materi khutbah idul adha Membangun Generasi Rabbani di Zaman Krisis Makna dakwah.id

Khutbah Idul Adha: Membangun Generasi Rabbani di Zaman Krisis Makna

Terakhir diperbarui pada · 948 views

Khutbah Idul Adha Terbaru
Membangun Generasi Rabbani di Zaman Krisis Makna

Pemateri: Ustadz Muhamad Wildan Arif Amrulloh

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا،

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ،

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُونَ.

اَلْحَمَدُ لِلَّهِ الَّذِيْ فَتَحَ أَبْوَابَ رَحْمَتِهِ لِلْمُضَحِّيْنَ، وَجَعَلَ الْإِخْلَاصَ شَرْطَ الْقَبُوْلِ في نُسُكِ الْمُقَرَّبِيْنَ. نَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا إِلَيْهِ مِنْ شَعَائِرِ التَّوْحِيْدِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى مَا خَصَّ بِهِ هَذِهِ الْأُمَّةَ مِنْ مَوَاسِمَ الْخَيْرِ وَالتَّجْدِيْدِ. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى، وَوَعَدَ الْمُتَّقِيْنَ بِجَنَّاتِ الْمَأْوَى.

وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُوْلُهُ، إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ، وَقُدْوَةُ الْمُضَحِّيْنَ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَصَحْبِهِ الْغُرِّ الْمَيَامِيْنَ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا عِبَادَ اللَّهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ الْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَهِيَ الزَّادُ فِي الرِّحْلَةِ، وَالنُّوْرُ فِي الظُّلْمَةِ، وَالنَّجَاةُ فِي الْفِتْنَةِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالْأَبْتَرُ.

Segala puji bagi Allah, Yang Maha Tinggi dan Maha Dekat. Yang dengan cinta-Nya, manusia diuji agar kuat. Yang dengan sayang-Nya, hamba-Nya dilatih agar taat. Ia Yang Maha Tinggi tak terjangkau oleh pandangan, namun Maha Dekat dalam setiap keluhan dan harapan.

Kita bersaksi, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang menetapkan hari ini sebagai hari agung penuh berkah. Dan kita bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang membimbing kita dari gelapnya syirik menuju cahaya tauhid yang sempurna.

Pada hari yang mulia ini kita tidak sekadar mengenang sejarah pengorbanan. Kita hadir bukan hanya untuk menyaksikan hewan disembelih di atas tanah lapang, tapi juga untuk meneladani ketundukan, menelusuri jejak ketaatan, dan menumbuhkan cinta yang tak lekang oleh zaman. Sebagaimana cinta Ibrahim dan Ismail kepada Tuhan.

Ujian Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd

Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia

Pada momen yang berbahagia ini, mari kita selami jejak langkah Ibrahim al-Khalil, seorang ayah yang telah menua dalam sepi, namun tak pernah lepas dari tawakal yang mengakar dalam hati. Puluhan tahun ia lewati dengan tangan menengadah ke langit, menanti karunia keturunan yang tak kunjung datang, namun imannya tetap kokoh. Tak patah oleh waktu, tak lapuk oleh rindu.

Lalu lahirlah Ismail, buah dari doa panjang yang tak pernah padam. Seorang anak yang bukan hanya menjadi penyejuk mata (qurrata ayun), tapi juga cahaya bagi jiwa.

Namun saat kebahagiaan pada Ibrahim mulai tumbuh, saat harapan mulai mekar, Allah justru memerintahkan sesuatu yang di luar nalar manusia. Bukan untuk merawat anaknya, tapi justru untuk menyembelihnya. Bukan untuk menimangnya dalam peluk, tapi justru mengorbankannya dalam tunduk.

Baca juga: 20 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Nabi Ibrahim menerima perintah itu dengan penuh rasa rela. Namun, sebagai ayah, dia tidak menyampaikan perintah itu kepada Ismail secara paksa. Ucapannya tidak berbungkus ancaman, tidak pula diucap dalam kemarahan. Tapi dengan kelembutan, dengan nada kasih sayang yang menenangkan.

Ia tak memerintah, tapi mengajak musyawarah. Ia tidak memaksa, tapi mengundang bicara.

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي ٱلْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ

Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.” Al-Quran, Surat Ash-Shaffat ayat 102.

Di saat seorang ayah diuji untuk mengorbankan yang paling ia cintai, ia justru memberikan ruang musyawarah bagi sang anak yang akan dikorbankan.

Lalu Ismail menjawab tanpa ragu,

يَآ أَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Al-Quran, Surat Ash-Shaffat ayat 102.

Lihatlah, wahai umat yang hidup di zaman kabut, ketika ayah beriman, anak pun turut teguh dan lembut. Ketika rumah dibangun atas dasar wahyu dan ketakwaan, maka keluarganya menjadi fondasi dari peradaban.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd

Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia

Ujian kita hari ini bukan menyembelih anak di atas batu sebagaimana Ibrahim. Ujian kita hari ini adalah menyelamatkan anak-anak kita dari sembelihan kemajuan yang palsu. Zaman yang menawarkan kesenangan tanpa arah, pengetahuan tak berhikmah, kebebasan tanpa marwah.

Rumah-rumah berdiri megah, tapi banyak yang kosong makna. Kita hidup dalam ruang yang penuh suara, namun miskin pendengar. Ayah sibuk mengejar jabatan, ibu disibukkan oleh karier, anak-anak tenggelam dalam layar yang tak pernah tidur.

Sebagai orang tua sering kali kita hanya menjadi penonton. Menonton sambil mengeluh betapa buruknya generasi sekarang. Padahal lupa bahwa kegagalan generasi masa kini, adalah produk dari pendidikan generasi masa lalu.

Ibnul Qayyim dalam Tuhfatul Maudūd mengingatkan kepada kita,

Siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dan membiarkannya begitu saja, sungguh ia telah menyakitinya dengan seburuk-buruk perlakuan.”

Tiga Cara Membangun Generasi Rabbani

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd

Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia

Di tengah zaman yang dipenuhi gemerlap semu dan kepalsuan, serta dibungkus rapi sebagai kebenaran, di tengah derasnya arus ketidakpastian yang mengaburkan, kita tak hanya butuh generasi emas.

Yang kita butuhkan saat ini adalah generasi rabbani. Mereka yang berpikir dengan bimbingan wahyu, bukan sekadar logika duniawi. Generasi yang menjadi oase atas kegersangan ruhani, di zaman yang telah kehilangan makna hakiki.

Lalu bagaimana kita membangun generasi semacam ini?

Dari sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kita belajar bahwa setidaknya ada tiga cara untuk membangun generasi rabbani. Membentuk anak-anak keturunan layaknya Ismail. Ketiga cara tersebut yaitu

Pertama: Pendidikan Tauhid Sejak Dini

Ibrahim bukan hanya seorang ayah, Ia adalah muallim aqidah di rumah yang sederhana. Ia mengajari anaknya bukan tentang dunia semata, tapi tentang Allah, Pencipta langit dan bumi Yang Maha Kuasa.

Allah subhanahu wataala berfirman dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 132,

وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ ۖ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Dan Ibrahim mewasiatkan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub (dengan mengatakan),‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untuk kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Beginilah generasi rabbani dibentuk. Bukan dengan tumpukan harta, tapi dengan fondasi tauhid yang menghunjam dalam dada.

Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia

Kedua: Mengembangkan Kemampuan Berpikir Anak

Dalam kisah Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam, kita melihat sebuah teladan mulia.

Ibrahim sebagai ayah tidak memaksakan kehendaknya. Ia justru mengajak putranya berdialog, membuka ruang bagi akal dan nurani untuk turut berbicara. Sebuah pelajaran agung bahwa membangun bukan sekadar menyuruh, tapi membimbing anak agar memahami arah dan maknanya.

Ibnu Qayyim menjelaskan dalam kitabnya Miftāḥ Dār al-Saādah, jilid 1, halaman 14,

إِنَّ فِي النَّفْسِ قُوَّتَيْنِ: قُوَّةُ الْعِلْمِ وَالتَّمْيِيْزِ، وَقُوَّةُ الْإِرَادَةِ وَالْحُبِّ. فَصَلَاحُ الْعَبْدِ أَنْ تَكُوْنَ مَعْرِفَتُهُ تَابِعَةً لِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ، وَإِرَادَتُهُ تَابِعَةً لِأَمْرِ اللَّهِ.

Sesungguhnya dalam diri manusia ada dua kekuatan. Pertama, kekuatan ilmu dan daya membedakan; serta kedua, kekuatan kehendak dan cinta. Maka, kebaikan seorang hamba adalah ketika pengetahuannya mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul, dan kehendaknya tunduk pada perintah Allah.”

Pendidikan seharusnya bukan hanya membentuk kehendak untuk taat (ketaatan kosong), tapi juga mencerdaskan daya pikir agar anak mampu membedakan mana yang benar dan salah, lalu mencintai kebenaran itu dengan kehendaknya sendiri.

Seperti Ismail yang tidak dipaksa, tapi diajak bicara. Ia memilih taat karena tahu dan ridha, bukan karena takut atau terpaksa.

Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia

Ketiga: Pembiasaan Shalat dan Ibadah

Sebelum tangan kecil anak-anak kita lihai mengangkat gawai, seharusnya kita ajarkan terlebih dahulu cara mengangkat takbir dalam shalat dengan khusyuk dan damai.

Sebelum lisan mereka fasih menyebut nama-nama selebriti dunia, ajarkan terlebih dahulu mereka hafal Asmāul Ḥusnā, nama-nama Allah yang agung nan mulia.

Lihatlah doa Nabi Ibrahim, bukan meminta harta atau kemasyhuran anak-anaknya, melainkan memohon agar mereka menjadi penegak shalat, karena ia adalah tiang agama. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah sebagaimana yang dikisahkan dalam al-Quran, Surat Ibrahim ayat 40,

رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى

Ya Rabbku, jadikanlah aku dan sebagian dari keturunanku sebagai orang-orang yang menegakkan shalat.”

Shalat bukan sekadar gerakan badan atau hafalan bacaan. Ia adalah pendidikan kedisiplinan, latihan keteguhan hati, dan fondasi ruhani bagi anak sejak dini. Sebab anak yang tumbuh dengan shalat, akan tumbuh menjadi dewasa dengan arah yang tepat.

Ngaji Fikih #61: Siapa Saja yang Wajib Shalat Lima Waktu?

Pada momen yang berbahagia ini, ketika jamaah haji sedang wukuf di Arafah, lalu bergerak menuju Muzdalifah, ketika kaum muslimin di seluruh penjuru dunia menyembelih hewan kurban dan berbagi kepada sesama, mari jadikan semua itu bukan sekadar seremoni, tapi sebagai pengingat bersama.

Mari jadikan keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai cermin kehidupan, sebagai role model dari keluarga yang rabbani di tengah derasnya ujian tantangan zaman.

Demikian materi khutbah Idul Adha dengan tema “Membangun Generasi Rabbani di Zaman Krisis Makna” yang dapat khatib sampaikan. Semoga Allah subhanahu wataala menjadikan Idul Adha tahun ini tidak hanya menjadi perayaan tahunan yang hilang ditelan waktu, melainkan menjadi momentum muhasabah yang membekas dalam kalbu.

Semoga Allah jadikan kita orang tua-orang tua layaknya Ibrahim dan anak-anak layaknya Ismail. Semoga keluarga kita menjadi keluarga yang melahirkan generasi-generasi rabbani.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ، وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ.

KHUTBAH KEDUA

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُونَ.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ شَرَّفَ الْأَيَّامَ بِيَوْمِ النَّحْرِ، وَخَصَّهُ بِالْعَطَاءِ وَالْأَجْرِ، وَجَعَلَهُ مَوْسِمَ الْخَيْرَاتِ وَمَوْئِلَ الْأَضَاحِي وَالْمُقَرَّبَات. أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثَنَاءَ الذَّاكِرِيْنَ، لَا نُحْصَى ثَنَاءً عَلَيْهِ، هُوَ كَمَا أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اَلْكَرِيمُ فِي عَطَائِهِ، اَلْعَظِيْمُ فِي بَلَائِهِ، اَلْحَكِيمُ فِي قَضَائِهِ، لَا يُعْجِزُهُ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَّاهِرِيْنَ، وَصَحَابَتِهِ الْغُرِّ الْمَيَامِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَّقِيْنَ، وَمِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ، اَلَّذِيْنَ إِذَا ذُكِّرُوا تَذَكَّرُوا، وَإِذَا نُصِحُوا اِنْزَجَرُوا، وَإِذَا دُعُوا إِلَى طَاعَتِكَ لَبَّوا وَأَسْرَعُوا.

اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَالِحَ الْأَعْمَالِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَعْمَارِنَا وَأَهْلِينَا وَأَمْوَالِنَا، وَوَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَبَلِّغْنَا مَنَازِلَ الْأَبْرَارِ، مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِدِّيْقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيقًا.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْيَوْم عِيْدَ خَيْرٍ وَبَرَكَةٍ وَسَلَامٍ، وَأَصْلِحْ لَنَا فِيْهِ دِيْنَنَا وَدُنْيَانَا، وَآخِرَتَنَا وَمَآلَنَا، إِنَّكَ أَنْتَ الْكَرِيمُ الْمَنَّانُ.

وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْن، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Download PDF Materi Khutbah Idul Adha
Membangun Generasi Rabbani di Zaman Krisis Makna
di sini

Semoga bermanfaat!

Anda ingin mendapat kiriman update materi khutbah
& artikel dakwah.id melalui WhatsApp?

Topik Terkait

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Discover more from Dakwah.ID

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading