Klasifikasi Air Berdasarkan Hukum Kesuciannya-dakwah.id

Klasifikasi Air Berdasarkan Hukum Kesuciannya

Terakhir diperbarui pada · 4,454 views

Air merupakan salah satu unsur alam yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Bagi Umat Islam, air memegang peranan penting dalam aktivitas thaharah/bersuci.

Jika ingin mandi tentu membutuhkan air. Saat ingin wudhu juga butuh air. Tanpa air, proses bersuci sebelum melaksanakan ibadah akan terhambat.

Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu.” (QS. Al-Anfal: 11)

Dalam Islam, hukum asal air adalah suci. Sampai ada campuran zat lain yang menyebabkan air tersebut menjadi najis. Ahli fikih Islam telah merumuskan kaidah fikih tentang ini.

اَلْأَصْلُ فِيْ الْمِيَاهِ الطَّهَارَةُ

Hukum asal air adalah suci.”(Syarh Mandzumah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah li as-Sa’di, Hamad al-Hamad, 3/3)

DI dalam sebuah hadits disebutkan,

عَنْ أبي سَعيدٍ الخُدْرِيِّ رضي الله عنه قالَ : قالَ رَسُولُ الله صلي الله عليه و سلم : إِنَّ المَاءَ طَهُوْرٌ لا يُنَجِّسُهُ شَيءٌ

Dari Abu Sa’id al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya air itu thahur (suci dan mensucikan), tidak ada sesuatupun yang dapat menajiskannya” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i)

Klasifikasi Air

Dalam fikih Islam, status air dibagi menjadi tiga macam; Air Mutlak, Air Musta’mal, Air Mutanajjis.

1. Air Mutlak

Air mutlak adalah air yang jatuh dari langit atau yang bersumber dari bumi yang asalnya tidak berubah warna, rasa, dan bau.

Atau berubah namun penyebabnya tidak sampai menghilangkan sifat mensucikannya, seperti berubah karena bercampur tanah yang suci, garam, tumbuhan alam(semisal lumut), dan sebagainya.

Air ini hukumnya suci dan mensucikan. Maksudnya, air jenis ini zatnya suci dan juga boleh digunakan untuk mensucikan benda lain yang terkena najis.

Air jenis ini sah dipakai untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis berdasarkan ijma’ ulama.

Air sumur, air hujan, salju, es, air embun, air laut, air danau, air waduk, air telaga, semuanya termasuk jenis ini.

Dalilnya adalah firman Allah azza wa jalla,

وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

 “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih” (QS. Al-Furqon: 48)

2. Air Musta’mal

Air musta’mal adalah air bekas yang pernah digunakan untuk bersuci. Air jenis ini dapat digunakan untuk membersihkan najis yang ada di pakaian atau badan.

Namun air musta’mal tidak boleh digunakan untuk bersuci. Ini adalah pendapat mazhab Syafi’i, Ahmad, dan Hanafi. (At-Tahdzhib fi Adillati Matan al-Ghayah wa at-Taqrib, Musthafa Dib al-Bugha, 10-11)

Seseorang yang mandi wajib dengan satu ember air. Nah, air bekas untuk mandi wajib ini statusnya suci, tapi tak bisa digunakan untuk bersuci semisal untuk wudhu atau mandi wajib.

Air yang sudah mengalami perubahan dari salah satu atau ketiga sifatnya (warna, rasa, dan aroma) karena tercampur benda yang suci, seperti air kopi, air teh, dan sebagainya, air ini statusnya suci. Tapi tak bisa digunakan untuk bersuci semisal untuk wudhu atau mandi wajib.

Jika campuran air tersebut kadarnya cuma sedikit, tidak sampai mendominasi warna, rasa, dan aroma air asli, maka status air ini suci dan mensucikan.

3. Air Mutanajjis

Air Mutanajjis adalah air asalnya suci lalu tercampur benda najis, baik sedikit ataupun banyak, sehingga merubah warna, aroma, dan rasanya.

Ukuran banyak sedikitnya air dan perubahan warna, rasa, dan aroma menjadi penentu najis atau tidaknya air jenis ini.

Hal ini berdasar hadits dari Abu Umayah al-Bahily bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa salam bersabda,

Air itu suci lagi mensucikan, kecuali jika berubah baunya atau rasanya atau warnanya karena benda najis”  (HR. Baihaqi)

Di dalam hadits lain Rasulullah bersabda,

Jika air mencapai dua qullah, maka air tersebut tidak bisa dipengaruhi kotoran (najis)”. Dalam lafadz lain, “Air tersebut tidak bisa berubah menjadi najis.” (HR. Hakim, shahih)

Ukuran dua Qullah air setara dengan kurang lebih 270 liter air.

Air yang kadarnya lebih dari dua Qullah dan berubah salah satu dari tiga sifatnya karena sesuatu yang najis maka air tersebut dinyatakan najis menurut ijma’ para ulama.

Jika air lebih dari lalu dua Qullah terkena najis, maka status airnya tetap suci dan boleh digunakan untuk bersuci. Dengan syarat tidak ada perubahan warna, rasa, dan bau. Ini pendapat Ulama Syafi’i dan Hanbali.

Seperti  seseorang kencing di sungai yang mengalir, maka air sungai tersebut statusnya tetap suci dan mensucikan.

Wallahu a‘lam.

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

1 Tanggapan

Assalamualaikum. Ustad/ustadzah saya mau tanya. Saya diajak mancing sama suami dan teman. Bagaimana cara kita wudhu. Bolehkah kita wudhu menggunakan air waduk tersebut. Yang kadang yang mancing pun kencing di waduk tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *