Vaksinasi Hepatitis pada Bayi, Boleh atau Tidak-dakwah.id

Vaksinasi Hepatitis pada Bayi, Boleh atau Tidak?

Terakhir diperbarui pada · 1,809 views

Vaksinasi Hepatitis pada Bayi, Boleh atau Tidak?

Ustadz, di kehamilan keenam ini saya didiagnosa dokter menderita Hepatitis B. Dokter menyarankan dengan sangat, setelah bayi lahir kelak, agar segera diberi vaksin. Jika tidak, risiko tertular Hepatitisnya lumayan tinggi. Berdasarkan informasi dan saran tersebut, bolehkah saya melakukan vaksinasi untuk bayi saya kelak seperti saran dokter di atas? Atau, bolehkah saya dan suami memasrahkannya langsung kepada Allah. Sebab jika tidak divaksin belum tentu juga akan tertular. Terima kasih atas jawabannya. (Ummu Shulha—Solo)

JAWABAN

Dari berbagai bacaan, saya mendapati bahwa sebanyak 90% bayi baru lahir dari ibu positif Hepatitis B akan tertular dan menjadi karier kronis hepatitis B. Penularan tersebut dapat dicegah dengan pemberian vaksin hepatitis B. Tapi, pemberian vaksin mesti langsung atau kurang dari 24 jam sesudah bayi lahir.

Seandainya terlambat, virus dapat dengan segera masuk ke organ hati. Kala dewasa, bayi tersebut dapat lebih berisiko menderita sirosis hati sampai kanker hati. Risiko tersebut lebih tinggi pada bayi dibanding orang yang baru terinfeksi hepatitis B waktu dewasa. Ketika dewasa, mungkin virus hepatitis B jadi kronis cuma 5-10 %. Bila telah terinfeksi, bayi cuma memiliki 10% kemungkinan buat sembuh, dan 25 % meninggal dunia akibat infeksi ini.

Vaksinasi atau imunisasi tidak dikenal dalam kedokteran Islam pada masa Salaf. Meskipun demikian, tidak semua yang baru tidak diperkenankan dalam Islam. Secara semangat, vaksinasi atau imunisasi sudah diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits beliau, “Barangsiapa makan tujuh butir kurma ajwa di pagi hari, niscya racun dan sihir tidak mempan padanya pada hari itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Semacam vaksinasi Hepatitis inilah vaksinasi yang menurut Syaikh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsriy diperbolehkan. Beliau berkata, “Vaksinasi yang seperti ini hukumnya sama dengan hukum pengobatan. Bahkan ia adalah salah satu bentuk pengobatan.” Wallahu a’lam. [Majalah Hujjah/dakwah.id]

Dijawab oleh KH. Imtihan asy-Syafi’i

Artikel Konsultasi Lainnya:

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *