anak di bawah umur bertransaksi jual beli apakah sah

Anak di Bawah Umur Bertransaksi Jual Beli, Apakah Sah?

Terakhir diperbarui pada · 7,772 views

Hukum transaksi jual beli yang dilakukan oleh anak di bawah umur sangat berkaitan erat dengan syarat jual beli itu sendiri. Sehingga, perlu memahami lebih detail apa saja syarat transaksi jual beli sehingga transaksi dihukumi sah.

Dalam transaksi jual beli, terdapat tiga syarat paling pokok yang disepakati oleh ulama empat mazhab. Pertama, pihak yang berakad berakal sehat. Kedua, terdapat sighat akad yang jelas antara penjual dan pembeli dalam satu waktu dan tempat tanpa unsur manipulasi dan penipuan. Ketiga, Barang yang diperjualbelikan adalah barang yang memiliki nilai, halal, dan bermanfaat, serta ada pemiliknya. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaily, 5/3367)

Baca juga: Transaksi Jual Beli: Definisi, Hikmah, Rukun, Syarat

Maksud dari syarat pihak yang melakukan akad ‘berakal sehat’ adalah, mampu berkomunikasi dengan baik dan memahami apa yang dikatakan. Mampu membedakan hal yang baik dan hal yang buruk. Konsekuensi dari syarat tersebut, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak di bawah umur.

Terkait dengan anak di bawah umur ini, para ulama fikih mendetailkan hukumnya. Hukum yang berlaku bagi anak di bawah umur sebelum tamyiz berbeda dengan anak di bawah umur ketika sudah tamyiz.

Hukum Transaksi Jual beli Oleh Anak di Bawah Umur Sebelum Tamyiz

Bagi anak di bawah umur yang belum sampai fase tamyiz, para ulama sepakat transaksi jual beli yang dilakukannya tidak sah.

Fase tamyiz adalah fase dimana seorang anak belum bisa membedakan antara perkara yang baik dan perkara yang buruk. Anak yang belum mencapai tamyiz masih kesulitan untuk memahami komunikasi lawan bicara. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 14/32)

Meski demikian, ada ulama fikih yang membolehkan anak di bawah umur sebelum tamyiz melakukan transaksi jual beli pada barang-barang yang sifatnya remeh. Istilah fikihnya Syai-un Yasir. (Mathalib Ulin Nuha, 3/10)

Standar barang-barang yang masuk kategori remeh/Syai-un Yasir ini berbeda-beda tergantung ‘Urf atau adat kebiasaan masing-masing daerah. (islamqa.info) Kalau di Indonesia, beli permen, roti, dan semisalnya barangkali masih kategori barang remeh.

Hukum Transaksi Jual Beli Oleh Anak di Bawah Umur yang Sudah Tamyiz

Fase tamyiz adalah fase di mana seorang anak telah dianggap bisa membedakan perkara baik dan perkara buruk. Sehingga, seorang anak yang sudah berada di fase ini bisa berkomunikasi secara baik dengan lawan bicara.

Seorang ulama fikih, DR. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, aktivitas muamalah yang sah dilakukan oleh anak di bawah umur yang sudah tamyiz adalah muamalah yang efeknya murni menguntungkannya, seperti menerima hadiah, sedekah, dan wakaf.

Sementara muamalah yang efeknnya murni merugikannya karena menyebabkan berkurangnya harta tanpa adanya imbalan, seperti memberikan hibah dan wakaf, maka tidak sah jika dilakukan, bahkan walinya pun tidak berhak memberinya izin.

Adapun muamalah yang efeknya bisa menguntungkan dan bisa merugikannya sekaligus, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan nikah, maka sah ia lakukan dengan izin dari orang tua/walinya, (Ushulul Fiqh al-Islami, Wahbah az-Zuhaili, 167-168)

Jadi, transaksi jual beli yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang sudah tamyiz hukumnya sah dengan syarat ada izin dari wali atau orang tuanya. Ini adalah pendapat Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Sedangkan mazhab Syafi’I tetap menghukuminya sebagai transaksi yang tidak sah. Sebab, dalam mazhab syafii mensyaratkan orang yang melakukan transaksi harus sudah baligh.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi, seorang ulama mazhab Hanbali menjelaskan, “Seorang anak di bawah umur yang sudah tamyiz boleh melakukan transaksi jual beli dengan izin wali/orang tuanya. Mazhab Hanafi juga berpendapat demikian.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 4/168)

Imam an-Nawawi menjelaskan, “Telah kami sampaikan bahwa dalam Mazhab Syafi’i, jual beli yang dilakukan oleh anak yang sudah tamyiz itu tidak sah, baik dengan seizin orang tuanya atau pun tidak.” (Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 9/185)

Dengan demikian, transaksi jual beli yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang sudah tamyiz dan dengan izin orang tuanya, hukumnya sah. Setelah ia menginjak usia baligh, ia sudah memiliki hak penuh untuk melakukan transaksi jual beli. Tak perlu lagi meminta atau menunggu izin dari orang tuanya. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaily, 5/3318) Wallahu a’lam [dakwah.id]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *