan memuaskan dahaga akal manusia dengan ungkapan-ungkapan yang halus tapi menusuk, lembut dan menyentuh.

Allah memahami psikologis manusia yang sulit memahami sesuatu yang abstrak, metafisika dan hal-hal yang masuk kategori ghaibiyat (non inderawi), sehingga pemisalan-pemisalan dalam al-Quran menjadi jembatan untuk akal manusia memahami hal-hal tersebut menjadi lebih mudah untuk dicerna oleh akal.

Hal ini ditegaskan oleh Allah Ta’ala,

Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 27).

Dengan alasan ini juga, Allah memberikan begitu banyak pemisalan dalam al-Quran, untuk merangsang akal para pembacanya, mempertajam perasaan orang-orang yang mentadaburinya, dan melembutkan jiwa-jiwa manusia.

Interaksi manusia harus menggunakan dua hal; akal dan hati, agar petunjuk-petunjuk yang Allah berikan menjadi terang dan jelas untuk diikuti.

Maka benar yang dikatakan oleh Imam al-Mawardi, “Termasuk ilmu al-Quran yang paling agung adalah ilmu metafora (amtsal), tapi kebanyakan manusia melalaikannya.” (Fajar Jaganegara/dakwah.id)

Artikel Ramadhan terbaru:

Topik Terkait

Fajar Jaganegara, S.pd

Pengagum sejarah, merawat ingatan masa lalu yang usang tertelan zaman. Mengajak manusia untuk tidak cepat amnesia. Pengagum perbedaan lewat khazanah fikih para ulama. Bahwa dengan berbeda, mengajarkan kita untuk saling belajar dan berlapang dada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *