puasa tanggal 11 muharram sunah dakwah.id

Puasa Tanggal 11 Muharam, Adakah Sunnahnya?

Terakhir diperbarui pada · 4,576 views

Bulan Muharam adalah bulan mulia. Di dalamnya ada anjuran puasa/shaum Asyura. Ada pula Ulama Fikih menganjurkan shaum atau puasa tanggal 11 Muharam setelah shaum Asyura.

Baca juga: Kenapa Disebut Bulan Muharam?

Shaum pada tanggal 11 Muharam tersebut didasarkan pada sebuah hadits,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasalah hari Asyura dan jangan menyamai model orang yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Ahmad)

Derajat Hadits Dalil Puasa Tanggal 11 Muharam

Sebenarnya ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama terkait dengan derajat keshahihan hadits yang digunakan sebagai dalil puasa tanggal 11 Muharam. Syaikh Ahmad Syakir menilainya sebagai hadits hasan. Sementara Ulama lain menilanya dhaif. Ibnu Khuzaimah sendiri juga meriwayatkan dengan redaksi yang sama.

Syaikh al-Albani mengatakan, “Sanad Hadits tersebut lemah/dhaif. Sebab, Ibnu Abi Laila telah dikenal sebagai perawi yang hafalannya buruk. (Dha’if al-Jami’, no. 3506)

Imam adz-Dzahabi berkomentar, “Haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah.” (Ta’liq Musnad Ahmad, 4/52)

Atha’ dan beberapa Ulama lain lebih cenderung menyelisihinya, sehingga hadits tersebut diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara mauquf. Sementara Imam ath-Thahawi dan al-Baihaqi menilai sanadnya shahih.

Bisa jadi hadits di atas bernilai hasan. Kalaupun ada yang menilai dhaif, itu pun status dhaif-nya adalah dhaif yang masih dimaklumi oleh para ulama/dhaif yasir. Sebab, nilai dhaif-nya sangat ringan. Tidak sampai pada tingkatan Makdzub atau Maudhu’.

Ditambah lagi, hadits itu isinya tentang keutamaan amal, dengan bentuk motivasi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan shaum di bulan Muharam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

Sebaik-baik shaum setelah Ramadhan adalah shaum di bulan Allah, Muharam.” (HR. Muslim, no. 1163)

Imam al-Baihaqi dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra juga telah meriwayatkan hadits dengan redaksi kalimat yang sama. Dalam hadits yang lain beliau menggunakan redaksi yang agak berbeda pada penggunaan huruf و.

صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْماً وَبَعْدَهُ يَوْماً

Laksanakanlah Shaum sehari sebelumnya (sebelum tanggal 10 Muharam) dan sehari setelahnya.

Sementara al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan dengan redaksi yang sama namun beliau menilai hadits dengan redaksi tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Baihaqi dengan sanad dhaif, karena Muhammad bin Abi Laila adalah perawi yang dhaif. (Ittihaful Maharah, 2225)

Dengan demikian, riwayat di atas menunjukkan atas dianjurkannya shaum pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharam.

Alasan Lain Diajurkannya Puasa Tanggal 11 Muharam

Ada sebagian ulama yang menyebutkan alasan lain dianjurkannya shaum pada tanggal 11 Muharam. Yaitu dalam rangka berhati-hati dalam hal menentukan ketepatan hari shaum Asyura pada tanggal 10 Muharam.

Sebab, sering terjadi kekeliruan dalam menentukan ketepatan hilal tanggal 10 Muharam. Untuk menghindari itu maka dianjurkanlah shaum pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharam.

Baca juga: Tiga Amalan Dahsyat di Bulan Muharam

Imam Ahmad menjelaskan, “Siapapun yang ingin melaksanakan shaum Asyura, hendaknya ia melaksanakannya pada tanggal 9 dan 10 Muharam. Jika ia kesulitan menentukan tanggalnya, maka lebih baik ia shaum tiga hari. Ibnu Sirrin juga menyatakan demikian.” (Al-Mughni, 4/441)

Dari penjelasan para ulama di atas, tentu tidak tepat jika mengatakan shaum tiga hari sekaligus pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharam adalah amalan bid’ah. (www.islamqa.info)

Ibnu Qayim al-Jauziyah  menambahkan keterangan,

“Urutan berdasar pelaksanaan shaum Asyura ada tiga. Pertama dan yang paling sempurna yaitu melaksanakan shaum sehari sebelumnya dan sehari setalahnya (9 dan 11 muharam). Kedua, shaum pada tanggal 9 dan 10 Muharam. Inilah yang paling banyak dalil haditsnya. Ketiga, hanya melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharam. Sedangkan orang yang hanya shaum pada tanggal 9 barangkali adalah seorang yang tidak paham dan mengerti atsar, atau mungkin tidak mengikuti lafal hadits dan tatacaranya.” (Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 2/63)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hukum shaum Asyura, mana yang lebih utama; shaum sehari sebelumnya, sehari setelahnya, atau digabung tiga hari sekaligus, ataukah  shaum pada  tanggal 10 Muharam saja?

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjawab, “Puasa Asyura hukumnya sunnah berdasarkan hadits-hadits yang derajatnya shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengisyaratkan hal itu.

Hari Asyura adalah hari saat Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, juga binasanya Fir’aun dan pengikutnya. Sehingga orang Yahudi berpuasa Asyura saat itu. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berpuasa pada hari itu sebagai bentuk syukur kepada Allah. Beliau akhirnya memerintahkan untuk berpuasa saat itu dengan menggabungkan hari sebelum atau sesudahnya.

Berpuasa pada 9 dan 10 Muharam lebih utama. Adapun berpuasa 10 dan 11 Muharam, itu pun sudah mencapai maksud untuk menyelisihi Yahudi dalam berpuasa. Jika berpuasa tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10, dan 11 Muharam tidaklah masalah. Dalilnya adalah sebuah hadits, “Laksanakanlah shaum Asyura ditambah hari sebelum dan sesudahnya.” Adapun jika berpuasa pada hari kesepuluh saja, itu hukumnya makruh.” (Fatawa Syaikh Ibn Baz, 15/404, lihat teks fatwa di www.alifta.net)

Pendapat Syaikh Ibnu Baz tentang makruhnya pelaksanaan shaum Asyura hanya tanggal 10 Muharam tersebut barangkali didasari oleh kekhawatiran jika menyerupai kebiasaan kaum Yahudi.

Namun, jauh sebelumnya Imam Al-Mawardi sudah menjelaskan, “Tidak makruh jika hanya melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharam, Syaikh Ibnu Taimiyah juga menyatakan demikian.”(Al-Inshaf, 3/346) tentunya itu dilaksanakan berdasarkan niat yang benar, bukan dalam rangka meniru kebiasaan kaum Yahudi.

Sehingga, bagi mereka yang ketinggalan shaum pada hari ke-9, jika ingin shaum hanya pada tanggal 10 Muharam itu dibolehkan. Dan itu tidak makruh. Jika ingin ditambahkan lagi puasa pada tanggal 11 Muharam, itu malah lebih baik. Wallahu a’lam. (Sodiq Fajar/dakwah.id)

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *