puasa

Waktu Pelaksanaan Puasa Asyura

Terakhir diperbarui pada · 2,697 views

Salah satu amalan ibadah yang dicontohkan oleh Rasulullah pada bulan Muharam ialah puasa Asyura. Kapan kita bisa melaksanakan puasa tersebut?

Para ulama Fikih empat Mazhab berbeda pendapat dalam masalah waktu dan cara pelaksanaan puasa Asyura.

MAZHAB HANAFI

‘Alauddin al-Kasani (wafat 587 H) seorang ahli fikih mazhab Hanafi berkata,

وَكَرِهَ بَعْضُهُمْ صَوْمَ يَوْمِ عَاشُورَاءَ وَحْدَهُ لِمَكَانِ التَّشَبُّهِ بِالْيَهُودِ وَلَمْ يَكْرَهْهُ عَامَّتُهُمْ لِأَنَّهُ مِنَ الْأَيَّامِ الْفَاضِلَةِ فَيُسْتَحَبُّ اسْتِدْرَاكُ فَضِيلَتِهَا بِالصَّوْمِ.

Sebagian mereka (ahli fikih mazhab Hanafi) memakruhkan melaksanakan puasa Asyura saja (hanya tanggal 10 Muharam), karena hal tersebut menyerupai kaum Yahudi. Akan tetapi mayoritas ulama mazhab Hanafi tidak memakruhkannya.

Sebab, hari ‘Asyura termasuk hari-hari yang memiliki keutamaan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mencari fadhilahnya dengan melaksanakan shaum/puasa. (Badai’ ash-Shanai’ fi Tartibi asy-Syarai’, Abu Bakar Mas’ud bin Ahmad bin ‘Alauddin al-Kasani, 2/ 279)

MAZHAB MALIKI

Ibnu Abi Zaid al-Qiruwani (922–996 H) salah seorang ahli fikih mazhab Maliki berkata,

صَوْمُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ بِالْمَدِّ وَهُوَ عَاشِرُ الْمُحَرَّمِ فَإِنَّهُ لَمَّا سُئِلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِهِ قَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَكَذَلِكَ يُسْتَحَبُّ صَوْمُ الْيَوْمِ الَّذِي قَبْلَهُ وَهُوَ يَوْمُ تَاسُوعَاءَ

Puasa pada hari Asyura ialah puasa pada tanggal 10 Muharam. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura, beliau bersabda, “(Keutamaannya) dapat menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu.”

Begitu pula dianjurkan puasa pada hari sebelumnya (sebelum Asyura) yaitu hari Tasu’a (hari ke-9 Muharam). (Al-Fawakihu ad-Dawani ‘ala Risalati Ibni Abi Zaid al-Qairawani, Ahmad ibn Ghanim ibn Salim ibn Mihna an-Nafurwai, 8/ 40)

MAZHAB SYAFI’I

Imam Zakaria al-Anshari (823-926 H) berkata:

أَنَّ الشَّافِعِيَّ نَصَّ في الْأُمِّ وَالْإِمْلَاءِ على اسْتِحْبَابِ صَوْمِ الثَّلَاثَةِ وَنَقَلَهُ عَنْهُ الشَّيْخُ أَبُوْ حَامِدٍ وَغَيْرُهُ وَيَدُلُّ لَهُ خَبَرُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ وَصُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا

Sesungguhnya Imam Syafi’i telah menetapkan dalam kitab al-Umm dan al-Imla’ bahwa dianjurkan berpuasa sebanyak tiga hari (tanggal 9, 10, 11 Muharam). Syaikh Abu Hamid dan yang lainnya menukil darinya.

Buktinya adalah riwayat dari Imam Ahmad, “Puasalah kalian pada hari Asyura! Selisihilah orang-orang Yahudi dan berpuasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari setelahnya!” (Asna al-Mathalib Fi Syarhi Raudhi ath-Thalib, Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria al-Anshari as-Sunaiki, 1/ 431)

MAZHAB HAMBALI

Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) menjelaskan,

وَكَانَ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالْعُلَمَاءِ مَنْ لَا يَصُومُهُ وَلَا يَسْتَحِبُّ صَوْمَهُ بَلْ يَكْرَهُ إفْرَادَهُ بِالصَّوْمِ كَمَا نُقِلَ ذَلِكَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الْكُوفِيِّينَ وَمِنْ الْعُلَمَاءِ مَنْ يَسْتَحِبُّ صَوْمَهُ وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِمَنْ صَامَهُ أَنْ يَصُومَ مَعَهُ التَّاسِعَ لِأَنَّ هَذَا آخِرُ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِهِ لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ مَعَ الْعَاشِرِ

Di antara para sahabat dan ulama, ada yang tidak berpuasa (Asyura), dan tidak menganjurkan berpuasa pada hari itu (Asyura), bahkan mereka memakruhkan berpuasa hanya pada hari itu, sebagaimana riwayat dari penduduk Kufah.

Di antara ulama ada pula yang menganjurkan berpuasa pada hari Asyura. Dan yang benar adalah dianjurkan bagi orang yang berpuasa Asyura agar juga berpuasa pada hari yang ke-9; karena ini adalah perintah Nabi yang terakhir.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalau seandainya tahun depan aku masih hidup, sungguh aku akan berpuasa pada hari yang ke-9 dan ke-10 (bulan Muharam).” (Fatawa al-Kubra, Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah al-Harani, 1/ 194)

Ibnu Qayyim al-Jauziah (wafat 751 H) juga menjelaskan,

فَمَرَاتِبُ صَوْمِهِ ثَلَاثَةٌ أَكْمَلُهَا أَنْ يُصَامَ قَبْلَهُ يَوْمٌ وَبَعْدَهُ يَوْمٌ وَيَلِي ذَلِكَ أَنْ يُصَامَ التّاسِعُ وَالْعَاشِرُ وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْأَحَادِيثِ وَيَلِي ذَلِكَ إفْرَادُ الْعَاشِرِ وَحْدَهُ بِالصّوْمِ وَأَمّا إفْرَادُ التّاسِعِ فَمِنْ نَقْصِ فَهْمِ الْآثَارِ وَعَدَمِ تَتَبّعِ أَلْفَاظِهَا وَطُرُقِهَا وَهُوَ بَعِيدٌ مِنْ اللّغَةِ وَالشّرْعِ وَاَللّهُ الْمُوَفّقُ لِلصّوَابِ

Urutan pelaksanaan puasa Asyura ada tiga, yang paling sempurna yaitu juga melaksanakan puasa satu hari sebelum dan sesudah puasa ‘Asyura. Kemudian selanjutnya melaksanakan puasa pada hari ke-9 dan ke-10 dan ini paling banyak haditsnya. Kemudian selanjutnya melaksanakan puasa hanya pada hari kesepuluh (Asyura).

Adapun orang yang hanya berpuasa pada tanggal 9, maka termasuk orang yang kurang memahami atsar, tidak mengikuti lafal hadits dan tata caranya. Hal ini jauh dari pengertian secara bahasa dan syar’i. Allah Maha Memberi Taufik kepada kebenaran. (Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim al-Jauziyah al-Dimasyqiy, 2/ 63)

Wallahu a’lam.

[disadur dari Majalah Fikih Islam HUJJAH edisi 10/hujjah.net]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *