dakwah-id-Minum dengan Dua Tangan Apakah Dihukumi Seperti Minum dengan Tangan Kiri

Minum dengan Dua Tangan Apakah Dihukumi Seperti Minum dengan Tangan Kiri?

Terakhir diperbarui pada · 3,984 views

Rasulullah mencontohkan, ketika minum hendaknya menggunakan tangan kanan. Para ulama pun sepakat, minum itu harus menggunakan tangan kanan dan melarang minum dengan tangan kiri. Namun, bagaimana dengan minum dengan dua tangan, apakah dihukumi seperti minum dengan tangan kiri sehingga hukumnya tidak boleh, atau dihukumi seperti minum dengan tangan kanan sehingga dihukumi boleh?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, mari kita cermati terlebih dahulu dalil keharusan makan atau minum dengan tangan kanan berikut ini.

Dalam hadis Ibnu Umar, Rasulullah bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ، وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ، وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ

“Jika salah seorang dari kalian makan, hendaknya makan dengan tangan kanan, jika minum, hendaknya minum dengan tangan kanan. Sebab Setan itu makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kiri.” (HR. Muslim, no. 2020)

Selain memerintah untuk makan dan minum dengan tangan kanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintah untuk tidak makan dan minum dengan tangan kiri. Perintah ini berbentuk larangan. Perintah untuk meninggalkan suatu tindakan.

Dalam hadis Jabir bin Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَأْكُلُوا بِالشِّمَالِ؛ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ

“Jangan kalian makan dengan tangan kiri, karena Setan itu makan dengan tangan kiri.” (HR. Muslim, no. 2019)

“Hadits Jabir bin Abdillah tersebut mengandung hukum larangan untuk makan dan minum dengan tangan kiri. Perintah terhadap sesuatu itu berarti larangan untuk melakukan kebalikannya. Ini adalah bentuk penekanan dari Rasulullah dalam melarang makan dan minum dengan tangan kiri. Sehingga, orang yang makan atau minum dengan tangan kiri padahal dia tahu bahwa itu dilarang, maka tidak ada uzur bagi dirinya; ia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Orang yang telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia telah keliru.” Demikian penuturan Ibnu Abdil Barr rahimahullah. (Al-Istidzkar, 8/341,342)

Baca juga: Adab Makan Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Dari beberapa hadits yang ada tentang perintah untuk makan dan minum dengan tangan kanan, tidak ditemukan satu hadits pun yang menyebutkan secara jelas apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah makan atau minum dengan dua tangan.

Namun, terdapat beberapa hadits yang secara implisit mengisyaratkan adanya praktik makan atau minum dengan dua tangan sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid dalam salah satu fatwa beliau. (islamqa.info)

Pertama, hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya wadah berisi susu kemudian memerintah dirinya untuk memberikan wadah tersebut kepada para Ahlu Suffah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَبَا هُرَيْرَةَ خُذْ الْقَدَحَ وَأَعْطِهِمْ فَأَخَذْتُ الْقَدَحَ فَجَعَلْتُ أُنَاوِلُهُ الرَّجُلَ فَيَشْرَبُ حَتَّى يَرْوَى ثُمَّ يَرُدُّهُ فَأُنَاوِلُهُ الْآخَرَ حَتَّى انْتَهَيْتُ بِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رَوَى الْقَوْمُ كُلُّهُمْ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقَدَحَ فَوَضَعَهُ عَلَى يَدَيْهِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَتَبَسَّمَ فَقَالَ أَبَا هُرَيْرَةَ اشْرَبْ فَشَرِبْتُ ثُمَّ قَالَ اشْرَبْ فَلَمْ أَزَلْ أَشْرَبُ وَيَقُولُ اشْرَبْ حَتَّى قُلْتُ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أَجِدُ لَهُ مَسْلَكًا فَأَخَذَ الْقَدَحَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَسَمَّى ثُمَّ شَرِبَ

“Abu Hurairah, ambil wadah itu lalu berikan pada mereka.” Aku mengambil wadah lalu aku mengambilkan untuk seseorang, ia minum hingga puas lalu ia mengembalikannya. Setelah itu aku mengambilkan untuk yang lain hingga tiba pada giliran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara mereka semua telah puas. Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil wadah itu dan meletakkannya di atas kedua tangan beliau. Beliau menengadahkan kepala lalu bersabda: “Abu Hurairah, minumlah.” Aku minum lalu beliau bersabda: “Minumlah.” Aku terus minum, beliau bersabda: “Minumlah,” hingga aku berkata: Demi Yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak kuat lagi. Lalu beliau mengambil wadah itu, beliau memuji Allah, menyebut nama Allah lalu minum. (HR. At-Turmudzi no. 2477, Hadits Hasan)

Pada hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil wadah susu tersebut lalu meletakkannya di atas kedua tangan beliau. Potongan nash hadits bagian ini dipahami oleh para ulama hadits bahwa wadah susu dalam kisah tersebut ukurannya cukup besar, sehingga harus menggunakan dua tangan untuk memegangnya. Lalu penafsiran ini dijadikan argumentasi atas bolehnya minum dengan dua tangan.

Baca juga: Memilih Makanan yang Halal dan Thayib

Kedua, hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ مِنْ دَلْوٍ مِنْهَا وَهُوَ قَائِمٌ

“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air zam-zam dari wadah ‘dalwun’ (semacam ember) dalam keadaan berdiri.” (HR. Al-Bukhari no. 1556, Muslim no. 2027)

Pada umumnya, yang disebut dengan Ina’ (wadah) yang ada pada bangsa arab rata-rata bentuknya kecil sehingga bisa dipegang dengan satu tangan. Namun lain halnya dengan ‘dalwun’ yang bentuk ukurannya lebih besar. Dalwun adalah istilah untuk menyebut wadah yang berbentuk seperti ember atau yang mendekati itu. Tentunya dengan ukuran yang lebih besar, dalwun atau ember tidak bisa dipegang hanya dengan satu tangan.

dakwah-id-gambar bejana air minum Nabi Muhammad Rasulullah-dakwahid

Sehingga, dalam konteks hadits di atas, dipahami bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air zam-zam dari ‘dalwun’ ilustrasinya beliau minum dengan dua tangan. Wallahu a’lam.

Ketiga, hadits dari Abdurrahman bin Abi Umar, dari neneknya yang bernama Kabsyah, ia berkata,

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي الْبَيْت قِرْبَة مُعَلَّقَة فَشَرِبَ قَائِمًا فَقُمْت إِلَى فِيهَا فَقَطَعْته

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku, kemudian beliau minum dari mulut bejana (dari kulit) yang tergantung sambil berdiri. Lantas aku berdiri ke bejana tersebut dan memotong talinya.” (HR. At-Turmudzi no. 1892, Ibnu Majah no. 3423. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Keempat, ada sebuah hadits shahih yang salah satu nash di dalamnya ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai tindakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang minum dengan dua tangan.

Dari Jabir bin Abdullah,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ وَمَعَهُ صَاحِبٌ لَهُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ عِنْدَكَ مَاءٌ بَاتَ هَذِهِ اللَّيْلَةَ فِي شَنَّةٍ وَإِلَّا كَرَعْنَا قَالَ وَالرَّجُلُ يُحَوِّلُ الْمَاءَ فِي حَائِطِهِ قَالَ فَقَالَ الرَّجُلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي مَاءٌ بَائِتٌ فَانْطَلِقْ إِلَى الْعَرِيشِ قَالَ فَانْطَلَقَ بِهِمَا فَسَكَبَ فِي قَدَحٍ ثُمَّ حَلَبَ عَلَيْهِ مِنْ دَاجِنٍ لَهُ قَالَ فَشَرِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ شَرِبَ الرَّجُلُ الَّذِي جَاءَ مَعَهُ

Nabi bersama sahabat beliau pernah mendatangi seorang laki-laki dari Anshar. Lalu Nabi bersabda kepadanya: “Apakah kamu memiliki air yang tersisa malam ini dalam kantung air, jika tidak kami akan meminumnya (dengan mulut) secara langsung.” Jabir bin Abdullah berkata; laki-laki itu sedang membenahi saluran air ke kebunnya, Jabir melanjutkan; lalu laki-laki Anshar tersebut berkata; “Wahai Rasulullah, saya masih memiliki air yang tersisa malam ini, mari kita menuju tenda.” Abdullah berkata; “Lalu beliau pergi bersamanya dan menuangkan air ke dalam mangkuk, kemudian dia juga memerahkan susu dari kambing piaraannya, Jabir melanjutkan; “Lantas Rasulullah meminumnya begitu juga dengan sahabat yang datang bersama beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5182)

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (wa illa kara’aha; jika tidak kami akan meminumnya langsung) ada kalimat yang tersembunyi: فاسقنا: berilah kami minum. Artinya, saat itu sebenarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minta dituangkan air untuk diminum. Penafsiran ini diperkuat dengan hadits dalam riwayat lain yang secara jelas menyebut minta diberi air minum. Makna dari al-Kar’u adalah menuangkan air ke dalam mulut tanpa menggunakan bejana dan tangan.

Baca juga: Biji Pala Haram Dikonsumsi Langsung, benarkah demikian?

Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah, dari Ibnu Umar ia berkata,

مَرَرْنَا عَلَى بِرْكَةٍ فَجَعَلْنَا نَكْرَعُ فِيهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْرَعُوا وَلَكِنِ اغْسِلُوا أَيْدِيَكُمْ ثُمَّ اشْرَبُوا بِهَا

“Kami melewati sebuah sumur, kemudian kami minum langsung dengan mulut. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum langsung dengan mulut! Cuci kedua tangan kalian lalu minumlah dengannya.” (HR. Ibnu Majah no. 3424)

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan sanad dalam hadits tersebut dha’if. Namun, jika saja hadits tersebut shahih, ada beberapa kemungkinan; bisa jadi itu bentuk larangan dalam rangka tanzih (sikap bijak), atau; perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits Jabir menunjukkan hukum boleh, atau; kisah Jabir itu terjadi sebelum adanya larangan, atau; larangan hanya berlaku di selain waktu darurat. (Fathul Bari, 10/77)

Ketika menjelaskan hadits Jabir di atas, Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Hadits tersebut mengandung hukum bolehnya al-kar’u (minum langsung dengan mulut) jika memang benar-benar menghajatkan itu, jika mampu lebih baik minum dengan bejana, atau dengan kedua telapak tangan—ini lebih utama—agar tidak menyerupai binatang ternak ketika minum.” (Al-Hilal al-Ibriziyah minal Muta’alliqat al-Baziyah ‘ala Shahih al-Bukhari, 4/143)

IMAM AN-NAWAWI MEMBOLEHKAN MINUM DENGAN DUA TANGAN

Dalam kitab al-Majmu’ (1/259) Imam an-Nawawi mengatakan,

قال أصحابنا : لو شرب بكفيه وفي أصبعه خاتم فضة : لم يكره

“Sahabat kami mengatakan, ‘Jika minum dengan dua tangan dan di jarinya ada cincin perak: tidak makruh.”

Pendapat yang dinukil oleh Imam an-Nawawi tersebut secara tidak langsung menunjukkan atas bolehnya minum dengan dua tangan.

Baca juga: Souvenir dari Bank Konvensional Boleh Dimanfaatkan?

Dalam riwayat Ahmad disebutkan,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ صَامَ رَجُلٌ مِنَّا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ مَغَازِيهِ فَذَكَرَ مَعْنَاهُ قَالَ ثُمَّ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فَرَفَعَهُ عَلَى يَدَيْهِ فَشَرِبَ لِيَرَى النَّاسُ أَنَّهُ لَيْسَ بِصَائِمٍ

Dari Jabir, ia berkata berkata; ada seorang dari kami yang berpuasa dan kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu peperangannya. Lalu menyebutkan hadis secara makna. (Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhuma) berkata; “lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta tempat minum lalu beliau mengangkatnya pada kedua tangan beliau lalu minum agar orang-orang bisa melihat bahwa beliau tidak berpuasa.” (HR. Ahmad no. 44003)

Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa makan atau minum dengan dua tangan tidak dihukumi sebagai makan atau minum dengan tangan kiri.

Namun demikian, hendaknya makan atau minum dengan dua tangan ini dilakukan ketika memang kondisinya tidak memungkinkan untuk makan atau minum hanya dengan tangan kanan saja. Seperti minum dari wadah yang cukup besar sehingga tak cukup jika hanya dipegang dengan tangan kanan saja. Atau makan makanan yang ukurannya cukup besar seperti roti arab dan semisalnya.

Sebab, makan dengan tangan kanan merupakan cerminan seorang Muslim yang beradab, selaras dengan contoh dari manusia sebaik-baik teladan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam. [shodiq/dakwah.id]

 

Tema terkait: Adab, Fikih, Fikih Kontemporer, Hadits, Fikih Makanan, Adab Minum.

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *