Gambar I’dad Ma‘rifi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis Dakwah.id

I’dad Ma‘rifi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis

Terakhir diperbarui pada ·

Artikel berjudul “Idad Marifi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis” ini adalah seri kedua dari serial Roadmap Nabawi untuk Membebaskan Baitulmaqdis.

Serial lengkap artikel ini dapat sahabat baca pada link berikut:

Seri 1: Keterkaitan Islam dan Baitulmaqdis Sejak Awal Dakwah Nabi di Makkah

Seri 2: Idad Marifi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis

Seri 3: Idad Siyasi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis

Seri 4: Idad Askari Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis

Seri 5: Peran Khalifah Abu Bakar dan Umar dalam Melanjutkan Misi

I’dad Ma‘rifi Rasulullah dalam Mempersiapkan Pembebasan Baitulmaqdis

Setelah hijrah ke Madinah, kaum muslimin masih melaksanakan shalat dengan menghadap ke arah kiblat Baitulmaqdis selama kurang lebih 16 bulan lamanya.

Jika ditambah dengan 13 tahun masa dakwah di Makkah, maka umat Islam shalat dengan menghadap ke arah Baitulmaqdis selama kurang lebih 14 tahun 4 bulan.

Selama periode dakwah di Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bekerja dengan sungguh-sungguh untuk

  1. Membina dan mencetak masyarakat pembebas Baitulmaqdis dari cengkeraman penjajahan Imperium Kristen Ortodoks Bizantium.
  2. Membentuk kultur (tsaqâfah) Baitulmaqdis di tengah masyarakat. Dengan kata lain, menjadikan persoalan Baitulmaqdis sebagai trending topic yang viral dan menyebar luas di seluruh lapisan masyarakat Madinah.

Untuk menyukseskan dua tujuan tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menempuh langkah-langkah strategis berupa i’dad ma’rifi (persiapan keilmuan) sebagai berikut.

I’dad Ma‘rifi Pertama: Mengenalkan istilah islami sebagai ganti dari istilah penjajah non-Islam

Pada zaman itu, penjajah Imperium Bizantium menyebut wilayah kiblat pertama kaum muslimin dengan istilah Aelia Capitolana. Terkadang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mempergunakan isilah Aelia ini dalam satu-dua hadist, karena istilah ini terlanjur ada dan populer dalam percaturan geopolitik bangsa Arab dan non-Arab pada zaman itu.

Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengenalkan istilah baru berdasarkan wahyu Allah, yaitu istilah Baitulmaqdis, dalam lebih banyak hadits. Hal itu sebagai tambahan dari istilah yang telah lebih dahulu disebutkan oleh al-Quran, yaitu Ardh Mubârakah.

Pengenalan istilah baru yang islami, Baitulmaqdis, ini mendekatkan persoalan Baitulmaqdis dengan keimanan dan perasaan kaum muslimin. Pengenalan istilah baru mengandung konsekuensi adanya konsep (pemahaman) baru.

Wilayah Baitulmaqdis memiliki batas-batas wilayah yang suci berdasarkan wahyu Allah, seperti halnya batas-batas suci Kota Makkah yang berdasarkan wahyu Allah. Ini sesuai riwayat dari Abdullah bin Umar bin Khathab radhiyallahu anhuma. Sejak saat itu, lisan kaum muslimin selalu menyebut istilah dan konsep baru: Baitulmaqdis.

Hal ini tentu sangat kontradiktif dengan kondisi kaum muslimin hari ini. Termasuk kondisi banyak ulama, cendekiawan, dan bahkan gerakan perjuangan pembebasan Baitulmaqdis. Mereka lebih akrab dengan istilah Palestina, dan batas-batas geografis from the river to the sea (Palestine will be free).

Padahal, istilah Negara Palestina “modern” adalah produk penjajah Inggris pada Perang Dunia I. Sementara batas-batas geografis Negara Palestina “modern” adalah hasil kesepakatan penjajah Inggris, Prancis, Italia, dan Rusia dalam Perjanjian Sykes-Picot,16 Mei 1916.

Baca juga: Mengapa Baitulmaqdis Tidak Kunjung Merdeka?

Sejak zaman Khulafaurasyidin hingga akhir masa kekuasaan Khilafah Utsmaniyyah, umat Islam sedunia tidak pernah mengenal istilah Negara Palestina, dengan batas-batas wilayah geografis from the river to the sea-nya.

Sampai terjadinya Perang Dunia I, umat Islam masih menggunakan istilah Suriah Utara untuk menyebut negeri Syam bagian utara dan Suriah Selatan untuk menyebut Palestina.

Saat itu, Baitulmaqdis berada di bawah wilayah administratif mutasharrif ‘kabupaten/kota’ Al-Quds, yang berada di bawah kontrol langsung pemerintahan Sultan Utsmani di Istambul.

I’dad Ma‘rifi Kedua: Menyebarkan harapan dan kabar gembira pembebasan Baitulmaqdis kepada kaum muslimin

Selama periode dakwah di Madinah, berulang kali kaum muslimin secara umum dan sebagian sahabat secara khusus, mengalami masa-masa kemiskinan, kelaparan, kesulitan mata pencarian hidup, penyakit kronis, dan berbagai penderitaan lainnya.

Dalam situasi seperti itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam berbagai kesempatan senantiasa memberikan kabar gembira dan harapan tentang pembebasan Baitulmaqdis dari cengkeraman penjajah Imperium Bizantium.

Di antara contohnya, saat sahabat Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu mengadukan kesulitan dan penderitaan hidupnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghiburnya dengan bersabda,

لَيْسَ عَلَيْكَ، إِنَّ الشَّامَ يُفْتَحُ، وَيُفْتَحُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ، فَتَكُونُ أَنْتَ وَوَلَدُكَ أَئِمَّةً فِيهِمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Tidak mengapa bagimu. Sesungguhnya negeri Syam akan dibebaskan. Dan Baitulmaqdis akan dibebaskan. Dan kamu beserta anak keturunanmu akan menjadi pemimpin di sana, insyaallah.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mujam Al-Kabir no. 7016)

Di kemudian hari, kabar gembira ini menjadi kenyataan. Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu wafat pada tahun 58 H (677/678 M) dan dimakamkan di Pemakaman Ar-Rahmah di Kota Al-Quds.

Contoh lainnya, dalam situasi lapar, lelah, dan cuaca panas yang sangat terik, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memanggil Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiyallahu untuk memasuki tenda beliau yang sangat sempit. Saat itu pasukan Islam sedang beristirahat dalam peperangan Tabuk.

Beliau memberi kabar gembira kepada sahabat Auf,

يَا عَوْفُ بْنَ مَالِكٍ، سِتًّا قَبْلَ السَّاعَةِ: مَوْتُ نَبِيِّكُمْ خُذْ إِحْدَى، ثُمَّ فَتْحُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ مَوْتٌ يَأْخُذُكُمْ تُقْعَصُونَ فِيهِ كَمَا تُقْعَصُ الْغَنَمُ

Wahai Auf, hitunglah enam perkara yang akan terjadi sebelum hari kiamat. Pertama, kematianku. Kedua, pembebasan Baitulmaqdis. Ketiga, kematian massal yang membunuh umatku seperti kematian domba-domba karena wabah penyakit ….” (HR. Ahmad no. 23971)

Harapan dan kabar gembira itu tertanam dalam sanubari kaum muslimin. Mereka meyakini sepenuhnya bahwa pembebasan Baitulmaqdis adalah amanah di pundak mereka. Mereka juga optimis akan mampu mewujudkannya berdasar kabar gembira tersebut.

Ketiga: Memviralkan persoalan Baitulmaqdis dan menjadikannya trending topic di seluruh lapisan masyarakat Madinah

Perhatian dan pembicaraan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang cukup intens tentang persoalan Baitulmaqdis di berbagai tempat, forum, dan waktu, dengan audiens yang beragam menjadikan Baitulmaqdis trending topic di seluruh wilayah Madinah.

Tua dan muda, laki-laki dan perempuan, orang merdeka dan budak, sama-sama membincangkan Baitulmaqdis.

Baca juga: 5 Langkah Rasulullah dalam Membangun Masyarakat Islam di Madinah

Baitulmaqdis menjadi bahan obrolan masyarakat di masjid, pasar, jalan raya, kebun, dan rumah tangga.

Salah satu contohnya, seorang mantan budak perempuan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang bernama Maimunah bintu Sa’ad bertanya,

يَا نَبِيَّ اللهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ: أَرْضُ الْمَنْشَرِ، وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ. قَالَتْ: أَرَأَيْتَ مَنْ لَمْ يُطِقْ أَنْ يَتَحَمَّلَ إِلَيْهِ أَوْ يَأْتِيَهُ قَالَ: ” فَلْيُهْدِ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ، فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ.

“Wahai Nabi, berilah kami fatwa tentang Baitulmaqdis!”

Maka beliau menjawab, “Baitulmaqdis adalah negeri tempat manusia dibangkitkan dan dikumpulkan (pada hari kiamat). Datangilah dan shalatlah di sana, karena satu shalat di dalamnya setara dengan seribu shalat di tempat lain!”

Maimunah bertanya, “Bagaimana jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mendatanginya?”

Beliau menjawab, “Maka hendaklah ia memberikan hadiah berupa minyak tanah untuk penerangannya. Sebab, siapa memberikan hadiah minyak penerangan untuknya maka ia seperti orang yang shalat di dalamnya.” (HR. Ahmad no. 27626)

Keempat: Rutinitas membaca dan mentadaburi Surat Al-Isra` sebelum tidur

Salah satu sunah Nabi shallallahu alaihi wasallam yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari secara umum, dan idad marifi untuk pembebasan Baitulmaqdis secara khusus, adalah tradisi membaca dan mentadaburi Surat Al-Isra’ sebelum beranjak tidur malam.

Aisyah radhiyallahu anha berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَالزُّمَرَ

Kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah beliau tidak tidur di atas kasur beliau, sampai beliau selesai membaca setiap malam Surat Bani Israil dan Surat Az-Zumar.” (HR. Ahmad no. 24388 dan At-Tirmidzi no. 2920. Sanadnya dinyatakan hasan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani)

Aktivitas rutin ini besar artinya dalam memupuk rasa cinta kepada Baitulmaqdis, menggelorakan semangat pembebasan terhadapnya, dan menginternalisakan dalam diri setiap muslim karakter para pembebas Baitulmaqdis yang tercantum dalam Surat Al-Isra’.

I’dad ma’rifi mengambil porsi paling besar dan paling banyak dari perjuangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

I’dad ma’rifi berlangsung selama 13 tahun fase dakwah di Makkah, ditambah 10 tahun masa dakwah di Madinah. I’dad ma’rifi memakan waktu total kurang lebih 23 tahun, mengiringi seluruh fase dan aktivitas dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sejak awal kenabian sampai beliau wafat.

Satu hal yang menarik dicatat bahwasanya i’dad ma’rifi sejak awal kenabian hingga terjadinya Perjanjian Damai Hudaibiyah (awal i’dad siyasi) berlangsung selama kurang lebih 19 tahun lamanya.

Apakah buah dari i’dad ma’rifi tersebut?

Salah satu hasilnya adalah generasi Muhajirin dan Anshar memiliki keinginan yang menggebu-gebu untuk menziarahi Masjidilaqsa dan menunaikan shalat di sana.

Bagaimana mereka tidak merindukan hal itu, sementara mereka pernah menunaikan shalat menghadap Masjidilaqsa selama 14 tahun 4 bulan? (Yasir Abdul Barr/dakwah.id)

Penulis: Yasir Abdul Barr
Editor: Ahmad Robith

Topik Terkait

Discover more from Dakwah.ID

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading