Ngaji Fikih 38 Mengucapkan Kalimat Zikir Ketika Buang Hajat dakwah.id

Ngaji Fikih #38: Mengucapkan Kalimat Zikir Ketika Buang Hajat

Terakhir diperbarui pada · 433 views

Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas doa masuk kamar mandi dan doa keluar kamar mandi dalam mazhab Syafii. Lengkap dengan teks Arab, latin, dan terjemahannya. Kali ini, serial Ngaji Fikih akan membahas hukum mengucapkan kalimat zikir ketika buang hajat dan hukum membawa atribut zikir ke dalamnya.

Adab-adab Buang Hajat dalam serial Ngaji Fikih ini disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, karya Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, dengan perubahan dan tambahan.

Untuk membaca serial Ngaji Fikih secara lengkap, silakan klik tautan berikut:

BACA

Berzikir memiliki makna yang sangat luas. Pada intinya, berzikir adalah mengingat dan mengakui keagungan Allah sang Pencipta. Zikir bisa dilakukan dengan hati, dengan jawarih (anggota badan), maupun dengan lisan.

Berzikir dengan hati, contohnya senantiasa mengingat Kemahakuasaan Allah.

Berzikir dengan anggota jawarih, contohnya melakukan ibadah yang diwajibkan dan meninggalkan larangan.

Berzikir dengan lisan, contohnya mengucapkan kalimat-kalimat pengagungan kepada Allah; baik untuk mendapatkan ampunan, keberkahan, maupun perlindungan.

 

Hukum Mengucapkan Kalimat Zikir di dalam Kamar Mandi Menurut Mazhab Syafii

Semua yang ada dalam zikir adalah kemuliaan. Oleh sebab itu, ulama mazhab Syafii berpendapat pada makruh hukumnya mengucapkan kalimat zikir di tempat yang tidak disukai. Misalnya di dalam kamar mandi; yaitu tempat seseorang membuang hajat dan kotorannya.

Artikel Tsaqafah: Bolehkah Memberi Nama Anak dengan Nama Malaikat?

Begitu pula makruh hukumnya mengucapkan kalimat zikir saat buang hajat, meskipun tidak dilakukan di dalam kamar mandi.

Alasannya jelas: karena zikir adalah kalimat mulia. Islam tidak ingin kalimat zikir tersebut diucapkan di tempat kotor seperti di atas.

Hukum mengucapkan kalimat zikir dalam hati di kamar mandi

Lantas, bagaimana dengan berzikir dalam hati? Berzikir dalam hati saat buang hajat diperbolehkan, yang dimakruhkan adalah berzikir dengan lisan saja.

Berdasarkan hadits yang dibawa oleh Muhajir bin Qunfudz radhiyallahu anhu, dia mengisahkan:

“Bahwasanya dia pernah menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau sedang buang air kecil, lalu dia (Muhajir bin Qunfudz) mengucapkan salam kepada Nabi, namun beliau tidak menjawab salamnya hingga ia  berwudhu, kemudian beliau meminta maaf seraya bersabda:

إِنِّي كَرَهْتُ أَنْ أُذَكِّرَ اللهَ إِلاَّ عَلَى طَهْرٍ

Sesungguhnya aku tidak suka menyebut Nama Allah (berzikir) kecuali dalam keadaan suci.’” (HR. Abu Dawud No. 16)

 

Hukum Membawa Atribut Zikir ke dalam Kamar Mandi

Selain tidak mengucapkan kalimat zikir di dalam kamar mandi, juga hendaknya tidak membawa atribut yang bertuliskan Asma Allah dan nama Rasul-Nya. Atau nama-nama yang dimuliakan, seperti nama-nama Nabi dan nama para Malaikat.

Dasarnya adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا دَخَلَ الخَلاَءَ نَزَعَ خَاتِمَهُ

Adalah Rasulullah, jika beliau hendak masuk ke dalam kamar mandi, beliau melepas cincinnya.” (HR. At-Tirmidzi No. 1746; HR. An-Nasai No. 5213)

Artikel Fikih: Mandi Jumat Dan Mandi Junub Katanya Boleh Dijamak Jadi Satu, Ya?

Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi menyebutkan di dalam kitab al-Muhażżab, bahwa alasan kenapa Nabi melepas cincinnya karena pada cincinnya terukir nama Muhammad Rasulullah.

Tidak pula membawa al-Quran ke dalam kamar mandi, menurut pendapat yang mutamad dalam mazhab Syafii. Sekalipun membawanya dalam keadaan tertutup atau terbungkus.

Bahkan menurut al-Adzra’i, membawa al-Quran ke dalam kamar mandi haram hukumnya. Larangan ini sebagai bentuk pemuliaan terhadap al-Quran dan pengagungannya, kecuali dalam kondisi darurat. Wallahu alam. (Arif Hidayat/dakwah.id)

(Disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Tarif bi Maani wa Masaili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 82–83, cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar Adh-Dhiya’, dengan perubahan dan tambahan.)

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *