Hukum Menggauli Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan karena Belum Tahu Hukumnya-dakwah.id

Hukum Menggauli Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan karena Belum Tahu Hukumnya

Terakhir diperbarui pada · 2,090 views

Bagaimana hukum menggauli istri di siang hari bulan ramadhan karena belum tahu kewajiban kafarat?

Dalam Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyah (11/1807) dijelaskan, para ulama fikih telah menjelaskan barang siapa menggauli istrinya di siang hari bulan Ramadhan karena tidak tahu hukumnya maka ia mendapat uzur atas ketidaktahuannya (uzur jahil).

Sehingga, ia tidak terbebani kewajiban qadha puasa ramadhan atau pun membayar kafarat atas perbuatan yang dilakukan atas dasar ketidaktahuannya (jahil) tersebut.

Ketidaktahuan atau jahil yang dimaksud dalam konteks ini adalah ketidaktahuan karena tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari hukum-hukum syar’i (al-Ahkam asy-Syar’iyyah), seperti seseorang yang baru saja masuk Islam sementara dirinya berada di tengah kerumunan dalam negara kafir. Atau seseorang yang tinggal jauh di pelosok yang tidak terjangkau oleh akses ilmu.

Baca juga: Menggauli Istri di Malam Jumat Adalah Sunah Rasul, Benarkah itu?

Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan,

إذَا أَكَلَ الصَّائِمُ أَوْ شَرِبَ أَوْ جَامَعَ جَاهِلًا بِتَحْرِيمِهِ فَإِنْ كَانَ قَرِيبَ عَهْدٍ بِإِسْلَامٍ أَوْ نَشَأَ بِبَادِيَةٍ بَعِيدَةٍ بِحَيْثُ يَخْفَى عَلَيْهِ كَوْنُ هَذَا مُفْطِرًا لَمْ يُفْطِرْ لِأَنَّهُ لَا يَأْثَمُ فَأَشْبَهَ النَّاسِيَ الَّذِي ثَبَتَ فِيهِ النَّصُّ وَإِنْ كَانَ مُخَالِطًا لِلْمُسْلِمِينَ بِحَيْثُ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ تَحْرِيمُهُ أَفْطَرَ لِأَنَّهُ مُقَصِّرٌ

“Jika seseorang makan, minum, atau menggauli istri di siang hari bulan Ramadhan sementara ia sedang puasa dan tidak mengetahui haramnya perbuatan itu—jika ia baru masuk Islam, atau tinggal di pelosok dan ia tidak tahu kalau perbuatan itu membatalkan puasa—maka puasanya tidaklah dihukumi batal, karena ia tidak berdosa atas perbuatannya itu. Posisinya dalam hukum seperti orang yang lupa sebagaimana telah ditetapkan hukumnya oleh dalil. Namun jika ia tinggal bersama kaum muslimin lain sehingga tampak haramnya perbuatan tersebut bagi dirinya, maka puasanya batal karena ia dianggap telah meremehkan hukum tersebut.” (Al-Majmu, Imam an-Nawawi, 6/324)

Imam ad-Dardir juga menjelaskan,

وَرَابِعُهَا -أَيْ مُوْجِبَاتِ الْكَفَارَةِ- أَنْ يَكُونَ عَالِمًا بِالْحُرْمَةِ فَجَاهِلُهَا كَحَدِيثِ عَهْدٍ بِإِسْلَامٍ ظَنَّ أَنَّ الصَّوْمَ لَا يَحْرُمُ مَعَهُ الْجِمَاعُ فَجَامَعَ بِلَا كَفَّارَةٍ عَلَيْهِ

“Poin keempat—pembahasan wajibnya kafarat—pelakunya tahu haramnya perbuatan tersebut. Sedangkan ketidaktahuannya (jahil) seperti orang yang baru masuk Islam yang menyangka bahwa menggauli istri itu tidak diharamkan ketika sedang puasa maka ia menggauli istri tanpa ada beban kafarat bagi dirinya.” (Khasyiyah ad-Dasuqi ‘ala Asy-Syarh Al-Kabir, Imam ad-Dasuqi al-Maliki, 1/527)

Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa tidak adanya kewajiban membayar kafarat adalah jika pelakunya dalam kondisi jahil, tidak tahu hukum menggauli istri di siang hari bulan Ramadhan.

Baca juga: Bolehkah Membatalkan Shaum Qadha dengan Sengaja?

Adapun jika ia jahil; tidak tahu hukum wajib membayar kafarat, namun bersamaan dengan itu ia telah mengetahui haramnya hukum menggauli istri di siang hari bulan Ramadhan, dalam kondisi seperti ini ia tetap berkewajiban untuk membayar kafarat atas perbuatannya itu.

Imam az-Zarkasyi menjelaskan,

لَوْ قَالَ عَلِمْت تَحْرِيمَ الْجِمَاعِ وَجَهِلْت وُجُوبَ الْكَفَّارَةِ وَجَبَتْ بِلَا خِلَافٍ ذَكَرَهُ الدَّارِمِيُّ وَغَيْرُهُ، قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَهُوَ رَاجِحٌ

“Jika seseorang mengatakan, ‘Saya tahu menggauli istri di siang hari bulan Ramadhan itu hukumnya haram, namun saya tidak tahu bahwa membayar kafarat atas perbuatan itu adalah wajib.’ Maka ia tetap wajib membayar kafarat tanpa ada ikhtilaf ulama dalam persoalan ini. Pendapat ini dikemukakan pula oleh imam ad-Darimi dan ulama fikih lainnya. Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab, ‘Inilah pendapat yang rajih’.” (Al-Mantsur fi Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Abu Abdillah Badruddin az-Zarkasyi, 2/16)

Imam ad-Dardir berkata,

وَأَمَّا جَهْلُ وُجُوْبِهَا -يَعْنِي الْكَفَّارَةُ- مَعَ عِلْمِ حِرْمَتِهِ فَلَا يَسْقُطُهَا

“Adapun orang yang tidak tahu (jahil) hukum wajibnya—kafarat—sementara ia tahu hukum haramnya (jima’: menggauli istri di siang hari bulan Ramadhan) maka kafarat tidak gugur dari dirinya.” (Khasyiyah ad-Dasuqi ‘ala Asy-Syarh Al-Kabir, Imam ad-Dasuqi al-Maliki, 1/527)

Ini adalah hukum yang berlaku bagi kaum muslimin yang tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari ilmu.

Baca juga: Tidak Puasa Ramadhan Dua Kali Karena Sedang Hamil dan Menyusui

Adapun bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk mempelajari ilmu, ia tinggal di tengah-tengah masyarakat muslim, atau memiliki perangkat yang memberikan peluang untuk mempelajari ilmu, maka tidak ada uzur jahil (uzur atas ketidaktahuan) untuk dirinya.

Sebab, setiap muslim dituntut untuk memelajari ilmu hukum-hukum syar’i (al-Ahkam asy-Syar’iyyah) yang wajib diketahui. Sebagaimana ijmak ulama yang dinukil oleh imam asy-Syafi’i dan imam al-Ghazali tentang itu, barang siapa meninggalkan usaha untuk mencari pengetahuan karena faktor meremehkan, maka ia berdosa. Dan kekeliruan perbuatan yang dilakukan akibat dari meremehkan dalam mencari ilmu adalah bentuk dosa yang lain. Di sini berlaku kaidah,

أَنَّ الإِثْمَ لَا يُبَرِّرُ الْإِثْمَ

“Sebuah dosa itu tidak dapat menjadi jaminan atas dosa yang lain.”

Selain itu, orang yang tidak tahu (jahil) itu cara menghilangkan ketidaktahuannya adalah dengan belajar dan mencari tahu. Maka, sikap dia yang meninggalkan upaya mencari tahu tersebut menjadi sebab hilangnya uzur pada dirinya.

Baca juga: Hukum Berciuman dengan Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan

Imam al-Qarafi menjelaskan,

فَإِذَا كَانَ الْعِلْمُ بِمَا يُقْدِمُ الْإِنْسَانُ عَلَيْهِ وَاجِبًا كَانَ الْجَاهِلُ فِي الصَّلَاةِ عَاصِيًا بِتَرْكِ الْعِلْمِ فَهُوَ كَالْمُتَعَمِّدِ التَّرْكَ بَعْدَ الْعِلْمِ بِمَا وَجَبَ عَلَيْهِ

“Jika ilmu yang memberi petunjuk manusia itu wajib untuk dicari, maka orang yang jahil (tidak tahu) dalam hal shalat ia dihitung berbuat maksiat karena meninggalkan ilmu, kasus ini seperti orang yang sengaja meninggalkan suatu kewajiban setelah mengetahui ilmunya.” (Al-Furuq, Imam al-Qarafi, 2/149)

Dengan demikian, barang siapa mengetahui haramnya hukum menggauli istri di siang hari bulan Ramadhan, kemudian nekat melakukannya meskipun ia belum tahu (jahil) terhadap wajibnya hukum puasa Ramadhan, maka ia tetap wajib untuk membayar kafarat, sebagaimana wajib bagi dirinya untuk bertobat dari perbuatan yang telah dilakukannya. Wallahu a’lam [Sodiq Fajar/dakwah.id]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *