Haid dan Nifas Membatalkan Puasa Hadits Puasa 19-dakwah.id

Haid dan Nifas Membatalkan Puasa — Hadits Puasa #19

Terakhir diperbarui pada · 1,685 views

Haid dan Nifas Membatalkan Puasa — Hadits Puasa #19

 

عَنْ مُعَاذَةَ بِنْتِ عَبْدِ اللهِ العَدَوِيَّةِ، قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ. فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

Dari Mu’adzah binti Abdullah al-‘Adawiyah, dia berkata,

Saya bertanya kepada Aisyah, seraya berkata, “Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha puasa dan tidak mengqadha shalat?”

Maka Aisyah menjawab, “Apakah kamu dari golongan Haruriyah?”

Aku menjawab, “Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.”

Dia menjawab, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 321; HR. Muslim No. 335)

Baca juga: 4 Keutamaan Puasa — Hadits Puasa #3

Nilai-nilai yang terkandung dalam hadits di atas adalah salah satu dari sekian banyak rahmat Allah ‘azza wajalla kepada wanita. Di mana dalam shalat yang selalu terulang pelaksanaannya setiap hari dan haid pada umumnya terulang setiap bulan, jika saja ada aturan untuk qadha shalat, tentu itu akan menjadi suatu aturan yang sangat memberatkan kaum wanita.

Oleh karena itu, pelaksanaan shalat sebagai suatu bentuk ibadah setelah selesai haid lebih maslahat dari adanya aturan untuk mengqadhanya. Dan maslahat ibadah yang terkandung di dalamnya tidak hilang jika tidak mengqadhanya.

Puasa Ramadhan adalah ibadah tahunan yang tidak ada hal yang memberatkan (masyaqqah) pada proses qadhanya. Bahkan, adanya aturan qadha puasa itu justru memberi maslahat yang lebih bagi kaum wanita. (I’lam al-Muwaqqi’in) 2/60)

 

Darah Haid, Nifas, atau Istihadhah yang Keluar Ketika Puasa

Jika seorang wanita mengalami haid atau nifas pada sebagian waktu siang hari, maka puasanya batal, meskipun terjadi ketika mendekati waktu buka puasa. Dan wajib bagi dirinya melaksanakan puasa qadha’.

Baca juga: Wajib Mengamalkan Al-Quran — Hadits Puasa #7

Wanita yang haid dan nifas buka hendaknya puasanya dilakukan sembunyi-sembunyi, karena puasa mereka batal karena sebab yang tersembunyi. Tidak perlu mengumumkan agar tidak terjadi prasangka pada dirinya atau dijadikan legitimasi oleh orang jahil bahwa waktu itu buka puasa boleh dilakukan tanpa uzur.

Jika ia merasakan tanda-tanda haid seperti rasa nyeri dan semisalnya, namun belum keluar haid sedikit pun kecuali setelah tenggelamnya matahari, maka puasanya sah. Karena sah dan tidaknya puasa tergantung pada ada atau tidaknya haid.

Jika haid seorang wanita berhenti di tengah siang bulan Ramadhan, maka puasanya pada waktu itu tidak sah, karena telah tampak ciri-ciri pembatal puasanya.

Baca juga: Keluar Darah Setelah Keguguran, Tetap Shalat?

Sebagian ulama berpendapat, ia tetap melanjutkan puasa sebagai bentuk penghormatan terhadap saudaranya yang lain yang sedang puasa, dengan tetap menanggung kewajiban qadha puasa.

Sebagian ulama lain berpendapat, tidak perlu melanjutkan puasanya karena itu tidak bermanfaat bagi dirinya, karena puasanya telah batal dan ia terkena kewajiban qadha. Ini pendapat yang dirasa paling mendekati kebenaran.

Jika haid seorang wanita berhenti di malam hari bulan Ramadhan, meskipun itu terjadi beberapa saat sebelum terbit fajar, maka ia tetap wajib melaksanakan puasa. Karena dia telah terkena beban taklif hukum, meskipun belum sempat mandi wajib kecuali setelah terbit fajar. Sebab, mandi itu meski hukumnya wajib, tidak menjadi syarat untuk melaksanakan puasa.

Baca juga: Memandikan Jenazah Yang Terbakar, Bagaimana Caranya?

Jika nifas seorang wanita berhenti sebelum 40 hari, maka ia wajib melaksanakan puasa, jika itu terjadi di bulan Ramadhan.

Keluarnya darah istihadhah tidak menghalangi seseorang dari puasa. Sebab, nash yang ada hanya berlaku untuk haid dan nifas saja. selain itu, darah istihadhah itu sifatnya berlanjut, sedangkan darah haid itu waktu keluarnya terbatas.

Sehingga, keluarnya darah istihadhah sama sekali tidak menghalangi seseorang dari shalat, thawaf, begitu juga puasa. Para ulama fikih telah berijmak dalam persoalan ini. Wallahu a’lam [Sodiq Fajar/dakwah.id]

 

اَللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ، وَرَبّ إِسْرَافِيْلَ، نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ حَرِّ النَّارِ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَاغْفِرْ اَللَّهُمَّ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ.

Ya Allah, Rabb malaikat Jibril dan Mikail, Rabb malaikat Israfil, kami berlindung kepada-Mu dari azab kubur, dan dari panasnya api neraka, kami juga berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak dapat khusyuk, dan dari doa yang tidak didengar, dan dari jiwa yang tidak dapat kenyang, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat, ampuni kami ya Allah, ampuni kedua orang tua kami dan seluruh kaum muslimin.

 

Diadaptasi dari kitab: Mukhtashar Ahadits ash-Shiyam
Penulis: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Penerjemah: Sodiq Fajar

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *