Gambar Materi Kultum 11 Mengenal Sifat-sifat Wali Allah dakwah.id.jpg

Materi Kultum 11: Ciri Wali Allah yang Sesungguhnya

Terakhir diperbarui pada · 1,694 views

Tulisan yang berjudul Ciri Wali Allah yang Sesungguhnya adalah seri ke-11 dari serial Materi Kultum Ramadhan yang ditulis oleh ustadz Muhammad Faishal Fadhli.

Ada sebuah kisah yang sangat masyhur tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (470—561 H).

Pada suatu hari, beliau sangat kehausan dan rasanya hampir mati. Tiba-tiba, datanglah awan sejuk menaunginya. Lalu terdengar suara dari atas sana memanggil namanya, “Wahai Abdul Qadir.…”

Ketika ditanya, “Siapa kamu?”

Suara itu menjawab “Ana Rabbuka. Aku adalah Tuhanmu.”

Syaikh mencecarnya, “Benarkah engkau adalah Tuhan Yang Maha Esa?”

Suara itu menimpali, “Aku adalah Tuhanmu. Telah kuhalalkan apa yang selama ini diharamkan bagimu.”

Syaikh membentak suara itu, “Dasar musuh Allah, kamu pasti telah berdusta! Aku yakin kamu adalah setan.”

Langit yang menaunginya seketika menghilang. Dan tidak lama kemudian, terdengar suara dari belakang Syaikh Abdul Qadir, “Dengan kefakihanmu dalam agama, kamu telah selamat dari tipu dayaku. Padahal sebelumnya, dengan trik yang sama, aku telah berhasil menipu tujuh puluh orang.”

Cerita unik dan menarik ini diakhiri dengan satu pertanyaan: Dari mana Syaikh tahu kalau itu setan? Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sendiri menjawab, “Aku tahu kalau dia itu setan ketika dia menghalalkan sesuatu yang haram.”

Kisah ini tercantum dalam kitab-kitab klasik. Diabadikan oleh Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam Mashaib al-Insan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa, dan Ibnu Qayim al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin.

Dari sepotong kisah di atas, ada beberapa faedah yang bisa kita petik, di antaranya:

Pertama, selagi masih hidup di dunia, kita tidak pernah terlepas dari taklif syariat (beban syariat). 

Kedua, di antara sifat-sifat wali Allah adalah berpegang teguh kepada syariat. Syaikh Abdul Qadir al-Jilani adalah imamnya kaum sufi. Meski demikian, bukan berarti beliau tidak terbebani dengan syariat, beliau tetap mendapat beban taklif syariat.

Ketiga, sangat mungkin bagi setan mengelabui seorang manusia; seakan-akan ia berjumpa dengan Tuhannya. Cara semacam ini telah dilakukan oleh setan dan sukses untuk menyesatkan manusia selama ribuan tahun.

Keempat, sebagai tokoh agung sepanjang sejarah umat Islam, Syaikh Abdul Qadir bukan hanya ahli tasawuf, tapi juga ahli fikih.

Imam an-Nawawi mengatakan bahwa Abdul Qadir al-Jilani adalah imam bagi dua mazhab besar dalam fikih; Syafii dan Hambali. Ibnu Taimiyah juga mengakui kealiman dan kewalian syaikh agung ini berikut karamah-karamah yang beliau alami.

Kesimpulannya: termasuk kebohongan besar dan kesesatan yang nyata di tengah umat; oknum yang mengaku sufi, mengklaim bahwa dirinya sudah mencapai derajat wali Allah paling sakti, sehingga menganggap dirinya sudah tidak perlu shalat dan menjalankan syariat. Ajaran yang dianut oleh orang seperti ini, pasti bukan dari al-Quran, dan sangat mungkin berasal dari bisikan setan.

Tidak ada satu pun ayat al-Quran yang menunjukkan kebolehan meninggalkan syariat. Bahkan Allah subhanahu wataala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ

Dan sembahlah Rabb-mu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99)

Para ulama ahli tafsir sepakat bahwa makna ‘al-Yaqin’ dalam ayat tersebut adalah ‘al-Maut’. Jadi, kita semua dititah untuk beribadah kepada Allah sampai maut datang menjemput.

Sifat-sifat Wali Allah

Abu Ali ar-Rudzbariy pernah ditanya terkait persoalan orang-orang yang mengaku wali Allah dan mencapai maqam, derajat, tertinggi sehingga tidak perlu ibadah lagi. Abu Ali menjawab,

Ya. Mereka itu memang sudah sampai. Tapi, bukan sampai ke maqam awliyaullah. Melainkan sampai ke neraka Saqar.”

Perkataan ini termaktub dalam kitab al-Manhaj as-Sawi hal. 435 dan dinukil oleh al-‘Allamah al-Fakih al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith.

Masih dalam kitab yang sama, disebutkan juga perkataan menarik dari para ‘arifin, “At-Taklif maqamun syariif. Kaana Rasulullaah shallallahu alaihi wasallama, laa yasquthu anhu At-Takaalif.” Bahwa beban syariat adalah maqam yang mulia. Karena Rasul tidak terbebas dari taklif.

Habib Umar bin Saqaf turut berkomentar mengenai fenomena wali jadi-jadian yang tidak mau menjalankan ibadah,

Laa mathara illa bi waasithati sahaab. Wa laa ilma illa bi waasithati kitaab. Wa laa wilaayata illa bi waasthati mihraab.” Tak ada hujan tanpa perantara awan. Tak ada ilmu tanpa perantara buku. Dan tak ada kewalian tanpa perantara mihrab.

Bahkan al-Quran dengan gamblang menyebutkan di antara ciri dan sifat-sifat wali Allah adalah mereka yang menjalankan syariat, tidak dihantui rasa khawatir dalam menjalani kehidupan duniawi, tidak pula merasa bersedih hati, beriman, dan selalu bertakwa di mana pun berada.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam QS. Yunus: 62—63,  

اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَۗ

Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.”

Artikel Adab: Sunnah-sunnah Sebelum Ifthar/Buka Puasa

Sebagai penutup, untuk menegaskan kembali bahwa tidak seorang wali pun yang terbebas dari syariat, mari kita simak perkataan Nabi Isa bin Maryam ‘alaihissalaam yang diabadikan dalam firman Allah ta’ala,

Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam: 30—31)

Mari kita perhatikan baik-baik. Sekelas Nabi Isa, yang mukjizatnya luar biasa; bisa berbicara saat masih bayi, diturunkan kepadanya kitab suci, dia obati orang buta sampai bisa melihat lagi, ia mengetahui rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan bahkan bisa menghidupkan orang mati—dengan izin Allah. Meski begitu, yang namanya syariat, tetap ia lazimi. Karena shalat adalah hak Allah, dan zakat adalah hak hamba. Kedua-duanya senantiasa beliau jaga.

Jadi, masih layakkah dikatakan bahwa para wali hari ini lebih hebat dari Nabi Isa? Karena mereka merasa sudah keren, sudah dan mencapai maqam yang membebaskannya dari syariat? Semoga Allah melindungi kita dari berbagai fitnah syubhat dalam beragama. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq. (Muhammad Faishal Fadhli/dakwah.id)

Baca juga artikel Materi Kultum Ramadhan atau artikel menarik lainnya karya Muhammad Faishal Fadhli.

Penulis: Muhammad Faishal Fadhli
Editor: Ahmad Robith

Artikel Materi Kultum Ramadhan sebelumnya:

Topik Terkait

Muhammad Faishal Fadhli

Pengkaji Literatur Islami. Almnus Program Kaderisasi Ulama (PKU) Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor angkatan 14.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *