Gambar 6 Karakteristik Akidah Islamiyah dakwah.id.jpg

6 Karakteristik Akidah Islamiyah

Terakhir diperbarui pada · 1,425 views

Artikel berjudul “6 Karakteristik Akidah Islamiyah” adalah seri ke-003 dari artikel Serial Ngaji Akidah yang diterbitkan oleh www.dakwah.id.

***

Agama Islam sebagai kepercayaan yang paling kuat diyakini pemeluknya, memiliki konsep akidah yang kokoh dan sempurna.

Hal tersebut terbentuk karena banyak faktor. Di antaranya adalah karakteristik akidah Islamiyah yang berbeda dengan yang lain.

Terdapat juga beberapa keunggulan dalam Islam yang tidak dimiliki oleh sekalian agama. Oleh karena itu, jarang didapati—bahkan mustahil—seorang muslim yang benar-benar memahami konsep agamanya mundur untuk memilih agama lain.

Dari sinilah para ulama, peneliti, cendekiawan, dan pemikir muslim lainnya mencari inti keunggulan keyakinan Islam dibanding keyakinan-keyakinan lainnya. Sehingga hampir-hampir di setiap buku yang bertemakan akidah diawali dengan pembahasan sekilas tentang keistimewaan Islam dari sisi akidah.

Berikut kami paparkan penjelasan ringkas keistimewaan atau karakteristik akidah Islamiyah.

Karakteristik Akidah Islamiyah

Pertama: Orisinal Wahyu Allah, Bukan Buatan Makhluk

Agama langit atau agama samawi adalah agama yang diyakini berdasarkan wahyu yang turun dari langit melalui perantara malaikat dan pendakwah dari kalangan manusia.

Agama samawi disebut juga dengan agama Ibrahim. Terdiri dari agama Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Sebagai agama terakhir, Islam muncul sebagai wahyu pembaharu bagi agama lainnya. Memperbaiki yang telah diubah, memperbaharui peribadatan yang tidak sesuai, dan meluruskan kesalahpahaman keyakinan.

Contohnya, larangan memakan babi yang banyak ditinggalkan penganut agama samawi, konsep trinitas yang mengaburkan pola pandang ketuhanan pengikut Nasrani (QS. Al-Maidah: 73), dan sikap pengkultusan rahib dalam internal agama Yahudi (QS. At-Taubah : 31).

Kemudian datanglah Islam membawa ajaran pemurnian. Ajaran yang bersandar pada wahyu yang turun langsung dari langit dan terjaga keautentikannya (QS. Al-Hijr: 9).

Sehubungan orisinal, maka tidak ada konsep akidah Islam yang saling bertentangan dan tidak ada kecacatan di dalamnya (QS. An-Nisa’: 82).

Syaikh Abdullah Azzam dalam kitabnya Aqidah wa Atsaruha Fi Bina Jail menyebutkan bahwa Islam adalah agama rabbani. Oleh karenanya, Islam memiliki karakter yang bebas dari cacat, jauh dari ketidakadilan dan kekurangan.

Di sisi lain, jaminan kemurnian adicitanya membuat akidah Islam menjadi satu-satunya jalan yang dapat memuaskan segala dahaga permasalahan fitrah manusia. Sebab ia dibuat langsung oleh Pencipta manusia untuk memberikan solusi atas segala lini kehidupan.

Jika seorang hamba sudah tunduk sepenuhnya dengan apa yang diinginkan oleh Allah subhanahu wa taala,di situlah timbul ketenangan jiwa hakiki yang tidak didapat melalui metode buatan manusia mana pun.

Sayid Qutub berkata, “Di antara dalil kuat bahwa akidah ini bersumber dari Allah adalah apa yang tertera dalam sejarah berupa sampainya ketenangan hakiki ke dalam diri kehidupan manusia melalui iman; sebuah capaian yang tidak dapat digapai oleh seluruh penemuan manusia, baik dalam bentuk penemuan ilmu (ketenangan hati), filsafat, kesenian, maupun berbagai macam metode yang ada …. Semua itu tidak akan mampu menggapai ketenangan dan kebahagiaan manusia selama-lamanya.” (Fi Dzilal Al-Quran, Sayid Qutub, 3709).

Inilah karakteristik pertama yang membedakan akidah Islam dengan keyakinan yang lain.

Kedua: Konstan tanpa Perombakan

Karakteristik akidah Islamiyah kedua adalah ia konstan tanpa perombakan.

Allah subhanahu wataala sebagai Rabb semesta alam mengatur agama pembaharu ini dengan kekukuhan prinsip yang tidak akan lekang meski berganti zaman, tempat, keadaan, dan generasi (QS. Yunus : 64).

Allah sendirilah yang menjaga dan menjamin kekukuhannya hingga hari kiamat (QS. Al-Hijr: 9).

Dari keutuhan konsep inilah, para penganut agama Islam memiliki pijakan kuat dalam berprinsip sehingga tidak akan goyah dan berubah karena suatu apa pun. Demikian kata Dr. Huda binti Nashir Syalali dalam makalah menariknya “Simat wa Khashaish al-Aqidah al-Islamiyah”.

Akidah ibarat bingkai bagi kehidupan, dan manusia dapat berkembang selama masih dalam bingkai tersebut. Ibarat orbit bintang, siapa yang lepas dan membentur orbit bintang lain akan binasa dan hancur.

Demikianlah aturan Pencipta ditetapkan. Ada ranah yang menjadi poros kehidupan yang bersifat tetap, namun juga ada ranah yang selalu berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan.

Terlihat sekarang orang-orang semacam Sigmund Freud dan tokoh-tokoh filsafat lainnya. Mereka mengatakan bahwa tidak ada yang tetap, semuanya berkembang. Jika demikian maka alih-alih pemikiran mereka membawa kemajuan, namun justru membuat kekacauan besar.

Bagaimana tidak? Perzinaan misalnya, perbuatan yang seluruh agama sepakat memandangnya tabu tabu. Bagi mereka, Sigmund Freud dkk., dosa besar itu (perzinaan) dianggap sebagai kebutuhan biologis yang alami untuk disalurkan. Dan menganggap para penganut agama sebagai kaum fundamentalis terbelakang.

Melalui pemikiran seperti inilah, etika-etika yang pakem dalam agama diubah berdasarkan perubahan zaman dan kondisi-keadaan.

Pemikiran ini telah merasuki banyak kalangan, tak terkecuali kaum agamawan. Pada asalnya, kaum agamawan bersepakat akan keharusan untuk menutup aurat dan berpakaian pantas. Kini justru mereka berdiri di barisan orang-orang yang meragukan dan menyelewengkannya.

Akibatnya, betapa banyak sekarang manusia yang berlomba-lomba membuka privasi tubuhnya karena memandang bahwa zaman sudah berubah.

Lain halnya karakter akidah Islamiyah; ranahnya jelas, konstan tak berubah. Satu keyakinan menopang keyakinan yang lain. Dibangun di bawah fondasi prinsip-prinsip yang kokoh dan tidak berubah.

Tuhan yang disembah generasi awal sama dengan yang diibadahi sekarang. Sikap umat terhadap orang kafir dahulu hingga kini tidak pernah berganti. Ketetapan ketunggalan Allah subhanahu wata’ala dalam segala hal juga tidak pernah lekang kapan pun masanya.

Dan masih banyak lagi permasalahan akidah yang tidak akan berubah. Inilah yang menjadi karakteristik akidah Islamiyah selanjutnya.

Ketiga: Integral dalam penghambaan

Karakteristik akidah Islamiyah ketiga adalah integral dalam penghambaan.

Sebagai agama monoteisme, logis kiranya akidah Islam yang bertuhankan satu akan totalitas pada Tuhan Yang Maha Esa.

Kepada-Nya tertuju seluruh perbuatan, keyakinan, permohonan, dan harapan. Kepada-Nya umat Islam beribadah, berdoa, meminta pertolongan, dan memohon ampunan.

Kepada-Nya umat Islam meyakini keesaan dalam penciptaan, pengaturan, peribadatan, dan keagungan. Inilah yang membuat Islam memiliki konsep penghambaan total atau rububiyah mutlak.

Ali bin Nayif Saud dalam kitabnya Khalashah Khashais Aqidah Islamiah menjelaskan, sifat integral akidah Islam membuatnya tinggi dan tidak ada yang mampu menandingi ketinggiannya (HR. Al-Baihaqi no. 12155).

Ia menghapuskan seluruh ideologi, mitos, legenda, falsafah, dugaan, khurafat, dan pemikiran sebelumnya; kemudian dikembalikan kepada konsep yang Allah buat.

Bila kita cermati, munculnya perselisihan antara Islam dan jahiliah berakar pada pencarian manusia atas Zat yang mengatur kebutuhan mereka dan yang berhak untuk ditaati.

Demikianlah Islam membangun landasan akidahnya (integral dalam penghambaan). Sebab setelah manusia mampu untuk tunduk dan pasrah secara hakiki maka ketenangan dan jaminan keselamatan akan datang (QS. At-Thalaq: 3).

Siapa yang tunduk pada Pencipta, niscaya alam semesta akan tunduk kepadanya. Siapa yang percaya penuh bahwa Allah Mahaadil maka ia tidak akan menyesal jika perbuatan baiknya berbalas buruk di dunia, hasil tak sebanding dengan usahanya, dan langgengnya kezaliman yang merajalela.

Maka dari itu melalui keutuhan ibadah, agama Islam terbentuk dari kesatuan, satu sama lainnya saling terhubung, demikian kata Muhammad Qutb dalam Rakaiz al-Iman (hlm. 422).

Dengan demikian, seseorang tidak dapat masuk ke dalam agama Islam secara setengah-setengah (QS. Al-Baqarah: 208). Semua komponennya saling berkaitan, menggugurkan satu hal itu sama dengan meluruhkan seluruhnya.

Seperti dalam perkara keyakinan, kebenaran keimanan seseorang sangat berkaitan dengan amal zahir. Rukun iman yang bersifat metafisik yang empat (iman kepada Allah, para Malaikat, hari kiamat, takdir baik dan takdir buruk) juga tidak berguna manakala tidak dibarengi dengan iman kepada rasul dan kitab.

Intinya, dalam akidah Islamiyah, seorang muslim tidak hanya dituntut untuk sekadar meyakini ketuhanan Allah, melainkan dituntut pula untuk meyakini apa yang wajib diyakini dan membuktikan keyakinannya melalui amal ibadah sebagai satu kesatuan yang sempurna.

Hal ini sebagai bentuk keutuhan penghambaan yang sebenar-benarnya dari berbagai sisi.

Keempat: Akidah Pemersatu

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada pertengahan hari tasyrik berkhotbah memproklamasikan persatuan akidah dan kesetaraan derajat,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِىٍّ عَلَى أَعْجَمِىٍّ وَلاَ لِعَجَمِىٍّ عَلَى عَرَبِىٍّ وَلاَ لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى.

Wahai sekalian manusia, sungguh Tuhan kalian satu dan bapak kalian satu. Tidak ada keunggulan bagi bangsa Arab atas bangsa non-Arab, bangsa non-Arab atas bangsa Arab, bangsa kulit putih atas bangsa kulit hitam, dan bangsa kulit hitam atas bangsa kulit putih, kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad no. 24204).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadits di atas mengingatkan bahwa terdapat nilai-nilai persatuan dalam akidah Islam. Persatuan dalam penghambaan kepada Allah yang juga divokalkan oleh Nabi Ibrahim alaihissalam dan pengikutnya (QS. Mumtahanah: 4).

Persatuan utusan atau rasul di mana tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad dan beliau diutus kepada seluruh golongan jin dan manusia yang hidup setelahnya (HR. Ahmad no. 14333).

Selain dari persatuan di atas keesaan Allah, akidah Islam juga mendorong pelbagai persatuan yang lain seperti persatuan bahasa dengan bahasa Arab sebagai bahasa kesatuan dunia-akhirat (Sifat Janah, Ibnu Abi Dunya; Ibnu Abbas no.208).

Persatuan persaudaraan yang bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat (QS. Al-Hujurat: 10).

Persatuan loyalitas sehingga sedekat apa pun hubungan kekerabatan jika memusuhi Islam maka terputus, dan sejauh apa pun orangnya jika berimanan maka terhubung (QS. Al-Mujadalah: 22).

Persatuan jalan hidup yang lurus sehingga tidak ada lagi yang tergiur dengan jalan yang bengkok (QS. Al-An’am : 153).

Persatuan kebenaran, dengan menjadikan apa yang datang dari Allah sebagai kebenaran mutlak (QS. Yunus : 32).

Persatuan dalam perundang-undangan (QS. Al-Maidah : 50), yang mengedepankan keadilan secara universal sehingga dikisahkan Syuraih sang hakim pernah memenangkan Yahudi di hadapan Khalifah Ali radhiyallahu anhu.

Persatuan kemuliaan yang menjadikan Walid bin Mughirah, salah seorang hartawan dan tokoh Quraisy, lebih rendah kedudukannya dalam pandangan Allah dibanding hewan melata (QS. Al-Anfal : 55).

Dan begitu seterusnya sehingga solidaritas dan loyalitas seorang muslim kepada Allah dan saudaranya akan senantiasa kuat nan solid. Inilah karakteristik akidah Islamiyah selanjutnya.

Kelima: Tawasuth (Pertengahan)

Akidah Islamiyah bersifat pertengahan. Bebas dari ekstremisme kiri dan kanan. Satu-satunya umat yang menganggap utusan mereka sebagai manusia biasa (HR. Al-Bukhari no. 3445) dan satu-satunya keyakinan samawi yang tidak mengingkari satu pun utusan-utusan sebelumnya.

Demikianlah sehingga umat Islam disebut umat pertengahan di antara sekian umat-umat terdahulu (QS. Al-Baqarah: 143).

Islam juga memiliki konsep akidah pertengahan antara kelompok yang mengingkari segala hal metafisika dari kalangan kaum realistis dan kelompok yang percaya penuh sehingga menyembah banyak sesembahan.

Penganut agama Islam juga dilarang keras berdiri di antara barisan para pengikut fanatisme buta yang hanya ikut apa kata nenek moyang (QS. Az-Zuhruf: 22) dan para penghamba akal rasional manusia.

Dalam hal penghambaan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengecam keras 3 rahib yang selalu beribadah setiap saat; berpuasa, shalat, dan menjauhi perempuan (HR. Al-Bukhari no. 5063).

Rasulullah ingin meluruskan bahwa agama Islam adalah pembawa pertengahan yang tidak semata fokus pada peribadatan seperti para rahib, namun juga tidak menjadi para penghamba dunia yang selalu haus dahaga.

Mengambil sebutuhnya saja sebagai khalifah di dunia (QS. Al-Baqarah: 30) tanpa berbuat kerusakan dan berlebihan (QS. Al-A’raf: 31).

Memegang dunia, namun tetap bersikap zuhud. Sebagaimana Ibnu Mubarak rahimahullah yang menginfakkan seratus ribu dirham setiap tahunnya, tetapi tersohor di kalangan karibnya bahwa “Dinar Ibnu Mubarok di kantongnya, bukan di hatinya”.

Demikianlah akidah Islam akan tetap pada porosnya, selalu pertengahan dalam segala hal.

Materi Khutbah Jumat: Iqamatuddin Tugas Mulia Setiap Mukmin

Pertengahan yang menimbulkan keseimbangan hidup seorang muslim. Bermula dari proporsional dalam hal keyakinan, kemudian menjadi kebijakan dalam bersikap dan bertindak. Di balik kekukuhan akidahnya akan terlihat keteguhan dalam berprinsip, ketenangan dalam berpikir, dan adil dalam bertindak.

Begitulah akhlak muslim cerminan dari pandangan akidahnya.

Keenam: Sesuai dengan Fitrah Manusia

Setiap orang yang terlahir di dunia ini memiliki modal besar untuk menerima kebenaran keyakinan Islam. Itulah yang disebut fitrah.

Menurut pakar mantik, fitrah adalah perkara-perkara yang dapat disimpulkan oleh akal hanya dengan membayangkan gambaran 2 sisi tanpa harus banyak berpikir (Taysir Qawaid Mantiqiyah, Dr. Syamsudin Ibrahim, hlm. 267). Selain itu, fitrah itu bersifat spontan dan terbuka bagi jiwa yang tidak terselimuti syubhat dan syahwat.

Maka dari itu, mayoritas ulama tidak menafsirkan hadis yang mengabarkan bahwa setiap manusia memiliki fitrah (HR. Al-Bukhori no. 1358) sebagai setiap manusia itu muslim sejak lahir. Namun, fitrah tersebut adalah sifat siap menerima kebenaran Islam.

Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “Makna Allah menciptakan fitrah anak Adam adalah untuk siap menerima kebenaran, sebagaimana menciptakan mata dan telinga mereka untuk siap melihat dan mendengar. Selama dalam hati tersebut masih ada sifat penerimaan dan kemampuan, pasti akan mendapati kebenaran. Yakni agama Islam sebagai agama yang benar.”

Muhammad Sayid Ahmad Musayar dalam kitabnya Tamhid fi Dirasat Aqidah mengemukakan (hlm. 104), “Sebagian kalangan menganggap bahwa fitrah yang dimaksud adalah naluri mengenal keberadaan Pencipta (wujud Allah). Dengan demikian, manusia dituntun untuk mencari keberadaan Penciptanya saja. Di antaranya adalah kaum Dahriah yang yakin bahwa alam semesta ini hanyalah suatu yang terlahir dan akan berakhir, tanpa ada Pencipta yang sengaja menciptakannya.”

Hal tersebut dibantah langsung melalui QS. Ibrahim: 10. Dijelaskan bahwa suatu hal yang aneh untuk meragukan keberadaan Allah subhanahu wata’ala sedangkan Ia adalah Pencipta langit dan bumi.

Ringkasnya, maksud fitrah yang benar bukanlah mengenal wujud Allah sebab semua makhluk dalam hati kecil mereka secara pasti meyakini adanya Pencipta. Maka fitrah di sini adalah tauhid dan itulah tujuan diutusnya para rasul.

Dr. Abdul Halim Mahmud menjelaskan, “Tidaklah agama-agama terdahulu diturunkan untuk menetapkan adanya Allah, melainkan untuk membenahi keyakinan terhadap Allah dan meluruskannya ke jalan tauhid.” (Islam wa Aql, hlm. 96).

Demikianlah jika manusia benar-benar membuka hati mereka niscaya Islam akan benar-benar masuk ke dalam jiwa mereka dengan sendirinya. Itulah naluri alamiah yang Allah ciptakan dan tidak ada perubahan pada naluri ciptaan-Nya (QS. Ar-Rum : 30). (Hadidullah Al-Haqqoni/dakwah.id)

Baca juga artikel Serial Serial Ngaji Akidah atau artikel menarik lainnya karya Hadidullah Al-Haqqoni

Penulis: Hadidullah Al-Haqqoni
Editor: Ahmad Robith


Artikel Serial Ngaji Akidah terbaru:

Topik Terkait

Hadidullah Al-Haqqoni

Alumni Darul Hadits, Ma'rib, Yaman. Murid langsung syekh Dr. Thalib bin Umar al-Katsiri (ketua lajnah Ifta' Robithoh Ahlil Hadits, Yaman). Dosen Aqidah dan Tata Bahasa Arab Ma'had Aly An-Nuur Sukoharjo.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Discover more from Dakwah.ID

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading