Air Kencing Bayi itu Ternyata Najis ya

Air Kencing Bayi itu Ternyata Najis, ya?

Terakhir diperbarui pada · 38,443 views

Kondisi yang paling merepotkan bagi seorang ibu adalah saat bayi momongannya kencing mengenai pakaian ibunya. Apakah air kencing bayi itu najis atau tidak? Apakah sah shalat jika pakaian terkena air kencing bayi? Mari simak uraian para ulama berikut ini.

Air Kecing Bayi Laki-Laki Berbeda dengan Bayi Perempuan

Hukum asal pada air kencing adalah najis. Namun, syariat Islam membedakan cara membersihkan najis air kencing bayi laki-laki dan perempuan.

Perbedaan cara membersihkan najis ini menurut syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, karena air kencing bayi laki-laki yang belum diberi makan selain ASI, hukumnya najis ringan. Sedangkan air kecing bayi perempuan hukumnya tetap najis seperti pada umumnya meskipun belum diberi makan selain ASI.

Dengan demikian, jika yang kencing adalah bayi laki-laki yang belum diberi makan selain ASI, solusinya area kain yang terkena najis cukup diperciki air. Sedangkan jika yang mengenai kain adalah air kencing bayi perempuan, area kain yang terkena najis tetap harus dicuci. (Majmu Fatawa wa Rasa-il, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, jilid 11, bab Izalatun Najasah)

Baca juga: Saat Shalat, Ketahuan Ada Darah Menempel di Pakaian

Hukum tersebut didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

“Bekas kencing bayi perempuan itu dicuci, sedangkan bekas kencing bayi laki-laki cukup diperciki.” (HR. Abu Daud no. 376 dan an-Nasai no. 305. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu beliau meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda tentang air kencing bayi yang masih disusui, “Bekas air kencing bayi laki-laki itu cukup diperciki, bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci.” Qatadah berkata, “Ini selama keduanya tidak diberikan makan, bila telah diberi makan, maka harus dicuci.” (HR. at-Tirmidzi no: 610. Ibnu Majah no: 525)

 عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ رضي الله عنها (أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجْرِهِ، فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ

Dalam hadits Ummu Qais disebutkan, “bahwa ia pergi menemui Rasulullah bersama dengan bayinya yang belum diberi makan. Ubaidullah berkata. “Ummu Qais memberitahuku bahwa ketika anaknnya kencing dipangkuan Rasulullah. Lalu Rasulullah meminta air untuk dipercikan ke pakaian Beliau. Beliau ternyata tidak mencuci pakaian yang terkena kencing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no: 223, Muslim no: 287)

Shalat Dengan Pakaian Yang Terkena Najis Air Kencing Bayi

Seorang ibu yang shalat dengan pakaian yang terkena najis, jika kondisinya memang benar-benar lupa atau tidak mengetahui sebelumnya, maka shalatnya tetap sah. Dan najis yang ada di pakaiannya dimaafkan.

Syaikh Utsaimin berkata, “Bila seseorang shalat dengan pakaian najis dalam kondisi lupa atau tidak mengetahui, shalatnya tetap sah dan tidak ada kewajiban mengulangi shalat baginya. Allah Ta’ala berfirman “(mereka berdoa), “ya Rabb kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah” (QS. Al-Baqarah: 286)

Kondisi seperti di atas pernah dialami sendiri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika beliau shalat bersama para shahabatnya. Tiba-tiba beliau melepas sandalnya. Para shahabat pun akhirnya juga melepas sandal mereka.

Usai shalat, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal, maka kami pun melepas sandal-sandal kami.”

Rasulullah menjawab “Sesungguhnya Jibril datang padaku dan memberitahukan bahwa disandalku ada kotoran.” (Majmu’ Fatawa, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, 176/26. Al-Jami Li Ahkami Ash-Shalah, 1/79)

Baca juga: Apakah Menginjak Kotoran Binatang Membatalkan Wudhu?

Jika najis tersebut diketahui saat shalat sedang berlangsung, maka sebisa mungkin najis itu dipisahkan dari badannya. Jika memungkinkan bagian pakain yang terkena najis untuk dilepaskan, maka cukup melepaskan bagian pakaian yang terkena najis air kencing bayi itu. Dengan syarat tanpa membuka bagian penutup aurat.

Jika ternyata proses melepaskan bagian pakaian yang terkena najis itu membutuhkan waktu lama, atau mengharuskan meembuka dan mengganti penutup aurat, maka shalatnya harus dihentikan, lalu mengganti pakaiannya, lalu mulai shalat lagi. (fatwa.islamweb.net) Wallahu a’lam. [dakwah.id]

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *