Muntah tanpa Disengaja Ketika Puasa - Hadits Puasa 13-dakwah.id

Muntah tanpa Disengaja Ketika Puasa — Hadits Puasa #13

Terakhir diperbarui pada · 1,230 views

Muntah tanpa Disengaja Ketika Puasa — Hadits Puasa #13

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa yang memasukkan jari ke mulut dan muntah tanpa disengaja, maka tidak ada kewajiban qadha’ puasa bagi dirinya. Tapi barang siapa muntah dengan sengaja, maka ia wajib qadha’ puasa.”

(HR. Abu Daud No. 2380; HR. At-Tirmizi No. 720. HR. Ibnu Majah No. 1676; HR. Ahmad No. 10463; HR. Al-Hakim No. 1557)

Baca juga: Menghidupkan Malam Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #5

Hadits di atas mengisyaratkan, jika orang yang puasa muntah dengan sengaja dengan melakukan sesuatu agar muntah, maka puasanya batal. Ia wajib mengganti puasanya di hari yang lain (qadha’). Ini adalah pendapat jumhur ulama.

Namun jika ia melakukan sesuatu, memasukkan jari ke mulut untuk keperluan tertentu misalnya, lalu ia muntah tanpa disengaja, maka itu tidak membatalkan puasanya. Ia tidak memiliki tanggungan kewajiban qadha’ puasa.

Al-Khithabi rahimahullah menegaskan,

لَا أَعْلَمُ خِلَافاً بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي أَنَّ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَإِنَّهُ لَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا فِي أَنَّ مَنِ اسْتَقَاءَ عَامِدًا أَنَّ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ

“Saya tidak menjumpai perbedaan di antara para ahli ilmu tentang orang yang puasa yang memasukkan jari ke mulut lalu ia muntah (tanpa sengaja) maka tidak ada kewajiban qadha’ baginya, dan orang yang muntah dengan sengaja maka ia wajib qadha’.” (Ma’alim as-Sunan Syarh Sunan Abi Daud, Al-Khithabi, 2/112)

Baca juga: Keutamaan Membaca Al-Quran di Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #6

Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah menjelaskan,

هَذَا قَوْلُ عَامَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ

“Ini adalah pendapat ahli ilmu secara umum.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, 3/131)

Makna dari istiqa’ adalah sengaja memunculkan sebab keluarnya muntah. Sementara makna dzara’ahu adalah keluar tanpa sengaja/tanpa dikendalikan.

Jadi, jika orang yang puasa melakukan sesuatu sehingga ia muntah dengan sengaja, maka puasanya batal. Banyak atau pun sedikit muntahnya, hukumnya sama sebagaimana pembatal-pembatal puasa lainnya.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah menegaskan,

لَا فَرْقَ بَيْنَ كَوْنِ الْقَيْءِ طَعَامًا، أَوْ مُرَارًا، أَوْ بَلْغَمًا، أَوْ دَمًا، أَوْ غَيْرَهُ؛ لِأَنَّ الْجَمِيعَ دَاخِلٌ تَحْتَ عُمُومِ الْحَدِيثِ وَالْمَعْنَى

“Tidak ada bedanya apakah yang dimuntahkan itu makanan, atau sayuran, atau ludah, atau darah, atau lainnya; sebab semua itu termasuk dalam ruang lingkup universalitas hadits berikut maknanya.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, 3/132)

Baca juga: Obat yang Membatalkan Puasa Ramadhan — Hadits Puasa #2

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga turut menjelaskan hikmah yang tersimpan di balik hukum batalnya puasa karena muntah disengaja,

فَالصَّائِمُ قَدْ نُهِيَ عَنْ أَخْذِ مَا يُقَوِّيهِ وَيُغَذِّيهِ مِنْ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ فَيُنْهَى عَنْ إخْرَاجِ مَا يُضْعِفُهُ وَيُخْرِجُ مَادَّتَهُ الَّتِي بِهَا يَتَغَذَّى وَإِلَّا فَإِذَا مُكِّنَ مِنْ هَذَا ضَرَّهُ وَكَانَ مُتَعَدِّيًا فِي عِبَادَتِهِ لَا عَادِلًا

“Orang yang puasa dilarang memasukkan makanan atau minuman yang memberinya asupan energi dan membuat kenyang ke dalam tubuhnya, begitu juga ia dilarang untuk mengeluarkan sesuatu yang dapat melemahkan tubuhnya dan mengeluarkan sesuatu yang dapat mengenyangkannya. Jika itu tidak dilarang, tentu akan menimbulkan mudarat bagi dirinya dan merupakan kezaliman dalam peribadatannya, bukan keadilan.” (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 25/250)

Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa muntah tidak membatalkan puasa. Ulama yang berpendapat seperti ini di antaranya Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Ikrimah, satu riwayat dari Imam Malik, dan pendapat yang dipilih oleh imam al-Bukhari rahimahullah.

Alasannya, tidak ada dalil yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang batalnya puasa karena muntah.

Baca juga: Makan atau Minum Karena Lupa Saat Puasa — Hadits Puasa #9

Selain itu, muntah adalah sesuatu yang sudah biasa terjadi pada manusia secara umum. Oleh sebab itu, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu memberi catatan,

إِذَا قَاءَ فَلا يُفْطِرُ إِنَّما يُخْرِجُ وَلا يُولِجُ

Jika muntah, itu tidak membatalkan puasa seseorang. Dikeluarkan saja, jangan dimasukkan lagi.” (Taghliq at-Ta’liq, Ibnu Hajar al-Asqalani, 3/175)

Wallahu a’lam [Sodiq Fajar/dakwah.id]

 

اَللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِسَبِيْلِ الطَّاعَةِ، وَثَبِّتْنَا عَلَى اتِّبَاعِ السُّنَّةِ وَلُزُوْمِ الْجَمَاعَةِ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِمَّنْ عَرَفَ الْحَقَّ وَأَضَاعَهُ، وَاغْفِرْ اَللَّهُمَّ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ.

Ya Allah, selaraskan kami di jalan ketaatan, teguhkan kami dalam mengikuti sunnah dan melazimi jamaah, jangan jadikan kami orang yang tahu kebenaran namun memalingkannya, ampuni dosa kami, ya Allah, ampuni dosa kedua orang tua kami, dan dosa seluruh kaum muslimin.

Diadaptasi dari kitab: Mukhtashar Ahadits ash-Shiyam
Penulis: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Penerjemah: Sodiq Fajar

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *