Ngaji Fikih 40 Hukum Buang Hajat di Air Menggenang dakwah.id

Ngaji Fikih #40: Hukum Buang Hajat di Air Menggenang

Terakhir diperbarui pada · 539 views

Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Hukum Berbicara Saat Buang Hajat. Artikel kali ini serial Ngaji Fikih masih membahas tema adab-adab berkenaan buang hajat, yaitu Hukum Buang Hajat di Air Menggenang.

Seri adab buang hajat disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, karya Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, dengan perubahan dan tambahan.

Untuk membaca serial Adab-adab Buang Hajat secara lengkap, silakan klik tautan berikut:

Serial Ngaji Fikih

Air merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan umat manusia. Selain untuk dikonsumsi, air juga digunakan untuk membersihkan benda-benda yang terkena kotoran.

Bagi umat muslim, air adalah sarana utama untuk bersuci, baik bersuci dari hadats maupun dari najas. Oleh sebab itu, umat muslim harus memuliakan air seperti yang diperintahkan dalam syariat Islam. Termasuk memuliakan Air Menggenang.

Bukti Bahwa Syariat Memuliakan Air

Contoh memuliakan air adalah tidak boros dalam menggunakannya meskipun untuk hal ibadah. Seperti mandi, wudhu, mencuci, dan lain sebagainya.

Menggunakan air sesuai dengan kebutuhan, tidak boleh membiarkan terbuang sia-sia. Apabila dalam hal ibadah saja tidak boleh boros air, apalagi dalam keperluan selain ibadah.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak buang hajat pada air menggenang. Ini juga bagian dari pemuliaan terhadap air.

Kenapa hal itu dilarang? Sebab bisa jadi air menggenang tersebut masih dapat atau akan dimanfaatkan orang lain. Begitu telah tercampur kotoran, tentu menghalangi orang lain dari menggunakannya.

Mazhab Syafii berpendapat bahwa larangan buang hajat di air menggenang ini bersifat makruh, dibenci. Siapa pun dimakruhkan buang hajat pada air menggenang.

Berlaku untuk semua hajat, baik hajat besar maupun kecil. Berlaku juga untuk najis-najis yang serupa dengan hajat, misalnya membuang bangkai kucing, bangkai tikus, dan lain sebagainya.

Ukuran Genangan Air yang Tidak Boleh Digunakan Sebagai tempat Buang Hajat

Ulama mazhab Syafii tidak membedakan antara air yang banyak maupun air yang sedikit, kurang dari dua qullah atau lebih dari dua qullah, semuanya makruh.

Hanya saja, mereka menekankan larangan ini pada air yang tidak mustabhar, yaitu genangan air yang tidak membentang luas. Sedangkan pada air yang mustabhar (membentang luas), mereka berpendapat bahwa buang hajat di tempat tersebut tidak lagi dimakruhkan.

Ulama mazhab Syafii juga memakruhkan buang hajat pada air yang mengalir jika kadarnya sedikit.  Apabila kadarnya banyak maka tidak dimakruhkan.

Meskipun demikian, lebih utama tidak buang hajat di air mengalir yang kadarnya banyak maupun yang sedikit, sebagai bentuk kehati-hatian.

Buang Hajat di Malam Hari

Jika buang hajat dilakukan pada malam hari, dalam kondisi yang gelap, mazhab Syafii berpendapat makruh dalam semua keadaan air. Tidak peduli pada air menggenang, air mengalir, air yang mustabhar, air yang tidak mustabhar, air dalam kadar sedikit, air dalam kadar banyak, air beraliran deras, atau air beraliran kecil. Semua makruh.

Dasar dari pendapat ini adalah hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي المَاءِ الرَّاكِدِ

“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang kencing pada air menggenang (tidak mengalir).” (HR. Muslim No. 423, an-Nasai No.35)

Apabila kencing saja dilarang maka buang air besar tentu lebih patut dilarang. Wallahu a’lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)

(Disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 85–86, cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar adh-Dhiya’, dengan perubahan dan tambahan)  

Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.

Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith

Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #39: Hukum Berbicara Saat Buang Hajat

Topik Terkait

Arif Hidayat

Pemerhati fikih mazhab Syafi'i

2 Tanggapan

Dlm kondisi air yg mengalir dan melimph disana tak terlihat kotorn tsb bercampur di dalam nya itupun masih bisa untuk membuang khadas besar,seperti sungai yg mengelilingi Pondok Bahar 👍🙏

Jazakallah khoir.
Alhamdulillah tambah ilmu hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *