Hukum Meninggalkan Shiyam Ramadhan Tanpa Udzur Syar’i

Hukum Meninggalkan Shiyam Ramadhan Tanpa Udzur Syar’i

Terakhir diperbarui pada · 3,244 views

Shiyam Ramadhan memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam, karena ia merupakan salah satu rukun dari lima rukun Islam.

Dengan melaksanakan shiyam, akan sempurna keislaman seorang hamba.

Dalam Islam, puasa disebut dengan istilah shiyam/shaumShiyam atau shaum artinya ‘menahan’.

Menurut istilah syari’at:

Shaum adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkannya, mulai terbit fajar (shadiq) sampai matahari tenggelam. (Syarhul Mumti’, 6/298)

Tapi banyak dari kaum muslimin di Negeri ini yang dengan sengaja meninggalkan shaum tanpa udzur syar’i.

Mereka meninggalkan shaum ramadhan dengan alasan yang sangat sepele, seperti lupa tidak sahur dan alasan kerja keras.

Ironi saat kita tengok ke pasar-pasar, banyak para lelaki dan perempuan yang tidak berpuasa.

Masalahnya, lalu bagaimana hukum meninggalkan shaum ramadhan tanpa ada udzur syar’i?

Syaikh Abdul ‘Aziz ar-Rajihi hafizhahullah menjelaskan:

Orang yang mengingkari kewajiban puasa (Ramadhan), maka dia kafir, keluar dari agama Islam.

Karena dia telah mengingkari satu kewajiban besar dan satu rukun dari rukun-rukun Islam, serta satu perkara yang diketahui dengan pasti sebagai ajaran Islam.

Barangsiapa mengakui kewajiban puasa Ramadhan namun dia berbuka dengan sengaja tanpa udzur, berarti dia telah melakukan dosa besar, dia dihukumi fasik dengan sebab itu, namun tidak dikafirkan menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat Ulama.

Dia wajib berpuasa, dan penguasa muslim (harus) menghukumnya dengan penjara atau dera atau kedua-duanya.

Sebagian Ulama berkata, “Jika seseorang berbuka puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur, dia menjadi kafir”. (Ilmâm bi Syai-in min Ahkâmis Shiyâm, hal. 1)

Dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal.

Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu.” Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik.

Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”.

Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah.

Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. (HR. Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 3273; Dishahihkan oleh al-Hakim, adz-Dzahabi, al-Haitsami)

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia berkata:

“Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhan dengan sengaja, berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya”. (Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184)

Dikarenakan puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain dan termasuk perkara ushul, maka mengingkari kewajibannya bisa membuat seorang muslim dipertanyakan status keislamannya.

Bagi orang yang meninggalkannya sedang ia tahu bahwa itu perkara wajib maka ia adalah seorang yang fasik.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183)

Wallahu a‘lam.

Artikel Fikih terbaru:

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *