Banyak Berdoa di Bulan Ramadhan-dakwah.id

Banyak Berdoa di Bulan Ramadhan

Terakhir diperbarui pada · 1,147 views

Artikel yang berjudul “Banyak Berdoa di Bulan Ramadhan” ini adalah artikel ke-6 dari serial artikel #MadrasahRamadhan

 

Suatu ketika Nabi kedatangan seorang tamu di rumahnya yang sederhana. Tamu tersebut adalah seorang wanita yang sedang dirundung masalah. Kesedihan terpahat jelas di wajahnya. Kedatangannya ke tempat Nabi untuk mencari jawaban dan solusi untuk masalahnya.

Episode kisah ini direkam dengan baik oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, bahwa maksud kedatangan wanita ini ingin mengadukan persoalan rumah tangganya. Suaminya baru saja mengucapkan kata-kata yang memukul batin, sebuah kalimat zihar.

Kalimat zihar adalah perkataan seorang suami kepada istrinya, semisal “Punggungmu seperti punggung ibuku.” Yang bermaksud menyamakan posisi sang istri seperti ibunya sendiri. Dan kalimat ini dalam tradisi Jahiliyah adalah ucapan talak cerai yang dijatuhkan kepada seorang istri. (Shafwatu at-Tafasir, ‘Ali ash-Shabuni, 3/336)

Maka bisa dipahami betapa resah dan gundahnya Khaulah binti Tsa’labah, wanita yang mengadu perihal suaminya tersebut. Akhirnya ia meminta putusan hukum kepada Nabi atas kasusnya. Apakah ia memang harus berpisah atau ada solusi lain baginya.

Jawaban Nabi ketika itu adalah sebagaimana tradisi yang sudah berlaku; bahwa telah jatuh talak atas Khaulah. Karena pada saat itu belum ada ayat yang menjelaskan hukum terkait zihar, selain apa yang berlaku menurut kebiasaan Jahiliyah.

Kesedihan Khaulah pun bertambah. Saat mendapat jawaban tersebut, Khaulah berdoa kepada Allah memohon jawaban atas masalahnya. Ia terus panjatkan munajatnya hingga akhirnya Jibril datang membawa wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (Tafsir al-Quran al-‘Adzim, Ibnu Katsir, 13/441-442)

 

Artikel Fikih: 10 Masalah Corona – Penjelasan Syaikh Umar Ibnu Abdillah

 

Ternyata, wahyu yang menjawab persoalan Khaulah dan suaminya. Doanya dijawab saat itu juga lewat firman Allah Ta’ala:

قَدۡ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوۡلَ ٱلَّتِي تُجَٰدِلُكَ فِي زَوۡجِهَا وَتَشۡتَكِيٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسۡمَعُ تَحَاوُرَكُمَآۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِيرٌ

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS. Al-Mujadilah: 1)

Ayat ini menjelaskan betapa Allah Ta’ala adalah Rabb yang Maha Mendengar, Maha Menjawab doa-doa hamba-Nya. Pendengaran dan Penglihatan-Nya tidak terbatas apa pun, Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. (Taisir Kalim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, Abdurrahman as-Sa’di, 995)

 

Allah Maha Mendengar Doa

Kisah Khaulah ini begitu menggugah, bagaimana ia membuktikan bahwa Allah benar-benar Dzat yang Maha Mendengar doa mereka yang meminta, Allah menjawab munajat mereka yang berharap. Bahkan dalam kasus Khaulah, doanya tersebut kontan diberikan.

Abu Hasan al-Biqa’i menjelaskan, surat ini secara umum menjelaskan kesempurnaan ilmu dan kekuasaan Allah. Dan salah satunya adalah Pendengaran-Nya yang tidak terbatas, mendengar semua suara hamba-hamba-Nya yang berdoa. (Nadzamu fi Tunasibu al-Ayat wa as-Suwar, Abu Hasan al-Biqa’i, 7/474)

Allah memulai ayat ini dengan menggunakan kata (قد) sebagai bentuk penekanan atas apa yang telah terjadi, yaitu doa Khaulah atas masalah yang dihadapinya. Maka kata tersebut menunjukkan pembuktian bahwa Allah telah menjawab doa Khaulah. (Tafsir al-Kasyaf, Imam az-Zamakhsyari, 4/492)

Maka jika diperhatikan pada ayat pertama surat al-Mujadilah, Allah menyebutkan tiga kata kerja yang sama; قد سَمِعَ ٱللَّه, وَٱللَّهُ يَسۡمَعُ, إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِير. Ketiga kata ini bermakna sama; mendengar.

Kata mendengar pertama menunjukkan Allah telah menjawab doa Khaulah, karena kata mendengar pertama adalah kiasan untuk kata menjawab.

 

Artikel Tadabur: Makna Ayat Nur ‘ala Nur, Cahaya di Atas Cahaya

 

Kata mendengar kedua menunjukkan pengetahuan Allah atas apa yang dibicarakan oleh Rasulullah dan Khaulah, dan apa saja yang telah terjadi ketika itu.

Sedangkan kata mendengar yang ketiga menunjukkan penegasan bahwa Allah Maha Mendengar segala sesuatu, Allah Maha Mengetahui segalanya, bahkan Allah tahu keadaan Khaulah yang sedang resah lalu berdoa, menengadahkan kepalanya ke langit, meminta jawaban dari Allah Ta’ala. (Ruhul Ma’ani, Syihabuddin al-Alusi, 20/352, diakses via al-Maktabah asy-Syamilah)

Seakan-akan pada ayat ini Allah benar-benar menekankan bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mendengar. Pendengaran-Nya menembus semua batas, menjangkau semua yang tidak dijangkau telinga manusia.

Bahkan, ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketika peristiwa ini terjadi juga dibuat takjub. Di mana saat Khaulah tengah mengadukan persoalannya kepada Nabi, ia berada di rumah tersebut, hanya di bilik kamar yang berbeda. Dan ‘Aisyah tidak bisa mendengar dengan jelas percakapan Nabi dan Khaulah. (Tafsir al-Quran al-‘Adzim, Ibnu Katsir, 8/34)

Namun, Allah dengan sifat as-Sami’ wa al-Bashir, Maha Mendegar dan Maha Melihat, mampu mengetahui semuanya. Mendengar keluh kesah manusia, mendengar setiap perkataan kita, Allah tahu apa yang terbesit di dalam dada, yang terdetik dalam hati, dan yang terlintas dalam pikiran.

 

Ramadhan Adalah Bulan Berdoa

Allah Maha Mendengar rintihan hamba-Nya yang berdoa, yang memohon dan meminta kepada-Nya. Allah telah mengabarkan lewat kalam suci-Nya bahwa Allah itu sungguh dekat. Dan Allah menjawab doa hamba-hamba-Nya.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(QS. Al-Baqarah: 186)

Allah itu dekat atas hamba-hamba-Nya dengan ilmu-Nya, ia menjawab doa-doa dan segala pinta, ia memberikan pertolongan dan taufik kepada siapa yang Ia kehendaki.

Maka siapa saja yang berdoa dengan hati yang tunduk, doa yang masyru’ dan tidak ada sesuatu yang akan menjadi penghalang doanya, seperti; makanan yang haram dan semisalnya. Maka Allah berjanji akan mengabulkan doa-doa tersebut. (Taisir Kalim ar-Rahman, Abdurahman as-Sa’di, 84)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah meletakkan ayat ini di antara ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum puasa menunjukkan untuk bersungguh-sungguh dan memperbanyak doa; terkhusus ketika saat-saat akan berbuka puasa. (Tafsir al-Quran al-‘Adzim, Ibnu Katsir, 2/193)

Hal ini juga berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin al-‘Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةٌ مَا تُرَدُّ

Sesungguhnya tidak tertolak doa orang yang berpuasa yang berdoa ketika ia (akan) berbuka.” (HR. Ibnu Majah)

 

Materi Khutbah Jumat: Cara Menghentikan Cobaan Berat dari Allah

 

Ibnu Malikah yang meriwayatkan hadits ini dari Abdullah bin Amru bin ‘Al-Ash menyebutkan bahwa ia pernah mendengar Abdullah bin Amru berdoa ketika akan berbuka puasa.

Maka Ramadhan adalah bulan di mana kita seharusnya memperbanyak doa-doa. Merendahkan diri bersimpuh mengemis kebaikan, ampunan dan keberkahan dari-Nya dalam kehidupan kita. Karena manusia adalah makhluk yang lemah yang akan selalu membutuhkan pertolongan Allah atas segala sesuatu.

 

Waktu Mustajab Untuk Berdoa

Pada bulan Ramadhan terdapat waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa berdasarkan hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alahi wa salam.

Pertama, saat berpuasa. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Tiga orang yang tidak tertolak doanya; pemimpin yang adil, orang yang berpuasa hingga ia berbuka, dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Ahmad)

Kedua, ketika waktu sahur. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَه

Rabb kita turun ke langit dunia setiap sepertiga malam yang akhir (waktu sahur). Dan dia berfirman, ‘Barang siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku berikan. Barang siapa yang memohon ampunan-Ku, Aku ampuni.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ketiga, ketika berbuka puasa. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةٌ مَا تُرَدُّ

Sesungguhnya tidak tertolak doa orang yang berpuasa yang berdoa ketika ia (akan) berbuka.” (HR. Ibnu Majah)

 

Untuk Siapa Kita Berdoa?

Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan, penuh kemuliaan. Allah membentangkan tangan-Nya untuk memberi mereka yang meminta, Allah menanti doa-doa mereka yang berpuasa, Allah luaskan ampunan-Nya bagi para pendosa. Maka Ramadhan adalah momentum untuk memperbanyak doa.

Untuk siapa kita berdoa?

Berdoalah untuk kebaikan diri kita sendiri, kebaikan dunia dan akhirat. Mohonlah ampunan kepada-Nya atas dosa-dosa yang terlalu menumpuk, karena sebagai manusia, kita terlalu banyak cacat dan celanya.

Berdoalah untuk kedua orang tua, baik yang masih membersamai kita pada Ramadhan kali ini ataupun yang telah meninggalkan kita. Mohonkan ampunan bagi keduanya, mohonkan keselamatan dan tempat terbaik di sisi-Nya.

Berdoalah untuk kebaikan kaum muslimin yang hari ini tengah diuji atas musibah Pandemi. berdoalah agar Allah segera angkat musibah ini, agar Allah ganti setiap kesulitan dengan kemudahan, Allah tabahkan mereka yang kehilangan, dan agar Allah selalu jaga kaum muslimin dari kehancuran.

Berdoalah agar Allah balas setiap kebaikan, dihapuskan segala kesalahan, dan diterima segala amal ketaatan pada Ramadhan kali ini. Dan berdoalah agar Allah berkenan mempertemukan kita kembali pada Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Wallahu a’lam (Fajar Jaganegara/dakwah.id)

Topik Terkait

Fajar Jaganegara, S.pd

Pengagum sejarah, merawat ingatan masa lalu yang usang tertelan zaman. Mengajak manusia untuk tidak cepat amnesia. Pengagum perbedaan lewat khazanah fikih para ulama. Bahwa dengan berbeda, mengajarkan kita untuk saling belajar dan berlapang dada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *