Materi Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Kesempatan Belajar Menjaga Lisan dakwah id

Materi Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Kesempatan Belajar Menjaga Lisan

Terakhir diperbarui pada · 4,235 views

Materi Khutbah Jumat
Bulan Ramadhan Kesempatan Belajar Menjaga Lisan

Oleh: Abdul Halim Tri Hantoro, S.Pd.I

  • Link download PDF materi khutbah Jumat ada di akhir tulisan.
  • Jika ingin copy paste materi khutbah Jumat ini untuk keperluan repost di media lain, silakan baca dan patuhi ketentuannya di sini: copyright

 

 

*) Link download PDF materi khutbah Jumat ada di akhir tulisan

الْحَـمْدُ للـه الَّذِي بَلَغَنَا شَـهْرَ الصِّـيَامِ، وَأَجْزَلَ فِي أَيَّامِهِ وَلَيَالِيهِ الْفَضَائِلَ وَالْإِنْعَامَ، وَعَمَرَ نَهَارَهُ بِالصِّيَامِ وَنَوَّرَ لَيْلَهُ بِالْقِياَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَإنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد

 

Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala yang telah menghantarkan kita bertemu dengan bulan Ramadhan. Bulan di mana Allah menghamparkan pahala bagi hamba-Nya di siang dan malam. Siang dengan berpuasa dan malam hari dengan shalat tarawih.

Shalawat dan salam semoga tercurah untuk baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Keluarga dan para sahabatnya. Semoga keselamatan juga Allah curahkan untuk umatnya yang selalu berpegang teguh kepada ajarannya.

Kami wasiatkan kepada diri kami juga kepada jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas takwa kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sebenar-benar ketakwaan, dalam arti selalu tunduk dan patuh terhadap segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Hakikat puasa di bulan Ramadhan tidaklah sebatas menahan lapar dan dahaga saja, tetapi juga menahan anggota badan yang lain dari perbuatan dosa, khususnya lisan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan umatnya agar ketika berpuasa mereka juga menahan diri dari bahaya perbuatan lisan.

Dalam sabdanya,

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم

Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Rajab al-Hambali mengomentari hadits di atas, beliau berkata, “Puasa itu akan berfungi sebagai perisai selama tidak di rusak dengan perkataan keji dan kotor.”

Dalam sabdanya yang lain, Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.” (HR. Al-Bukhari).

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Jika ditinjau dari hukum fiqih, memang orang yang berpuasa ketika melakukan larangan yang tidak memiliki hubungan khusus dengan ibadah itu seperti berkata keji dan kotor maka puasanya tetap sah dan tidak batal. Karena yang membatalkan itu adalah manakala melakukan larangan yang memiliki hubungan khusus dengan ibadah tersebut seperti makan dan minum.

Namun, manakala larangan tersebut dilakukan terus menerus oleh orang yang berpuasa sehingga menjadi semakin banyak, maka akan sampai pada keadaan dimana seseorang itu tidak akan mendapat balasan dari puasanya kecuali hanya lapar dan dahaga saja.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dalam sabdanya,

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ

Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan buah dari puasanya selain rasa lapar. Dan berapa banyak orang yang bangun beribadah di malam hari, namun tidak mendapatkan melainkan sekedar begadang.” (HR. Ibnu Majah)

Mari kita renungi nasehat mulia dari sahabat Nabi Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,

إذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُك وَبَصَرُك وَلِسَانُك عَنِ الْكَذِبِ ‌وَالْمَآثِمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْك وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً

Jika kamu berpuasa maka puasakan juga pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan hal-hal yang diharamkan. Janganlah menyakiti tetangga dan hendaknya kamu bersikap tenang dan wibawa para hari puasamu dan jangan jadikan hari puasamu dan hari berbukamu sama.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 8880)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Termasuk di antara bentuk dosa lisan yang akhir-akhir ini marak terjadi di masyarakat, apakah yang dilakukan dengan mengatasnamakan sekelompok golongan maupun individu yaitu perilaku sembrono di dalam menjatuhkan vonis kafir, bid’ah, maupun fasik kepada saudara muslim lainnya.

Padahal orang yang dituduhnya tersebut adalah jelas-jelas muslim yang tampak dari sebagian besar ciri-cirinya sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ

Barang siapa shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang Muslim, ia memiliki perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya. Maka janganlah kamu mendurhakai Allah dengan mencederai perlindungan-Nya.” (HR. Muslim)

Agama Islam memiliki prosedur yang ketat dan sikap yang tawasuth yakni pertengahan antara yang mudah dan menyepelekan dalam masalah memvonis kafir, bid’ah, maupun fasik.

Vonis kafir, bid’ah, dan fasik adalah perkara hukum syariat yang hanya dapat ditentukan dengan al-Quran, as-Sunnah dan petunjuk dari para ulama salaf ash-shalih.

Menjatuhkan vonis kafir, bid’ah, atau fasik bukanlah perkara hukum yang mudah. Hukum-hukum tentang ini tidak boleh ditentukan dengan hawa nafsu. Tidak ada ruang bagi orang awam untuk melakukan hal ini.

Baca juga: Makna Bid’ah Versi Mazhab Muwassi’in dan Mudhayyi’qin

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama yang sering dijadikan rujukan umat dalam perkara akidah, beliau telah mewanti-wanti kaum muslimin agar tidak sembrono dalam perkara ini.

Dalam kitab Minhajus Sunnah an-Nabawiyah (5/92), beliau menjelaskan,

“Permasalahan kufur dan fasik adalah permasalahan hukum syar’i, bukan permasalahan hukum yang penentuannya dengan akal semata. Orang kafir adalah orang yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya sebagai kafir. Orang fasik adalah orang yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya sebagai fasik. Seperti halnya orang mukmin dan muslim adalah orang yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya sebagai mukmin dan muslim.”

Dalam kitab Majmu’ al-Fatawa (10/372) juga menjelaskan,

فَإِنَّ نُصُوصَ “الْوَعِيدِ” الَّتِي فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَنُصُوصَ الْأَئِمَّةِ بِالتَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَا يُسْتَلْزَمُ ثُبُوتُ مُوجَبِهَا فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ إلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ لَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْأُصُولِ وَالْفُرُوعِ.

Sesungguhnya nash-nash yang bertopik “ancaman” dalam al-Quran dan as-Sunnah, serta nash-nash pernyataan para ulama yang terkait dengan takfir (vonis kafir), tafsiq (vonis fasik), dan semisalnya, tidak serta merta menjadi penetapan vonis pada seorang individu, kecuali jika seluruh syarat vonis telah terpenuhi dan seluruh penghalang vonis tidak ada. Sama saja baik dalam perkara ushul maupun perkara furu’.”

Dengan demikian, maka tidak boleh menjatuhkan vonis kafir, bid’ah, atau fasik kepada seorang muslim baik dengan perkataan atau perbuatan tanpa petunjuk dari al-Quran dan as-Sunnah.

Bahaya yang ditimbulkan manakala berlaku sembrono dalam masalah ini sangatlah besar. Vonis kafir akan kembali kepada orang yang menuduh manakala yang tertuduh terbukti tidak seperti vonis yang dituduhkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan umatnya dengan tegas,

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا

Apabila seseorang mengatakan kepada saudaranya (muslim): ‘Wahai Kafir’, maka akan kembali kepada salah satunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Syaikh Bin Baz di dalam Majmu Fatawa-nya menjelaskan hadits di atas, “Yaitu apabila yang dipanggil (dituduh) tersebut tidak layak (dipanggil kafir), maka tuduhan itu akan kembali kepadanya. Tidak boleh seseorang muslim mengkafirkan saudaranya (tanpa kaidah yang benar). Tidak boleh juga berkata ‘Wahai musuh Allah’, ‘Wahai fajir’ kecuali adanya dalil.”

 

3 Nasehat Menjaga Lisan dari Vonis Sembarangan

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Setelah kita mengetahui bahwa perkara vonis kafir, bid’ah atau pun fasik adalah perkara yang serius dimana tidak setiap orang memiliki kemampuan dalam hal tersebut, maka pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan beberapa poin penting tentang bagaimana sikap kita terhadap fenomena seperti ini.

Pertama: Lakukan verifikasi dan validasi.

Jika kita menjumpai seseorang yang diduga melakukan perbuatan kufur, bid’ah, atau fasiq, pastikan terlebih dahulu apakah ia benar-benar melakukan hal itu, apa motifnya, dan semisalnya.

Perintah untuk verifikasi dan validasi ini selaras dengan firman Allah,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا ضَرَبْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَتَبَيَّنُوْا وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ اَلْقٰىٓ اِلَيْكُمُ السَّلٰمَ لَسْتَ مُؤْمِنًاۚ تَبْتَغُوْنَ عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu, “Kamu bukan seorang yang beriman,” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia.” (QS. An-Nisa’: 94)

 

Kedua: Larangan pengkafiran untuk kehati-hatian.

Adanya larangan vonis kafir, bid’ah, atau pun fasik sejatinya adalah dalam rangka kehati-hatian. Supaya umat ini tidak sembrono atau berlebihan dalam perkara ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ

Tiga perkara yang merupakan dasar keimanan, yaitu: menahan diri dari orang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH, dan kita tidak mengkafirkannya karena suatu dosa, serta tidak mengeluarkannya dari keislaman karena sebuah amalan.” (HR. Abu Dawud)

 

Ketiga: Orang awam tidak berhak memvonis

Vonis kafir, bid’ah, atau pun fasik tidak boleh dilakukan kecuali oleh orang yang berilmu yang mengetahui syarat-syarat dan penghalang kekafiran.

Sebab, karena begitu seriusnya perkara vonis kafir, bid’ah, atau fasik ini, para ulama menetapkan kaidah-kaidah yang cukup ketat untuk menghukuminya. Kaidah-kaidah ini hanya mampu dipahami oleh orang yang berilmu. Sehingga, tidak ada ruang bagi orang awam untuk masuk dalam permasalahan ini. Cukup serahkan saja kepada para ulama.

Baca juga: Memupuk Sikap Lapang Dada Terhadap Perbedaan Pendapat dalam Perkara Ijtihadi

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Demikian materi khutbah Jumat Bulan Ramadhan Kesempatan Belajar Menjaga Lisan yang dapat kami sampaikan, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita untuk bisa menjauhi dosa-dosa lisan di bulan penuh kemuliaan ini. Amin

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 

KHUTBAH KEDUA

أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 

 

 

Download PDF Materi Khutbah Jumat dakwah.id
Bulan Ramadhan Kesempatan Belajar Menjaga Lisan
di sini:

DOWNLOAD PDF

Semoga bermanfaat!

Baca artikel terkait:
Rajin Puasa Tapi Tidak Shalat, Apakah Puasanya Diterima?

Topik Terkait

Abdul Halim Tri Hantoro, S.Pd.I

Mahasiswa pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam di IAIN Surakarta. Konsentrasi di bidang Tafsir, Hadits dan Tazkiyah. Penikmat kitab Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, Kitab hadits Shahih Fadhailul A'mal karya Syaikh Ali Bin Nayif Asy-Syahud, kitab Madarijus Salikin Manazil Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Aktif mengajar di beberapa kajian tafsir, hadits, dan kajian umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *