Artikel berjudul “Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis Sejak Awal Dakwah Nabi di Makkah” ini adalah seri pertama dari serial Roadmap Nabawi untuk Membebaskan Baitulmaqdis.
Serial lengkap artikel ini dapat sahabat baca pada link berikut:
Seri 1: Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis Sejak Awal Dakwah Nabi di Makkah
Seri 2: I’dad Ma’rifî Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis
Seri 3: I’dad Siyasi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis
Seri 4: I’dad ‘Askari Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis
Seri 5: Peran Khalifah Abu Bakar dan Umar dalam Melanjutkan Misi
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil dari kelima seri artikel ini adalah sebagai berikut.
- Pembebasan pertama Baitulmaqdis merupakan kombinasi dari tiga unsur: i’dad ma’rifi, i’dad siyasi, dan i’dad ‘askari.
- Pembebasan pertama Baitulmaqdis merupakan kerja yang terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan selama kurang lebih 28 tahun. Yaitu, 23 tahun masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan 5 tahun masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Roadmap Nabawi untuk Membebaskan Baitulmaqdis
Dalam kitab-kitab sirah nabawiyah, rencana strategis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membebaskan Baitulmaqdis dari cengkeraman penjajah Imperium Kristen Ortodoks Bizantium (Romawi Timur) tidak tersusun dalam sebuah bab atau subbab khusus.
Tetapi, materi tentang hal itu terserak-serak di berbagai tempat dan peristiwa, bagaikan puzzle-puzzle, sehingga memerlukan kerja keras untuk menyusunnya dalam sebuah kajian yang komprehensif dan enak untuk dinikmati.
Prof. Dr. Abdul Fattah al-Awaisi dalam bukunya, at-Takhtîth al-Istirâtîjî lit-Tahrîr al-Qâdim lil-Masjid al-Aqshâ al-Mubârak, setelah melakukan penelitian selama kurang lebih 35 tahun, menyimpulkan bahwa rencana strategis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membebaskan Baitulmaqdis terdiri dari tiga pilar utama, yaitu
- persiapan keilmuan (al-i’dâd al-ma’rifî);
- persiapan politik (al-i’dâd as-siyâsî); dan
- persiapan militer (al-i’dâd al-‘askarî).
Hipotesa Prof. Al-Awaisi
Dalam hal ini, Prof. Dr. Abdul Fattah al-Awaisi mengajukan sebuah hipotesa bahwa “Sejak awal dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah, Islam memiliki kaitan yang sangat erat dengan Baitulmaqdis”.
Hipotesa tersebut adalah sebuah pernyataan yang berat dan besar.
Pertanyaannya, apakah hipotesa tersebut didukung oleh bukti-bukti valid yang bisa dipertanggungjawabkan?
Prof. Dr. Abdul Fattah al-Awaisi memaparkan bahwa bukti-bukti atas hipotesa tersebut dapat ditemukan dalam fase dakwah di Makkah maupun fase dakwah di Madinah.
Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis Sejak Awal Dakwah Nabi di Makkah
Minimal ada tiga bukti kuat yang menunjukkan bahwa Islam dan kaum muslimin sejak masa awal dakwah di Makkah memiliki ikatan yang sangat erat dengan Masjidilaqsa dan Baitulmaqdis.
Pertama (Aspek Ruhiyah): Masjidilaqsa adalah Kiblat Pertama Umat Islam
Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis pertama adalah Masjidilaqsa merupakan kiblat pertama umat Islam.
Hal ini berdasarkan hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma dalam Shahîh al-Bukhârî dan Shahîh Muslim, Surat al-Muddatsir adalah wahyu al-Quran kedua yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Surat al-Muddatsir disusul oleh turunnya Surat al-Muzammil. Dalam Surat al-Muddatsir terdapat perintah bersuci dan ancaman neraka bagi orang yang meninggalkan shalat. Dalam Surat al-Muzammil terdapat perintah untuk melakukan shalat malam (Tahajud).
Ayat-ayat al-Quran yang turun pada periode dakwah Makkah memuat perintah untuk menunaikan shalat pada awal pagi dan sore hari. Dengan demikian, pada periode dakwah Makkah sebelum terjadinya peristiwa Isra` Mi’raj, kaum muslimin menjalankan tiga jenis shalat: shalat Tahajud, shalat di awal waktu pagi, dan shalat di sore hari.
Salah satu syarat sah shalat adalah menghadap kiblat. Kiblat pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan generasi sahabat adalah Masjidilaqsa yang berada di Baitulmaqdis. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menghadap ke arah kiblat, Masjidilaqsa di Baitulmaqdis, selama tiga kali setiap hari.
Hal itu berlangsung sepanjang masa dakwah di Makkah, yaitu 13 tahun lamanya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal dakwah, agama Islam memiliki kaitan sangat erat dengan Masjidilaqsa dan Baitulmaqdis.
Setelah peristiwa Isra` dan Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin mendapatkan perintah baru: shalat lima kali sehari semalam. Shalat wajib lima waktu tetap ditunaikan dengan menghadap kiblat Masjidilaqsa di Baitulmaqdis.
Hal itu berlangsung sampai akhir masa dakwah di Makkah, yang secara total berdurasi 13 tahun lamanya, ditambah sekitar 16 bulan masa dakwah di Madinah.
Kedua (Aspek Ilmiah): Kisah Para Nabi dan Rasul di Baitulmaqdis
Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis kedua adalah kisah para nabi dan rasul di Baitulmaqdis.
Menurut penelitian para ulama tafsir, sepertiga isi al-Quran adalah kisah-kisah. Yaitu kisah-kisah sejarah perjalanan para nabi, rasul, dan umat-umat terdahulu.
Dalam hal ini, para nabi dan rasul yang diutus kepada Bani Israil mendapat porsi bahasan yang paling lengkap dan panjang lebar, dibandingkan kisah para nabi dan rasul yang diutus kepada umat-umat lainnya.
Terkadang satu surat penuh membahas kisah satu orang nabi Bani Israil, misalnya pada Surat Yusuf. Terkadang dalam satu surat terdapat kisah beberapa nabi Bani Israil, misalnya Surat al-Baqarah, Surat al-A’raf, Surat Maryam, dan Surat al-Anbiya`.
Seorang mahasiswi di Universitas Al-Khalil, Palestina, pernah menulis tesis tentang jumlah surat-surat dan ayat-ayat al-Quran yang membahas tentang Baitulmaqdis. Ternyata, jumlahnya mencapai kurang lebih sepertiga al-Quran.
Para ulama mengklasifikasikan ayat-ayat dan surat-surat al-Quran dalam dua kategori: Makkiyah dan Madaniyyah. Makkiyah adalah surat-surat dan ayat-ayat al-Quran yang turun sebelum hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Madaniyyah adalah ayat-ayat dan surat-surat al-Quran yang turun setelah hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Mayoritas surat dan ayat Makkiyah turun di Kota Makkah serta kawasan sekitarnya, seperti Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Uniknya, sebagian ulama tafsir menyatakan bahwa ada sebuah ayat Makkiyah yang diturunkan di Baitulmaqdis, yaitu Surat az-Zukhruf ayat 45.
Imam Ibnu Katsir ad-Dimasyqi meriwayatkan dalam tafsirnya sebuah hadits dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Al-Quran itu diturunkan di tiga tempat: Makkah, Madinah, dan Syam.” Perawi hadits ini, al-Walid bin Muslim, berkata, “Yang dimaksud dengan Syam adalah Baitulmaqdis.” (Tafsir Ibnu Katsir, III/73: Tafsir Surat al-Isra` ayat 76)
Allah Ta’ala berfirman,
وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ
“Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau,‘Apakah Kami menentukan tuhan-tuhan selain (Allah) Yang Maha Pengasih untuk disembah?’” (QS. Az-Zukhruf: 45)
Salah satu tafsiran ayat tersebut diutarakan oleh ulama tafsir generasi tabi’ut tabi’in, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, yang mengatakan, “Bertanyalah (wahai Muhammad) kepada para rasul terdahulu pada malam Isra`. Sebab pada saat itu, seluruh nabi dikumpulkan untuk (shalat bermakmum kepada) beliau.” (Tafsir Ibnu Katsir, IV/211: Tafsir Surat az-Zukhruf ayat 45)
Baca juga: Masjidilaqsa, Inikah Keutamaanmu yang Sangat Luar Biasa Itu?
Al-Quran mengisahkan beragam jenis para nabi dan rasul yang hidup di Baitulmaqdis sebagai berikut:
Pertama, para nabi dan rasul yang lahir, besar, berdakwah, dan wafat di Baitulmaqdis. Misalnya, Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, dan Isa.
Kedua, para nabi dan rasul yang lahir di Baitulmaqdis, namundewasa, berdakwah, dan wafat di luar Baitulmaqdis. Misalnya, Nabi Yusuf.
Ketiga, para nabi dan rasul yang lahir, dewasa, dan berdakwah di luar Baitulmaqdis, kemudian berhijrah menuju Baitulmaqdis dan wafat di luar Baitulmaqdis. Misalnya, Nabi Musa dan Nabi Harun.
Keempat, para nabi dan rasul yang lahir, dewasa, dan berdakwah di luar Baitulmaqdis, kemudian berhijrah, berdakwah, dan wafat di Baitulmaqdis. Misalnya, Nabi Ibrahim dan Nabi Luth.

Surat-surat dan ayat-ayat Makkiyah yang mengisahkan para nabi dan rasul di Baitulmaqdis ini senantiasa dibaca, dihafalkan, direnungi, dan dihayati oleh kaum muslimin di Makkah sehingga mereka memiliki ikatan ilmiah dan ruhiyyah yang kuat dengan Baitulmaqdis.
Ketiga (Aspek Geopolitik): Peristiwa Isra` dan Mi’raj
Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis ketiga adalah peristiwa Isra` dan Mi’raj.
Peristiwa Isra` Mi’raj bukanlah sebuah mukjizat fisik belaka. Isra` merupakan perjalanan bumi (darat), sedangkan Mi’raj merupakan sebuah perjalanan langit (udara).
Dalam Isra`, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diperjalankan dari Masjidilharam di Kota Suci Makkah, menuju Masjidilaqsa di Baitulmaqdis. Pada saat itu di muka bumi baru ada dua buah masjid: Masjidilharam di Kota Makkah dan Masjidilaqsa di Kota Al-Aqsha.
Di Masjidilaqsa, beliau dipertemukan dengan ruh seluruh nabi dan rasul terdahulu (lebih dari 120.000 nabi dan rasul). Beliau mengimami mereka dalam shalat jamaah, dengan menghadap Masjidilaqsa. Peristiwa itu mengindikasikan bahwa para nabi dan rasul terdahulu menyerahkan tampuk kepemimpinan dakwah tauhid di muka bumi kepada beliau.
Peristiwa Nabi Muhammad mengimami para nabi dan rasul juga mengindikasikan bahwa keberkahan tanah suci Baitulmaqdis akan memancar ke seluruh penjuru dunia, bersama penyebaran risalah Islam yang membawa misi rahmatan lil-’âlamîn.
Di kompleks Masjidilaqsa, dari atas batu karang yang besar (shakhrah), Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diangkat ke langit yang tujuh, kemudian diangkat naik ke Sidratulmuntaha, untuk menerima wahyu akhir Surat al-Baqarah dan perintah shalat lima waktu dalam sehari-semalam. Peristiwa itu disebut Mi’raj.
Perjalanan darat dari Makkah ke al-Aqsha berhenti di kompleks Masjidilaqsa. Demikian pula, perjalanan Mi’raj dari bumi ke Sidratulmuntaha bermula dari kompleks Masjidilaqsa.
Khutbah Jumat: Hilful Fudhul, Spirit Membela Kaum Terzalimi
Para ulama dan sejarawan Islam berbeda pendapat tentang kapan waktu terjadinya Isra` dan Mi’raj.
Salah satu pendapat yang populer di tengah umat Islam, antara lain dipaparkan oleh Dr. Ahmad bin Ismail Naufal (dosen tafsir Universitas Yordania) dan Prof. Dr. Mohammad Roslan Mohammad Nor (murid pertama Prof. Dr. Abdul Fattah Al-Awaisi dari Malaysia yang meraih gelar guru besar) bahwa peristiwa tersebut terjadi pada malam 27 Rajab tahun 11 Kenabian.
Dr. Ahmad Naufal menyatakan hal itu terjadi pada pertengahan kenabian, tepatnya 11 tahun 6 bulan setelah kenabian. Yaitu sekitar 18 bulan sebelum peristiwa hijrah ke Madinah.
Harus diingat bahwa pada saat itu bangunan Masjidilaqsa sendiri tidak tegak berdiri. Bangunan Masjidilaqsa telah lama runtuh, sebagai akibat peperangan demi peperangan dan berbagai kerusuhan yang terjadi di wilayah Baitulmaqdis.
Wilayah Baitulmaqdis saat itu menjadi lahan perebutan antara pasukan Imperium Persia dan Imperium Bizantium. Berkumpulnya seluruh ruh para nabi dan rasul di Masjidilaqsa, dan shalat jamaah mereka dengan diimami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seakan-akan mengindikasikan bahwa risalah Islam akan menundukkan seluruh kekuatan politik dan militer yang saat itu menjadi superpower dunia.
Kesimpulan: Baitulmaqdis Sebagai Isu Akidah
Kesimpulan yang bisa diambil dari bukti-bukti pada periode dakwah Islam di Makkah ini adalah sebagai berikut.
- Benar bahwa sejak masa awal dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah, Islam memiliki kaitan yang sangat erat dengan Masjidilaqsa dan Baitulmaqdis.
- Persoalan Baitulmaqdis bagi umat Islam adalah permasalahan akidah dan agama.
Baitulmaqdis adalah persoalan seluruh nabi, rasul, dan umat Islam sedunia. Baitulmaqdis bukanlah persoalan politik atau kemanusiaan, milik bangsa “Palestina” belaka.
Umat Islam sedunia harus memunyai rasa kepemilikan dan keterikatan ideologi dengan Baitulmaqdis. Umat Islam sedunia memiliki amanah dan tanggung jawab terhadap Baitulmaqdis. (Yasir Abdul Barr/dakwah.id)
Penulis: Yasir Abdul Barr
Editor: Ahmad Robith
Artikel Fikih Siyasah terbaru: