Menjawab Seruan Adzan Hukumnya Wajib atau Sunnah

Menjawab Seruan Adzan Hukumnya Wajib atau Sunnah?

Terakhir diperbarui pada · 14,354 views

Para Ulama sepakat atas dianjurkannya untuk diam dan tenang menyimak saat adzan berkumandang. Para ulama juga sepakat atas disyariatkannya menjawab seruan adzan yang dikumandangkan oleh muadzin. Namun, mereka berbeda pendapat apakah menjawab seruan adzan ini hukumnya wajib ataukah sunnah.

Ibnu Wahab, Mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, dan mazhab Zahiri berpendapat bahwa hukum menjawab seruan azan adalah wajib. (www.alimam.ws) Imam ath-Thahawi juga menukil beberapa pendapat ulama salaf yang menyatakan hukum menjawab seruan adzan adalah wajib. (Bada-i’ ash-Shana-i’, 1/660. Syarh Al-Kharasy alal Khalil, 1/233)

Baca juga: Inilah 3 Kelebihan Seorang Muadzin

Konsekwensi dari hukum dalam pendapat ini, seorang Muslim tidak boleh berkata-kata atau sibuk ngobrol ketika adzan sedang berkumandang. Konsekwensi lainnya, seseorang harus berhenti dari kesibukannya membaca al-Quran, atau melakukan suatu pekerjaan. Harus menyimak adzan yang sedang dikumandangkan oleh muadzin. (Bada-i’ ash-Shana-i’, 1/660)

Para ulama yang berpendapat wajib berdalil dengan hadits Abu Said al-Khudhri radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

“Jika kalian mendengar seruan adzan, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muadzin.” (HR. Al-Bukhari, 611. Muslim, 383)

Sisi pendalilan mereka, bahwa dalam hadits di atas ada kata perintah untuk mengikuti perkataan yang dikatakan oleh muadzin. Dalam ilmu ushul fikih, adanya kata perintah menunjukkan hukum wajib. Ditambah lagi, dalam hadits tersebut tidak ada unsur yang menggeser kepada hukum selain wajib. (Umdatul Qari, 5/117-118. Fathul Qadir, 1/248)

Baca juga: Mengadzani Telinga Bayi Baru Lahir itu Apakah Dalilnya Shahih?

Sementara itu mazhab Syafi’i, Mazhab Hanbali, pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, dan sebagian ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum menjawab seruan adzan adalah sunnah, bukan wajib. (Al-Bahrur Ra-iq, 1/272. Al-umm, 1/88. Al-Mughni, 2/85)

Mereka juga berdalil dengan hadits Abu Said al-Khudhri radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

“Jika kalian mendengar seruan adzan, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muadzin.” (HR. Al-Bukhari, 611. Muslim, 383)

Namun, mereka menganggap hukum wajib yang terkandung dalam lafal hadits di atas telah bergeser ke hukum sunnah dengan adanya hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu berikut:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، وَكَانَ يَسْتَمِعُ الأَذَانَ، فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا، أَمْسَكَ، وَإِلَّا أَغَارَ، فَسَمِعَ رَجُلًا، يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَى الْفِطْرَةِ

“Rasulullah pernah hendak menyerang satu daerah ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar suara adzan maka beliau menahan diri. Namun jika beliau tidak mendengar, maka beliau menyerang. Lalu beliau pun mendengar seorang laki-laki berkata (mengumandangkan adzan), ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Rasulullah bersabda: ‘Di atas fithrah….’” (HR. Muslim no. 382)

Baca juga: Alarm Adzan Berbunyi, Apakah Diperintahkan Menjawab Suara Adzan itu?

Hadits Anas bin Malik tersebut sekaligus sebagai bantahan atas argumentasi pendapat para ulama yang menganggap hukum menjawab seruan adzan adalah wajib.

Imam asy-Syafi’I dalam kitab Al-Umm menyebutkan, Ibnu Abi Fudaik telah berkata kepadaku, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Ibnu Syihab. Ia berkata, Tsa’labah bin Abi Malik berkata kepadaku,

كَانُوا يَتَحَدَّثُونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَعُمَرُ جَالِسٌ عَلَى الْمِنْبَرِ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ قَامَ عُمَرُ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ حَتَّى يَقْضِيَ الْخُطْبَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا فَإِذَا قَامَتْ الصَّلَاةُ وَنَزَلَ عُمَرُ تَكَلَّمُوا

“Pada hari Jumat mereka (Jamaah shalat) saling berbicara ketika Umar bin Khattab radhyallahu ‘anhu sedang duduk di Mimbar. Jika Muadzin telah selesai adzan Umar berdiri dan tak ada seorangpun yang berbicara sampai usai dua khutbah. Kemudian setelah shalat ditegakkan dan umar turun, mereka saling berbicara kembali.” (Al-Umm, 1/175)

Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq ath-Thurifi menjelaskan, “Hadits di atas menunjukkan atas tidak adanya kewajiban menjawab dan mengikuti apa yang dikatakan muadzin ketika ia adzan, berdasarkan perbuatan sahabat yang meninggalkan itu dan disaksikan oleh Umar bin Khattab radhyallahu ‘anhu. (Al-Masa-il al-Muhimmah Fil Adzan wal Iqamah, Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq ath-Thurifi, 107)

Baca juga: Hukum Mandi Jumat itu Sebenarnya Sunnah atau Wajib, sih?

Setelah melihat penjelasan singkat atas argumentasi kedua pendapat tersebut, maka kesimpulannya adalah pendapat jumhur ulama tampak lebih kuat, menjawab seruan Adzan hukumnya adalah sunnah, bukan wajib.

Meski demikian, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk menyimak dan menjawab adzan sebisa mungkin dalam rangka meraih keutamaan sebanyak-banyaknya. Konsekwensinya, bagi yang sedang beraktivitas, kemudian terdengar seruan adzan, dianjurkan kepadanya untuk berhenti dari aktivitasnya untuk menyimak dan menjawab adzan.

Pun demikian, bagi yang sedang disibukkan dengan aktivitas yang tidak mungkin ditunda, ia tidak berdosa ketika tidak menjawab adzan. Wallahu a’lam [M. Shodiq/dakwah.id]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *