Rencana Ilahi di Balik Proses Perjuangan Rasulullah dalam Mempersiapkan Kemenangan Islam

Rencana Ilahi di Balik Proses Perjuangan Rasulullah dalam Mempersiapkan Kemenangan Islam

Terakhir diperbarui pada · 1,872 views

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sendiri! Dalam setiap langkah beliau, selalu diawasi dan dibimbing oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Meski dakwah dan perjuangan beliau dalam menyebarkan risalah Islam selalu dipenuhi dengan ujian dan cobaan, di celah-celah strategi dakwah dan perjuangan beliau selalu terselip rencana Ilahi yang terjadi tanpa diduga.

Berikut ini beberapa rencana Ilahi yang berhasil dihimpun oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam bukunya Hadzal Habib Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Ya Muhib. Beberapa rencana Ilahi yang terekam dalam literatur sejarah Islam dalam rangkaian langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju pembentukan sistem pemerintahan Islam di Madinah.

Rencana Ilahi Pertama: Pintu Menuju Madinah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  tak pernah putus asa dalam menyampaikan dakwah dan mencari dukungan kepada siapa pun yang memiliki nama besar dan kehormatan yang datang ke Mekah.

Adalah Suwaid bin Shamit, sosok yang dijuluki ‘Al-Kamil’ tiba-tiba saja datang ke Mekah. Ia dijuluki seperti itu karena dahsyatnya kekuatan kesabaran, kehormatan, kemampuan bersyair, dan kedudukan nasab yang ia miliki. Suwaid bin Shamit berasal dari Kabilah Aus, sebuah Kabilah yang menghuni wilayah Madinah.

Kehadiran Suwaid bin Shamit ke Mekah ini merupakan kesempatan emas bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  untuk mendakwahkan Islam kepadanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengetahui bahwa Suwaid adalah seorang penyair, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  beradu syair dengan Suwaid dengan menggunakan beberapa ayat al-Quran, lalu mengajaknya masuk Islam.

Mendengar bacaan ayat al-Quran tersebut, Suwaid berkomentar,

إنَّ هَذَا لَقَوْلٌ حَسَنٌ

Sungguh, ini adalah untaian yang bagus.”

Tak ada riwayat terperinci tentang kiprah Suwaid bin Shamit setelah peristiwa perjumpaan dia dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  tersebut, sebab setelah peristiwa itu, Suwaid bergegas kembali ke tanah airnya, Madinah.

Baca juga: 5 Langkah Rasulullah dalam Membangun Masyarakat Islam di Madinah

Tak lama kemudian, terdengar kabar bahwa Suwaid terbunuh dalam perseteruan antara kabilah Aus dan Kabilah Khazraj. Dalam kabar yang tersebar, terselip kabar yang cukup mengagetkan yang merupakan komentar dari penduduk kabilahnya terhadap Suwaid,

إنَّا لَنَرَاهُ قَدْ قُتِلَ وَهُوَ مُسْلِمٌ

Sungguh kami tidak melihatnya terbunuh kecuali dia dalam keadaan Muslim.” Demikian isi kabar yang beredar. (As-Sirah an-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/425. Tarikhur Rusul wal Muluk, Ath-Thabari, 2/351)

Kisah tentang keislaman Suwaid baru diketahui publik setelah wafatnya. Sebelum itu, keislaman Suwaid adalah rahasia antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  dengan Suwaid sendiri. Dengan demikian, keislaman Suwaid tercatat sebagai kiprah para Muslim pendahulu dari kalangan penduduk Madinah, sekaligus sebagai rencana Ilahi menuju pintu pembuka proses kejayaan Islam di Madinah. (Hadzal Habib Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Ya Muhib, Abu Bakar Jabir al-Jazairi, 144)

Rencana Ilahi Kedua: Hendak Mencari Koalisi, Malah Masuk Islam

Kedatangan Abu al-Haisar Anas bin Rafi’ ke Mekah bersama sejumlah pemuda Bani Abu Asyhal. Turut serta dalam rombongan itu sosok pemuda bernama Iyas bin Muadz. Tujuan mereka datang ke Mekah adalah untuk menjalin persekutuan dengan kaum Quraisy dalam rangka melawan kaum Khazraj.

Ini kesempatan emas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  segera menemui mereka lalu mengatakan,

هَلْ لَكُمْ إِلَى خَيْرٍ مِمَّا جِئْتُمْ لَهُ؟

Apakah kalian memiliki sesuatu yang lebih baik dari sekedar tujuan itu?

Lagi-lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengeluarkan kemampuan retorikanya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  menjelaskan identitas beliau,

أَنَا رَسُولُ اللهِ بَعَثَنِي إِلَى الْعِبَادِ أَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يَعْبُدُوا اللهَ لَا يُشْرِكُوا بِهِ شيئًا، وَأُنْزِلَ عَلَيَّ كِتَابٌ

Aku adalah Rasulullah yang diutus kepada hamba-Nya. Aku menyeru mereka agar hanya menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Dan diturunkan kepadaku sebuah kitab suci.

Setelah meyakinkan mereka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengenalkan Islam kepada mereka dan membacakan beberapa ayat al-Quran. Tanpa disangka, Iyas bin Muadz menanggapi seruan Rasulullah,

أَيْ قَوْمِ هَذَا وَاللهِ خَيْرٌ مِمَّا جِئْتُمْ لَهُ

Kaum apa ini, Demi Tuhan ini lebih baik dari tujuan awal kalian.” (HR. Ahmad, no. 23668, Al-Hakim, no. 4831)

Mendengar respon Iyas bin Muadz atas seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  tersebut, Abu Haisar Anas bin Rafi’ marah dan memungut segenggam tanah, lalu dilemparkan ke wajah Iyas sambil berkata, “Biarkan saja kami. Kami jauh-jauh datang ke sini bukan untuk hal semacam itu!” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  meninggalkan mereka.

Begitu tiba di kampung halaman, tidak lama kemudian Iyas pun meninggal dunia. Menjelang wafatnya, Iyas bin Muadz membaca tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih. Hingga orang di sekelilingnya pun tidak ragu bahwa Iyas bin Muadz meninggal sebagai seorang Muslim. Masuk islamnya Iyas bin Muadz ini merupakan rencana Ilahi yang benar-benar di luar dugaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca juga: Keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Pengaruhnya Terhadap Dakwah

Rencana Ilahi Ketiga: Dakwah Rasulullah sesuai dengan Kabar Kaum Yahudi

Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  menawarkan diri untuk mencari dukungan dari kabilah-kabilah yang datang untuk menunaikan haji dan umrah, tanpa diduga ada sekelompok orang dari Khazraj di Aqabah.

Beliau menyeru mereka untuk beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menawarkan Islam kepada mereka. Mereka sangat terkejut, ternyata seruan yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  ini mengingatkan mereka pada pesan yang sering disampiakan oleh kaum Yahudi di Madinah.

Kaum Yahudi mengabarkan berulang-ulang bahwa saat ini seorang Nabi telah diutus. Kaum Yahudi akan mengikutinya dan membunuh kalian bersamanya layaknya pembunuhan terhadap kaum ‘Ad dan Tsamud.

Sekelompok orang dari Khazraj tadi kemudian saling berbisik satu sama lain, “Demi Allah, kalian sudah tahu, ia adalah Nabi yang diberitakan orang Yahudi kepada kalian.” Lalu, mereka akhirnya menerima dakwah Nabi dan membenarkan Islam yang beliau bawa.

Mereka berkata, “Hubungan antara kaum kami tidak baik, semoga denganmu, Allah ‘Azza wa Jalla menyatukan kami. Jika Allah ‘Azza wa Jalla menyatukan kaum kami karenamu, tentu tidak ada orang yang lebih mulai darimu.” Setelah itu mereka pergi meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Betul-betul di luar dugaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka berjumlah tujuh orang. Semuanya masuk Islam.

Inilah rencana Ilahi yang tak bisa diprediksikan. Begitu tiba di Madinah, mereka menyampaikan berita tentang Nabi kepada penduduk di sana. Mereka menyeru penduduk Madinah untuk masuk Islam. Hingga akhirnya berita tentang Islam menyebar luas di lingkungan mereka.

Sampai pada tahun berikutnya ada dua belas orang Anshar datang pada musim Haji. Mereka bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  di sebuah tempat bernama Aqabah. Lalu mereka berbaiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Inilah yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai baiat Aqabah pertama.

Mereka adalah As’ad bin Zurarah, Auf, Muadz bin Harits, Rafi’ bin Malik bin Ajlan, Ubadah bin Shamit, dan beberapa lainnya dari kabilah Khazraj. Sementara dari kabilah Aus ada Abu Haitsam bin Taihan dan Uwaim bin Sa’idah. Setelah mereka pulang ke Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengutus Mush’ab bin Umair kepada mereka untuk mengajari mereka Islam dan membacakan Al-Qur’an.

Baca juga: Pembaruan Ajaran Agama di Era Jahiliyah

Rencana Ilahi Keempat: Komitmen Generasi yang Siap Melawan Seluruh Bentuk Kemusyrikan

Saat Islam menyebar di Madinah di kalangan kaum Anshar, sekelompok penduduk Madinah berkumpul dan memutuskan untuk menemui Nabi saat haji. Pertemuan ini direncanakan berlangsung sembunyi-sembunyi sekaligus dalam rangka mempelajari strategi rencana Hijrah ke Madinah. Di sinilah terjadi rencana Ilahi yang tak pernah diduga sebelumnya.

Waktu rencana pertemuan pun tiba. Sekelompok orang yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  berjumlah tujuh puluh orang bersama dua wanita. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  menemui mereka bersama dengan Abbas, paman beliau, yang saat itu statusnya masih kafir. Abbas ikut serta dalam rangka meyakinkan apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  akan mendapatkan jaminan sebagaimana rencana awal.

Abbas lebih dulu angkat bicara di pertemuan itu, “Wahai kaum khazraj, Muhammad bagi kami adalah seperti yang telah kalian tahu. Kami bersusah payah melindungi beliau dari gangguan kaum kami yang memiliki pandangan yang sama sepertiku terkait beliau (kafir). Beliau adalah orang terhormat dan mendapat perlundungan di tengah kaum kami. Beliau kini sudah memutuskan untuk bergabung dan tinggal bersama kalian.”

Ia melanjutkan, “Jika kalian mau memenuhi janji sebagaimana yang kalian ajukan kepada beliau, melindungi beliau dari siapapun yang menentang, silakan kalian ajak beliau. Namun jika kalian sia-siakan beliau tanpa perlindungan, maka biarkan saja beliau di sini terhitung sejak saat ini. Karena di tengah kaum dan negerinya ini, beliau adalah orang terhormat dan mendapat perlindungan.”

Kaum anshar mengatakan, “Kami terima apa yang engkau sampaikan. Untuk itu, silakan engkau berbicara, wahai Rasulullah. Putuskan apa yang engkau inginkan untuk dirimu dan Rabbmu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  kemudian mulai berbicara, membaca al-Quran, menyeru kepada Allah ‘Azza wa Jalla, memotivasi untuk masuk Islam, kemudian beliau bersabda, “Aku membaiat kalian untuk melindungiku, seperti kalian melindungi anak-anak kalian.”

Barra’ bin Ma’rur yang ikut serta dalam pertemuan itu kemudian meraih tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan berkata, “Baik, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran sebagai seorang Nabi, kami akan melindungimu seperti kami melindungi istri-istri kami. Untuk itu, silakan engkau baiat kami wahai Rasulullah. Demi Allah, kami adalah orang-orang yang mahir berperang dan ahli persenjataan. Kami mewarisi keahlian ini secara turun temurun dari para pemimpin kami.”

Abu Haitsam bin At-Taihan menyela, “Wahai Rasulullah, antara kami dan kaum Yahudi ada tali penghalang. Jika kami putuskan tali itu nantinya, dan Allah memberimu kemenangan, apakah engkau akan pergi meninggalkan kami?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  lantas tersenyum lalu bersabda, “Darah dibalas darah, kematian dibalas kematian. Aku adalah bagian dari kalian, dan kalian adalah bagian dariku. Aku perangi siapapun yang kalian perangi, dan siap berdamai dengan siapapun yang berdamai dengan kalian.”

Baca juga: Pembunuhan Khalifah Umar bin Khattab

Kemudian beliau menjulurkan tangannya, merekapun membaiat beliau tidak seperti baiat wanita sebelumnya. Karena mereka berjanji setia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  untuk memerangi seluruh umat manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  kemudian menunjuk dua belas pemimpin di antara mereka.

Dengan demikian, baiat Aqabah kedua selesai terlaksana. Saat itulah setan berteriak, “Wahai semua orang yang ada di rumah, apakah kalian diam saja terlena dalam tidur dan membiarkan Muhammad? Sungguh, mereka telah bersepakat untuk memerangi kalian.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  kemudian berkata, “Dia pasti setan. Dia terlalu banyak bicara. Demi allah, aku akan mengurusmu nanti.”

Setelah itu beliau memerintahkan mereka untuk kembali ke tenda masing-masing. Begitu mendengar suara setan musyrik ini, Abbas bin Ubadah angkat bicara, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau berkenan besok kami akan menghabisi penduduk Mina dengan pedang kami.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  menenangkan mereka, “Kita tidak diperintahkan seperti itu.”

Setelah kaum Quraisy mendengar berita tentang baiat tersebut, mereka segera mengejar dan menangkapi semua pihak yang terlibat di sana. Namun, mereka hanya bisa menangkap Sa’ad bin Ubadah. Mereka menyiksa Sa’ad. Namun, rencana Ilahi tetaplah rencana Ilahi, tak ada yang mampu merubahnya, Sa’ad bebas dari penyiksaan dan segera kembali ke Madinah.

Rencana Ilahi di balik respon positif sekelompok orang yang mengadakan pertemuan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  tadi benar-benar telah membuat orang Quraisy marah. Mereka mendesak dan memojokkan terus penduduk Mekah yang bersama di barisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun, sekali lagi, ini adalah rencana Ilahi yang tak bisa diprediksi sebelumnya. Sikap Kaum Quraisy tersebut justru membuka pintu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  beserta para pengikutnya untuk segera merealisasikan strategi hijrah ke Madinah. Hal mana Hijrah tersebut akhirnya menjadi fase baru perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  dalam membangun Islam tak hanya sekedar pemikiran dan ide saja, namun mewujud menjadi sebuah sistem tatanan pemerintahan Islam yang sangat kuat. (Hadzal Habib Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  Ya Muhib, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu Jabir al-Jazairi, 144-149). Wallahu a’lam [M. Shodiq/dakwah.id]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *